14 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

Arix Wahyudhi Jana PutrabyArix Wahyudhi Jana Putra
April 23, 2025
inKhas
Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

Taksi parkir di Desa Tembok saat Hari Eaya Galungan

DALAM setiap roda yang berputar, ada cerita tentang perjalanan. Di Desa Tembok, Kecamatan Tejakula, Buleleng-Bali, kisah itu hadir dalam bentuk mobil-mobil taksi yang mendadak parkir di banyak halaman rumah saat hari raya tiba. Kendaraan itu adalah saksi bisu dari perjuangan para perantau yang kembali ke desa, dan membawa kerinduan.

Desa Tembok adalah kampung halaman saya. Saya pulang kampung 23 April 2025 saat Hari Raya Galungan.

Matahari pagi menyapu lembut, angin yang sedikit kencang membuat suara ombak pinggir pantai terdengar jelas. Suasana itu memang menjadi ciri khas Desa Tembok, desa paling ujung di bagian timur Kabupaten Buleleng.

Saya jarang pulang ke desa. Tapi, kepulangan saya kali ini perlahan mulai terusik oleh pemandangan tak biasa. Di sepanjang jalan, saya melihat beberapa mobil mulai mengisi halaman hampir di setiap rumah warga di sana, sebagian besar dengan stiker XTX atau Ngurah Rai Taxi Bali di kaca belakangnya. Mobil-mobil itu terparkir rapi, seperti menyiratkan pesan sederhana, vahwa penghuninya pulang.

Dengan jumlah penduduk mencapai 7.819 jiwa dari 2.445 kepala keluarga (KK), Desa Tembok menyimpan fakta menarik, sebanyak 2.988 jiwa atau sekitar 38,21% dari total penduduk memilih merantau, sebagian besar menjadi sopir taksi atau kendaraan lain.

Berdasar informasi yang diperoleh, di Desa Tembok ada banyak warga menjadi sopir, kebanyak sopir taksi. Perkiraannya ada sekitar 400 hingga 500 orang. Mereka kebanyakan menjadi supir taksi, sebagian lain menjadi supir pariwisata, atau supir mobil boks barang.

Taksi parkir di tepi jalan di Desa Tembok saat Hari Raya Galungan | Foto: Arix

Desa Tembok mendadak ramai setiap kali rahinan seperti Galungan atau Kuningan tiba. Menjadi sebuah momen di kala para perantau yang bekerja sebagai supir taksi atau supir lainnya di Denpasar, Badung, dan kota besar lainnya di Bali, kembali ke kampung halaman. Fenomena ini telah menjadi bagian dari ritme kehidupan desa yang kini dikenal sebagai salah satu desa perantau.

Tradisi dan Jejak Merantau

Rasa penasaran muncul pada diri saya untuk bertanya ke beberapa orang di desa terkait fenomena ini. Salah satunya, Ketut Sarjana, seorang supir taksi yang telah bekerja selama lebih dari 28 tahun di Denpasar. Ia berbagi cerita di bawah rindangnya pohon mete di samping rumahnya.

“Setiap kali Galungan, saya selalu pulang. Ini bukan sekadar tradisi, tapi juga cara untuk mengingatkan diri sendiri dari mana saya berasal,” kata Ketut Sarjana sambil menyeruput kopi hitam.

Ketut Sarjana, seperti banyak penduduk Desa Tembok lainnya, memutuskan merantau untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Minimnya lapangan pekerjaan di desa memaksa sebagian besar warga untuk mencari penghasilan di luar.

“Awalnya sulit, tapi lama-lama saya menikmatinya. Menjadi supir taksi memberi saya kebebasan waktu, meskipun kerja keras,” kata Sarjana.

Sama seperti Ketut Sarjana, Ketut Agus Dharma , juga bekerja sebagai supir. Namun ia bukan supir taksi, melainkan supir antar-jemput turis di Denpasar.

