Banyak pekerjaan yang menguras tenaga. Tapi menjadi supir truk, selain menguras tenaga, juga menguras perasaan.
Saya sendiri tidak secara langsung merasakan bisa betapa lelahnya mengendarai truk, apalagi truk bermuatan pasir, batu dan bahan-bahan lain — bahan yang digunakan untuk membangun rumah sederhana atau membangun villa mewah atau membangun hotel megah.
Apalagi, konon, Indonesia adalah negara yang sedang membangun. Artinya, semakin gencar pembangunan, semakin padatlah lalu-lintas truk di jalanan.
Sebagai orang yang berumah di pinggir jalan raya, saya kerap bergaul dengan para sopir truk yang seringkali istirahat di depan rumah. Sejak remaja, saya kerap mendengar keluh-kesah supir truk, juga cerita-cerita lucu tentang perjalanan truk mereka sekaligus juga perjalanan hidup mereka.
Namanya juga keluh dan kesah, banyak cerita tentang suka dan duka, cinta dan rindu, senang dan susah. Yang saya dengar memang lebih banyak susahnya. Tapi segala susah itu kadang mereka ceritakan tanpa beban, kadang dengan intonasi yang lucu, entah cerita di warung kopi, entah di galian C atau di tempat bos sang pemilik truk.
Yang pasti, supir truk harus memiliki stamina yang kuat. Truk yang mereka haruslah berjalan dengan kecepatan normal. Kecepatan normal lo ya. Kalau mau ngebut pun tak bisa, karena beban yang berat, apalagi di sana-sini masih banyak jalan yang rusak.
Supir truk tak bisa kerja bersama keluarga. Ia kerja sendiri, kadang sesekali ada kernet yang membantu. Kadang memang benar-benar sendiri.
Ia harus beradu nasib dengan meninggalkan keluarga. Istri dan anak haruslah menunggu di rumah dan supir haruslah tabah untuk meninggalkan anak dan istrinya beberapa hari. Kadang supir truk bisa mencari muatan yang sangat jauh.
Misalnya saja dari Jembrana haruslah mencari pasir yang berkualitas sampai ke Karangasem. Tentunya dengan kecepatan normal truk diperkirakan sampai sehari atau dua hari perjalanan. Apalagi truk juga harus beristirahat dan supir harus mengecek keadaan kendaraan di tengah perjalanan.
Istirahat itu wajib. Agar tidak ada kejadian yang tidak diinginkan di jalanan, misalnya truk keluar jalan raya akibat supir ngantuk. Atau truk yang kelelahan, sehingga onderdilnya ngambek.. Ban pecah misalnya, oli gardan yang seketika rembes dan kadang mesin yang kadang sakit-sakitan karena truk tahun lawas masih dipakai untuk mengangkut bahan yang berat.
Sudah ditimpa kejadian buruk di jalan, kadang si bos pemilik truk menambahi dengan marah-marah. Betapa apes.
Sampai di lokasi muatan –para supir menyebutnya begitu—mereka akan menunggu alat berat mengisi bak truk mereka. Beberapa dari supir truk hanya mengisi setengah dari bak truk mereka, itu untuk kebutuhan yang kecil. Biasanya supir truk menyebutnya satu engkel atau setengah bak truk ELF. Muatan sedang-sedang ini bisa dianggap ringan.
Tetapi, lain cerita bagi supir truk yang mendapat muatan pasir dalam jumlah besar, misalnya untuk kebutuhan pembangunan yang sedang atau besar, seperti pembangunan perumahan berhektar-hektar, atau pembangunan hotel besar di tepi pantai yang luas. Kadang supir truk harus berhari-hari melayani pembangunan besar yang dikerjakan berbulan-bulan itu, kadang tanpa ada liburnya.
Untuk melayani proyek besar tentu saja para supir lebih banyak di jalan. Pergi ke tempat galian, balik ke areal pembangunan, besok begitu lagi, begitu terus. Pada saat seperti itu, jalanan seperti rumah mereka.
Di tengah perjalanan ketika sedang membawa muatan adalah hal yang paling berat untuk supir truk. Ditambah banyak medan jalanan yang menanjak terjal dan biasanya supir truk harus bisa mengantisipasi di mana harusnya kopling dan gas harus diinjak dan transmisi kendaraan harus dioper ke gigi dua atau satu.
Membawa muatan pasir tidak mudah, seperti yang kita lihat di jalan, truk bermuatan pasir berjalan dengan hati-hati karena tidak ingin pasir itu jatuh terbawa angin dan akan mengurangi isi dari pesenan pasir tentunya pembeli akan mengira-ngira pasir itu setara dengan yang dipesan atau tidak.
Bila digas pun dengan sedemikian kencang, truk hanya akan berjalan lambat dan bisa merusak mesin kendaraan itu juga. Jadi, kalau bertemu dengan truk yang bermuatan pasir dan berjalan lambat, ada baiknya langsung disalip dan juga ingat tanda klakson, karena supir truk tidak bisa jelas melihat ke belakang.
Muatan yang berat dan juga kendaraan yang berjalan lambat sering kali membuat supir truk ingin cepat pulang ke rumah. Muatan yang berat tidak sebanding dengan rindu yang terbendung berhari-hari. Meninggalkan adalah salah satu hal yang amat berat untuk dilakukan tetapi muatan yang terlanjur berat harus dibawa sampai tujuan.
Seberat-beratnya muatan, masih tetap lebih berat meninggalkan istri di rumah. Memang berat meninggalkan istri dan anak, tapi muatan yang berat harus diantar ke tempat tujuan. [T]