Sejatinya Bali banyak memiliki jenis satua. Dan cara pelestariannya menggunakan tutur kata yang mudah dipahami sehingga sering disebut sebagai tradisi lisan. Tradisi lisan yang berarti tradisi yang disampaikan secara lisan dari mulut ke mulu. Salah satu jenisnya adalah satua.
Satua adalah cerita yang menggunakan hewan dan lain-lainnya sebagai tokohnya. Namun, di satu sisi jika kita artikan lagi bahwa satua itu bisa berati dongeng. Dongeng yang selama ini kita kenal menceritakna tenang kehidupan masyarakat, hewan, dan lain-lainnya. Begitu juga dengan satua yang menceritakan kehidupan masyarakat masa lampau yang bisa kita gunakan sebagai cerminan dalam kehidupan sehari-hari.
Jika saat ini kita berbicara masalah satua terhadap generasi muda, mungkin kita akan diketawai dan dikatakan sebagai generasi yang old atau generasi yang kurang up-date terhadap zaman modern. Karena banyak generasi yang menganggap bahwa satua hanya berlaku pada zaman dahulu.
Tapi, jika kita lihat lebih luas ke dalam maupun ke samping, satua ini bisa menjadi sebuah tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Karena dalam satua banyak memilii nilai-nilai dan petuah-petuah yang patut diimplementasikan ke dalam kehidupan dan dalam pergaulan. Di samping itu juga, satua yang telah menjadi warisan leluhur yang benar adanya untuk dilestarikan agar tidak tengelam di zaman 4.0.
Di zaman modern ini banyak generasi muda yang kurang berminat terhadap satua Bali ataupun karya sastra yang menggunakan Bahasa Bali. Padahal jika kita telaah lebih dalam setiap satua yang disajikan dalam tutur kata ataupun media cetak, sebenarnya sudah menggunakan bahasa Bali yang mudah dimengerti dan gampang untuk mencari nilai-nilai yang ada di setiap satua bali.
Ketika kita membaca atau mendengarkan satua Bali, maka secara otomatis kita akan menangkap nilai-nilai yang diungkapkan dengan menggunakan gaya bahasa yang berbeda. Dimana seorang yang mesatua tidak berpatokan kepada teks, maka ia menggunakan bahasanya sendiri sebagai perantara dalam menyampaikan satua Bali. Sehingga kita dengan mudah menangkap amanat atau pesan yang disampaikannya.
Pesan atau amanat yang disampaikan tersebut bisa menjadi cerminan dalam menjalankan kehidupan. Cermin, jika kita berhias atau melihat fisik kita pasti ke cermin. Jadi cermin sebagai media perantara untuk melihat betapa elokkah kita atau seberapa pantaskah diri kita. Begitu juga dengan satua. Jadikan satua sebagai media perantara untuk untuk memastikan bahwa raga kita telah melakukan sebuah pesan atau amanat yang disampaikan dalam sebuah satua.
Sekarang di era 4.0 sudah banayak media yang digunakan untuk melestarikan satua Bali. Dimana media tersebut seperti You Tube, Facebook, dan Instagram. Jadi sekarang tinggal dari generasi muda untuk mencari media untuk melestarikan satua Bali. Supaya satua Bali tetap lestari dan mampu kita wariskan kepada teman ataupun kepada generasi selanjutnya.
Jadi, satua Bali sangat penting untuk dikembangkan dalam kehidupan. Agar nantinya generasi selanjutnya tahu dan dapat menjadi generasi yang tau teladan dan mana pun untuk mengembangkan satua Bali. Agar satua Bali tetap eksis di gerusan zaman.
Sebagaimana yang sering kita dengar yaitu [Idup iragané buka petaman I Angsa, ané satata ngalih daki di awakné]. Yang artinya ketika kita merasa mampu atau kurang mampu hendaknya kita melihat ke dalam diri kita sebagai mana yang dilakukan oleh Angsa ia selalu mencari kotoran ke raganya sendiri. Begitu juga dengan kita, ketika kita merasa mampu dengan diri kita maka kita harus tetap untuk melihat ke dalam diri kita sendiri.
Untuk melihat itu kita bisa gunakan satua Bali sebagai media untuk mengintrospeksi dan melihat ke dalam diri. Serta menjadi tauladan dalam mengambil keputusan atau dalam menjalankan keseharian. Karena satua juga menjadi reflesi kehidupan karena dalam satua banayak nilai-nilai yang terkandug di dalamnya. Sekarang tergantung kita bagaimana cara menyikapi hal tersebut dan agar satua Bali tetap eksis di sepanjang zaman.