7 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

Arix Wahyudhi Jana PutrabyArix Wahyudhi Jana Putra
April 23, 2025
inKhas
Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

Taksi parkir di Desa Tembok saat Hari Eaya Galungan

DALAM setiap roda yang berputar, ada cerita tentang perjalanan. Di Desa Tembok, Kecamatan Tejakula, Buleleng-Bali, kisah itu hadir dalam bentuk mobil-mobil taksi yang mendadak parkir di banyak halaman rumah saat hari raya tiba. Kendaraan itu adalah saksi bisu dari perjuangan para perantau yang kembali ke desa, dan membawa kerinduan.

Desa Tembok adalah kampung halaman saya. Saya pulang kampung 23 April 2025 saat Hari Raya Galungan.

Matahari pagi menyapu lembut, angin yang sedikit kencang membuat suara ombak pinggir pantai terdengar jelas. Suasana itu memang menjadi ciri khas Desa Tembok, desa paling ujung di bagian timur Kabupaten Buleleng.

Saya jarang pulang ke desa. Tapi, kepulangan saya kali ini perlahan mulai terusik oleh pemandangan tak biasa. Di sepanjang jalan, saya melihat beberapa mobil mulai mengisi halaman hampir di setiap rumah warga di sana, sebagian besar dengan stiker XTX atau Ngurah Rai Taxi Bali di kaca belakangnya. Mobil-mobil itu terparkir rapi, seperti menyiratkan pesan sederhana, vahwa penghuninya pulang.

Dengan jumlah penduduk mencapai 7.819 jiwa dari 2.445 kepala keluarga (KK), Desa Tembok menyimpan fakta menarik, sebanyak 2.988 jiwa atau sekitar 38,21% dari total penduduk memilih merantau, sebagian besar menjadi sopir taksi atau kendaraan lain.

Berdasar informasi yang diperoleh, di Desa Tembok ada banyak warga menjadi sopir, kebanyak sopir taksi. Perkiraannya ada sekitar 400 hingga 500 orang. Mereka kebanyakan menjadi supir taksi, sebagian lain menjadi supir pariwisata, atau supir mobil boks barang.

Taksi parkir di tepi jalan di Desa Tembok saat Hari Raya Galungan | Foto: Arix

Desa Tembok mendadak ramai setiap kali rahinan seperti Galungan atau Kuningan tiba. Menjadi sebuah momen di kala para perantau yang bekerja sebagai supir taksi atau supir lainnya di Denpasar, Badung, dan kota besar lainnya di Bali, kembali ke kampung halaman. Fenomena ini telah menjadi bagian dari ritme kehidupan desa yang kini dikenal sebagai salah satu desa perantau.

Tradisi dan Jejak Merantau

Rasa penasaran muncul pada diri saya untuk bertanya ke beberapa orang di desa terkait fenomena ini. Salah satunya, Ketut Sarjana, seorang supir taksi yang telah bekerja selama lebih dari 28 tahun di Denpasar. Ia berbagi cerita di bawah rindangnya pohon mete di samping rumahnya.

“Setiap kali Galungan, saya selalu pulang. Ini bukan sekadar tradisi, tapi juga cara untuk mengingatkan diri sendiri dari mana saya berasal,” kata Ketut Sarjana sambil menyeruput kopi hitam.

Ketut Sarjana, seperti banyak penduduk Desa Tembok lainnya, memutuskan merantau untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Minimnya lapangan pekerjaan di desa memaksa sebagian besar warga untuk mencari penghasilan di luar.

“Awalnya sulit, tapi lama-lama saya menikmatinya. Menjadi supir taksi memberi saya kebebasan waktu, meskipun kerja keras,” kata Sarjana.

Sama seperti Ketut Sarjana, Ketut Agus Dharma , juga bekerja sebagai supir. Namun ia bukan supir taksi, melainkan supir antar-jemput turis di Denpasar.

Taksi parkir di halaman rumah di Desa Tembok saat Hari Raya Galungan | Foto: Arix

Agus Dharma mengatakan pekerjaan ini adalah pilihan terbaik untuk menunjang kebutuhan keluarga. “Saya merasa pekerjaan ini fleksibel. Saya bisa mengatur waktu untuk keluarga, meskipun harus tinggal jauh dari rumah,” ujarnya.

Ketika ditanya tentang kepulangannya ke Desa Tembok setiap Galungan dan Kuningan, ia menjawab sambil tersenyum, “Desa ini adalah rumah, tempat saya bisa istirahat dari hiruk-pikuk kota.”

Desa yang Sepi, Desa yang Hidup Kembali

Di hari-hari biasa, Desa Tembok bisa terasa seperti desa yang kehilangan sebagian jiwa mudanya. Banyak rumah hanya dihuni oleh orang tua dan anak-anak. Namun, saat Galungan dan Kuningan tiba, suasana berubah drastis. Riuh-rendah kembali memenuhi jalanan desa. Suara anak-anak yang bermain, hingga aroma khas masakan yang mengepul dari dapur rumah-rumah warga membawa kehidupan baru.

Perbekel (Kepala Desa) Tembok Dewa Ketut Willy Asmawan  mengamati fenomena ini dengan rasa haru. “Anak-anak di desa kami mungkin pergi jauh untuk bekerja, tapi setiap rahinan mereka selalu kembali. Itu yang membuat kami merasa desa ini tetap hidup,” katanya

Menjaga Tradisi di Tengah Modernitas

Di tengah modernitas yang perlahan merayap masuk ke kehidupan mereka, warga Desa Tembok tetap berusaha menjaga tradisi dan adat istiadat. Bagi para perantau, kepulangan setiap rahinan bukan hanya soal berjumpa keluarga, tapi juga menjaga koneksi spiritual dengan leluhur mereka.

Ketut Sarjana menjelaskan, “Setiap saya pulang, saya merasa lebih dekat dengan leluhur.  Seperti momen untuk memohon restu dan berkah sebelum kembali menghadapi kerasnya kehidupan di kota.”

Namun, tak semua kisah itu manis. Beberapa perantau mengaku kesulitan menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dengan tradisi. “Kadang-kadang sulit ya sulit juga untuk dapat libur, apalagi kalau turis sedang ramai,” ujar Agus Dharma. “Tapi saya selalu berusaha. Meski hanya sebentar, saya tetap pulang,” katanya.

Harapan untuk Desa Tembok

Fenomena para supir yang pulang kampung ini mengundang perhatian lebih luas terhadap Desa Tembok. Banyak yang berharap desa ini dapat berkembang sehingga anak-anak muda tidak perlu merantau untuk mencari pekerjaan.

“Saya berharap ada lebih banyak peluang kerja di sini, supaya anak-anak kita nanti tidak perlu pergi jauh,” kata Agus Dharma dengan nada penuh harap.

Sementara itu, Dewa Ketut Willy Asmawan, selaku Kepala Desa Tembok, mengakui bahwa fenomena ini adalah tantangan sekaligus potensi.

“Kami sedang berupaya mengembangkan desa wisata dan pelatihan keterampilan untuk generasi muda. Semoga ini bisa menjadi solusi agar mereka bisa berkarya tanpa meninggalkan desa,” kata . Dewa Willy.

Jika ditarik kembali, sekitar tahun 1980-an, Desa Tembok terkenal akan Jeruk keprok khas Tejakula. Kala itu, ada istilah “ngumbah lima aji bir” atau “membasuh tangan dengan bir”, karena saking banyaknya produksi jeruk. Tetapi akibat serangan penyakit CVPD (citrus vein phloem degeneration), jeruk ini mengalami kepunahan, yang secara tidak langsung membunuh hasil alam di desa Tembok itu sendiri.

Mobil warga perantau saat pulang kampung ke Desa Tembok | Foto: Arix

Sekarang, Desa Tembok berupaya untuk mengembalikan kejayaan jeruk keprok kembali. “Kurang lebih sudah sekitar 5000 bibit jeruk keprok sudah kami sebarkan untuk para pentani lokal di desa agar bisa dikembangkan dan menumbuhkan rasa percaya diri petani untuk bertani jeruk lagi,” kata Dewa Willy.

Ketika jeruk ini nanti mampu di kembangkan lagi dan berhasil, maka tidak menutup kemungkinan nanti di Desa Tembok akan muncul lapangan pekerjaan agar bisa menarik warga lokal untuk tidak pergi keluar desa.

“Kami tidak melarang orang di desa untuk merantau, tapi jika dipikirkan lagi, kenapa kita tidak berusaha untuk mengembangkan desa kita sendiri agar tidak sampai harus keluar desa untuk bekerja.” Kalimat itu yang saya ingat setelah mengobrol dengan Kepala Desa Tembok.

Pulang di Kala Senggang

Ketika sore tiba, suara ombak mulai terdengar melambat. Saat pulang, saya melihat orang-orang desa, dengan pakaian adat lengkap, bersiap untuk sembahyang bersama keluarga. Mungkin di mata mereka, sebagai keluarga para perantau, kepulangan bukan hanya sekadar tradisi, tapi juga ritual untuk menguatkan akar mereka di tanah kelahiran.

Seharian di Desa Tembok mengajarkan saya, sebagai salah satu anak perantau juga, bahwa, rumah bukan hanya tempat untuk kembali, tetapi juga sumber kekuatan yang memberi makna pada perjalanan hidup. Ada cerita, kenangan, dan doa yang mengingatkan kita untuk selalu bersyukur.

Sebagai perantau, ingatlah, sejauh apa pun langkah kaki membawa pergi, desa adalah tempat yang akan selalu menerima kita dengan tangan terbuka. Pulanglah, walau hanya sebentar. Sebab, desa adalah akar dari pohon kehidupan kita. [T]

Reporter/Penulis: Arix Wahyudhi Jana Putra
Editor; Adnyana Ole

Penulis adalah mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja yang sedang menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) di tatkala.co.

  • BACA JUGA:
Menengok Desa Tembok

Malam Perayaan dan Pergelaran Budaya di Desa Tembok: Kolaborasi Dua Agama

Malam Perayaan dan Pergelaran Budaya di Desa Tembok: Kolaborasi Dua Agama

Mengadu Layang-layang di Langit Cerah Desa Tembok

Tags: baliDesa Tembokhari raya galungan
Previous Post

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Next Post

Kampusku Sarang Hantu [12]: Anak-Anak Bermain di Sungai Kecil

Arix Wahyudhi Jana Putra

Arix Wahyudhi Jana Putra

Gede Arix Wahyudhi Jana Putra. Mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja

Next Post
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [12]: Anak-Anak Bermain di Sungai Kecil

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Menguatkan Spiritualitas dan Kesadaran Budaya melalui Tumpek Krulut

by I Wayan Yudana
June 7, 2025
0
Tumpek Landep dan Ketajaman Pikiran

TUMPEK Klurut, sebagai salah satu rahina suci dalam ajaran agama Hindu di Bali, memiliki makna yang sangat mendalam dalam memperkuat...

Read more

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas
Khas

Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

“Kami tahu, tak ada kata maaf yang bisa menghapus kesalahan kami, tak ada air mata yang bisa membasuh keburukan kami,...

by Komang Sujana
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

June 7, 2025
Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

June 7, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co