APA yang ada di pikiran Anda tentang angka 40? Sebuah angka menuju pertengahan 100, sebuah kadar persentase di bawah separuh, atau umur menjelang paruh baya? Pada tulisan ini saya akan membahas hal yang ketiga, umur atau usia.
Usia 40 tentunya sudah sangat dewasa bagi seorang manusia. Sebagian besar sudah menemukan pasangan hidup, memiliki anak, bahkan cucu.
Saya pun begitu, di usia 40 ini, saya sudah menjadi seorang ibu dari dua anak. Tampaknya sudah sangat ideal ya. Tetapi sebelumnya, saat masih usia awal tiga puluhan, saya selalu merasa ada pertentangan dalam diri saya sendiri. Ada sesuatu yang belum saya dapatkan, bahkan sepertinya beberapa hal yang saya pernah punya, malah menghilang.
Penyebabnya, tentu saja, status dan kehidupan sudah berbeda dari umur dua puluhan yang masih bisa bebas dan aktif untuk melakukan apa saja. Cuma saat muda, saya dihadapkan pada rutinitas kerja kantoran yang membuat beberapa hobi dan keinginan saat itu belum bisa terpenuhi. Dan hal itu bertambah pelik saat berumah tangga.
Perihal beradaptasi dengan keluarga baru menjadi ujian yang tak kunjung selesai, membuat mimpi-mimpi makin menjauh. Hidup saya terasa monoton dan berjalan lurus tanpa kelokan seru yang membuat hidup.
“Bukannya aku kurang bersyukur, aku hanya merasa terkungkung pada adat dan budaya yang membuatku ingin kembali menjadi diri sendiri.”
Kecemasan dan kegelisahan terus saya sangat rasakan hingga di akhir kepala tiga. Saya berusaha mengalihkannya dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan dari rumah, agar tetap tak meninggalkan tugas dan kewajiban saya sebagai ibu rumah tangga.
“Maka aku mulai mencari jalan agar aku pulang pada diri. Aku tak pernah lelah mencari. Pada mimpi aku bersandar, aku bersabar.
Kemudian, mendekati usia 40, satu per satu cahaya impian mulai berpendar. Aku berdebar.”
Mimpi-mimpi saya untuk pergi ke beberapa tempat, keinginan untuk bertemu orang-orang yang saya idolakan, dan belajar hal baru yang selama ini hanya ada dalam angan, akhirnya kesampaian.
Karena saya mengikuti Mahima. Disanalah saya menuai dan menyemai mimpi-mimpi yang tadinya terasa mustahil untuk diraih.
Berawal dari acara kunjungan penulis senior dan juga Duta Baca Indonesia, Gol A Gong, ke rumah Mahima, dimana saya dengan rasa rindu yang sangat besar pada dunia kepenulisan akhirnya menjalin hubungan kembali setelah lama tak berjumpa dengan sahabat saya Sonia dan suaminya Bli Ole, pendiri Komunitas Mahima.
Padahal kami masih tinggal dalam satu kota, tapi kondisi saya yang saat itu tidak memungkinkan untuk dengan bebas mengikuti kegiatan di luar ranah rumah tangga dan usaha saya.
Di sana saya begitu antusias bertemu Kang Gol A Gong, kami berfoto bersama, saya meminta tandatangannya di buku cerpen pertama saya, sampai sempat pula saya mengikuti kelas menulis onlinenya. Dari situ saya merasa ada sesuatu yang membuat saya merasa bersemangat lagi untuk memulai setiap harinya.
Dan kemudian Sonia memberitahukan bahwa Mahima akan mengadakan lagi Singaraja Literary Festival yang akan mengundang penulis-penulis ternama. Saya seperti terpanggil untuk bergabung. Inilah yang sepertinya saya cari.
“Aku menjadi sukarelawan di usia 40, menjadi relawan untuk bertemu para penulis yang karyanya sudah kubaca sejak usia 20”
Singaraja Literary Festival tahun ke-3 berlangsung di bulan Agustus 2024, beberapa bulan sebelum ulang tahun saya ke 40. Benar-benar cahaya impian itu berpendar memasuki usia yg menurut saya keramat ini.