Taksi parkir di halaman rumah di Desa Tembok saat Hari Raya Galungan | Foto: Arix

Agus Dharma mengatakan pekerjaan ini adalah pilihan terbaik untuk menunjang kebutuhan keluarga. “Saya merasa pekerjaan ini fleksibel. Saya bisa mengatur waktu untuk keluarga, meskipun harus tinggal jauh dari rumah,” ujarnya.

Ketika ditanya tentang kepulangannya ke Desa Tembok setiap Galungan dan Kuningan, ia menjawab sambil tersenyum, “Desa ini adalah rumah, tempat saya bisa istirahat dari hiruk-pikuk kota.”

Desa yang Sepi, Desa yang Hidup Kembali

Di hari-hari biasa, Desa Tembok bisa terasa seperti desa yang kehilangan sebagian jiwa mudanya. Banyak rumah hanya dihuni oleh orang tua dan anak-anak. Namun, saat Galungan dan Kuningan tiba, suasana berubah drastis. Riuh-rendah kembali memenuhi jalanan desa. Suara anak-anak yang bermain, hingga aroma khas masakan yang mengepul dari dapur rumah-rumah warga membawa kehidupan baru.

Perbekel (Kepala Desa) Tembok Dewa Ketut Willy Asmawan  mengamati fenomena ini dengan rasa haru. “Anak-anak di desa kami mungkin pergi jauh untuk bekerja, tapi setiap rahinan mereka selalu kembali. Itu yang membuat kami merasa desa ini tetap hidup,” katanya

Menjaga Tradisi di Tengah Modernitas

Di tengah modernitas yang perlahan merayap masuk ke kehidupan mereka, warga Desa Tembok tetap berusaha menjaga tradisi dan adat istiadat. Bagi para perantau, kepulangan setiap rahinan bukan hanya soal berjumpa keluarga, tapi juga menjaga koneksi spiritual dengan leluhur mereka.

Ketut Sarjana menjelaskan, “Setiap saya pulang, saya merasa lebih dekat dengan leluhur.  Seperti momen untuk memohon restu dan berkah sebelum kembali menghadapi kerasnya kehidupan di kota.”

Namun, tak semua kisah itu manis. Beberapa perantau mengaku kesulitan menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dengan tradisi. “Kadang-kadang sulit ya sulit juga untuk dapat libur, apalagi kalau turis sedang ramai,” ujar Agus Dharma. “Tapi saya selalu berusaha. Meski hanya sebentar, saya tetap pulang,” katanya.

Harapan untuk Desa Tembok

Fenomena para supir yang pulang kampung ini mengundang perhatian lebih luas terhadap Desa Tembok. Banyak yang berharap desa ini dapat berkembang sehingga anak-anak muda tidak perlu merantau untuk mencari pekerjaan.

“Saya berharap ada lebih banyak peluang kerja di sini, supaya anak-anak kita nanti tidak perlu pergi jauh,” kata Agus Dharma dengan nada penuh harap.

Sementara itu, Dewa Ketut Willy Asmawan, selaku Kepala Desa Tembok, mengakui bahwa fenomena ini adalah tantangan sekaligus potensi.

“Kami sedang berupaya mengembangkan desa wisata dan pelatihan keterampilan untuk generasi muda. Semoga ini bisa menjadi solusi agar mereka bisa berkarya tanpa meninggalkan desa,” kata . Dewa Willy.

Jika ditarik kembali, sekitar tahun 1980-an, Desa Tembok terkenal akan Jeruk keprok khas Tejakula. Kala itu, ada istilah “ngumbah lima aji bir” atau “membasuh tangan dengan bir”, karena saking banyaknya produksi jeruk. Tetapi akibat serangan penyakit CVPD (citrus vein phloem degeneration), jeruk ini mengalami kepunahan, yang secara tidak langsung membunuh hasil alam di desa Tembok itu sendiri.

Mobil warga perantau saat pulang kampung ke Desa Tembok | Foto: Arix

Sekarang, Desa Tembok berupaya untuk mengembalikan kejayaan jeruk keprok kembali. “Kurang lebih sudah sekitar 5000 bibit jeruk keprok sudah kami sebarkan untuk para pentani lokal di desa agar bisa dikembangkan dan menumbuhkan rasa percaya diri petani untuk bertani jeruk lagi,” kata Dewa Willy.

Ketika jeruk ini nanti mampu di kembangkan lagi dan berhasil, maka tidak menutup kemungkinan nanti di Desa Tembok akan muncul lapangan pekerjaan agar bisa menarik warga lokal untuk tidak pergi keluar desa.

“Kami tidak melarang orang di desa untuk merantau, tapi jika dipikirkan lagi, kenapa kita tidak berusaha untuk mengembangkan desa kita sendiri agar tidak sampai harus keluar desa untuk bekerja.” Kalimat itu yang saya ingat setelah mengobrol dengan Kepala Desa Tembok.

Pulang di Kala Senggang

Ketika sore tiba, suara ombak mulai terdengar melambat. Saat pulang, saya melihat orang-orang desa, dengan pakaian adat lengkap, bersiap untuk sembahyang bersama keluarga. Mungkin di mata mereka, sebagai keluarga para perantau, kepulangan bukan hanya sekadar tradisi, tapi juga ritual untuk menguatkan akar mereka di tanah kelahiran.

Seharian di Desa Tembok mengajarkan saya, sebagai salah satu anak perantau juga, bahwa, rumah bukan hanya tempat untuk kembali, tetapi juga sumber kekuatan yang memberi makna pada perjalanan hidup. Ada cerita, kenangan, dan doa yang mengingatkan kita untuk selalu bersyukur.

Sebagai perantau, ingatlah, sejauh apa pun langkah kaki membawa pergi, desa adalah tempat yang akan selalu menerima kita dengan tangan terbuka. Pulanglah, walau hanya sebentar. Sebab, desa adalah akar dari pohon kehidupan kita. [T]

Reporter/Penulis: Arix Wahyudhi Jana Putra
Editor; Adnyana Ole

Penulis adalah mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja yang sedang menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) di tatkala.co.

  • BACA JUGA:
Menengok Desa Tembok

Malam Perayaan dan Pergelaran Budaya di Desa Tembok: Kolaborasi Dua Agama

Malam Perayaan dan Pergelaran Budaya di Desa Tembok: Kolaborasi Dua Agama

Mengadu Layang-layang di Langit Cerah Desa Tembok

Tags: baliDesa Tembokhari raya galungan
Previous Post

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Next Post

Kampusku Sarang Hantu [12]: Anak-Anak Bermain di Sungai Kecil

Arix Wahyudhi Jana Putra

Arix Wahyudhi Jana Putra

Gede Arix Wahyudhi Jana Putra. Mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja

Next Post
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [12]: Anak-Anak Bermain di Sungai Kecil

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Menakar Kemelekan Informasi Suku Baduy

by Asep Kurnia
May 14, 2025
0
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

“Di era teknologi digital, siapa pun manusia yang lebih awal memiliki informasi maka dia akan jadi Raja dan siapa yang ...

Read more

Pendidikan di Era Kolonial, Sebuah Catatan Perenungan

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 13, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

PENDIDIKAN adalah hak semua orang tanpa kecuali, termasuk di negeri kita. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,  dijamin oleh konstitusi...

Read more

Refleksi Visual Made Sudana

by Hartanto
May 12, 2025
0
Refleksi Visual Made Sudana

JUDUL Segara Gunung karya Made Sudana ini memadukan dua elemen alam yang sangat ikonikal: lautan dan gunung. Dalam tradisi Bali,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
Khas

Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

by I Nyoman Tingkat
May 12, 2025
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co