Dengan dukungan suami dan kerjasama yang baik dari anak-anak saya, acara Festival itu bisa saya nikmati dengan bahagia. Bukan hanya bertemu para penulis terkenal, bahkan para sineas, artis dan aktivis yang sebelumnya hanya saya lihat di media sosialnya, akhirnya bisa saya temui secara langsung. Marlowe Bandem, Saras Dewi, Ayu Laksmi, dan yang senator kesayangan Bali, Niluh Djelantik.
Di momen itu, untuk pertama kalinya Mbok Niluh memeluk dan bicara langsung pada saya. Banyak air mata haru yang tumpah karena akhirnya saya menemukan ruang tempat saya kembali pulang pada diri saya.
- BACA JUGA:
Tidak cuma sampai di situ. Setelah acara festival berakhir, saya membantu Sonia merampungkan laporan pertanggungjawaban yang membuat saya kembali belajar tentang aturan administrasi dan perpajakan. Ilmu baru lagi untuk otak kepala 4 saya. Dan masih ada kabar gembira lagi.
Pasca festival yang membuat saya menjadi akrab dengan penulis idola saya, Dee Lestari, beberapa hari menjelang hari ulang tahun saya di bulan November, masuklah sebuah chat dari Dee yang benar-benar membuat saya berteriak histeris.
Dee menawarkan saya untuk ikut Kelas Kaizen, kelas menulis onlinenya yang sangat terkenal itu dengan cuma-cuma alias gratis. Dan hal itu menjadi kado ulang tahun yang terindah buat saya.
Mahima masih memberi kejutan lagi bagi saya. Memasuki tahun yang baru, di Januari 2025, komunitas kami ini mendapat undangan dari Tsinghua South East Asia University untuk mengikuti seminar dan kuliah umum mengenai Music and Brain, dari Prof. Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi saat ini.
Sonia mengajak saya untuk mengikuti seminar bersamanya dan ternyata hadir juga Giring Ganesha ang Wakil Menteri Kebudayaan, serta Yovie Widianto yang menjadi Staf Khusus Kepresidenan Bidang Ekonomi Kreatif.
“Betapa duniaku kini menjadi begitu luas, dan aku merasa bebas. Aku menuai dan menyemai mimpi demi mimpi, yang sebelumnya terasa mustahil untuk ‘ku raih”
Di ulang tahun ke 17 Mahima, Sonia mendapuk saya untuk bermonolog dengan naskah yang beliau buat setelah mengenal saya sebagai kawannya, dan tahu betul apa yang ingin saya sampaikan. Saya sangat terharu, bangga dan bahagia menjadi perempuan ke-12 dari program Monolog 100 perempuan yang sedang dikerjakan oleh Mahima. Dan tentu saja hal yang dijadikan inti dari naskah monolog saya adalah yang sudah saya tuliskan di atas tadi. Bagaimana hidup saya baru dimulai di umur 40.
“Aku mulai sadar, hidupku baru dimulai saat ini, di angka 40 ini. Yes, my life really begin at 40”
Terima kasih Mahima. Saya sangat bahagia bisa menjadi bagian dari Komunitas Sastra luar biasa ini. Dan bahagia juga, karena akhirnya saya telah menemukan jati diri saya di rumah ini. Teruslah berkarya serta mencipta euforia-euforia sastra di Singaraja tercinta kita.
“Mahima kini menjadi rumahku, menjadi diriku, dan menjadi berarti.”
- Catatan : Tulisan yang dicetak miring dan bertanda kutip adalah bagian dari naskah monolog karya Kadek Sonia Piscayanti yang ditampilkan oleh Ni Luh Nova Aryani pada tanggal 14 Maret 2025 di Rumah Komunitas Mahima pada acara Mahima March March March.
Penulis: Nova Aryani
Editor: Adnyana Ole
- BACA JUGA: