“MEDAL-MEDIL” adalah kisah rekaan yang unik. Alurnya sederhana tapi gagasannya tentang estetika dan etika kegembiraan anak-anak sekaligus etika pendidikan anak-anak muda, sungguhlah brilian.
Kisah ini dimainkan Teater Jungut Sari dari SMAN 1 Sukawati, Gianyar, dalam Lomba Drama Modern Berbahasa Bali serangkaian Bulan Bahasa Bali VII tahun 2025 yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan Bali di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, Denpasar. Tentu karena dimainkan dengan begitu baik, teater sekolah ini pun diganjar juara satu.
Pada saat lomba, sejumlah penonton yang rajin menonton lomba itu, sudah menebak bahwa Teater Jungut Sari bakal jadi juara. Permainan teater itu menghibur sebagai tontonan, juga mendidik sebagai pengajaran Bahasa Bali sekaligus pengajaran drama itu sendiri.

Jungut Sari Teater usai pementasan di atas panggung | Foto: Dok. Jungut Sari Teater
Jungut Sari Teater, atau Teater Jungut Sari, adalah salah satu ekstrakurikuler di SMA Negeri 1 Sukawati, sebuah sekolah yang berlokasi di Jalan Lettu Wayan Sutha II, Sukawati, Gianyar, Bali. Ekstrakurikuler ini diikuti oleh anak-anak sekolah yang punya minat besar dalam bidang sastra, teater dan sejenisnya.
Jungut Sari dikenal aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan teater, termasuk festival atau lomba-lomba, dan berkali-kali juara. Pada November 2024, teater ini menjadi juara 1 Festival Teater Berbahasa Bali antar SMA/SMK se-Bali yang diselenggarakan Balai Bahasa Provinsi Bali.
Ini yang menarik. Dalam ajang Lomba Drama Modern serangkaian Bulan Bahasa Bali tahun 2023, Teater Jungut Sari mendapatkan juara satu. Dan, sesuai aturan, kelompok teater itu tidak diperkenankan ikut lomba pada Bulan Bahasa Bali 2024.
“Kami menyayangkan aturan tersebut, karena bagi kami, terpenting adalah ada wadah bagi kelompok-kelompok teater seperti kami yang anggotanya tentu anak-anak muda yang selalu ingin belajar terkhusus dalam bidang teater. Apalagi, tak banyak event teater yang ada di Bali,” kata Ketua Jungut Sari Teater, Aditya Paramartha.
Karena sempat diizinkan ikut tahun 2024, maka pada Bulan Bahasa Bali tahun 2025 ini Jungut Sari sangat antusias berpartisipasi dalam lomba.
Tentang Lomba Drama Modern Bulan Bahasa Bali 2025
Lomba Drama Bali Modern serangkaian Bulan Bahasa Bali ke VII tahun 2025 diikuti 15 peserta.
Mereka adalah Teater Solagracia, Teater Taksu Smadara, Teater Samanta, Teater Doremi (berhalangan hadir), Teater Garaka, Teater Takhta, Jungut Sari Teater, SMAN 1 Kuta Utara, Teater Jineng, Komunitas Seni Wong Samar, Teater Tiga, Teater Langit, SMAN 1 Abiansemal, Teater Angin, dan Teater Antara.

Berfoto bersama juri | Foto: Dok. Jungut Sari Teater
Juri yang terdiri dari Mas Ruscitadewi, Wayan Sugita dan Putu Suartama memutuskan Jungut Sari Teater (SMAN 1 Sukawati) sebagai juara satu, juara 2 diperoleh oleh Teater Tiga (SMAN 3 Denpasar), dan juara 3 diperoleh oleh Teater Jineng (SMAN 1 Tabanan).
Proses Jungut Sari Teater, Dari Memburu Naskah Hingga Juara
Jungut Sari Teater, seperti disebutkan di awal, sangat menunggu-nunggu perlombaan ini, karena tahun sebelumnya, dengan status juara satu, mereka tak bisa ikut pada tahun 2024.
“Dengan sangat antusias kami berpartisipasi di tahun 2025 ini,” kata Aditya.

Pementasan Medal-Medil | Foto: Dok. Jungut Sari Teater
Keseriusan mereka diawali dengan membeuru referensi-referensi karya Sastra Bali Modern. Saat mereka berdiskusi dengan pembina teater Jungut Sari, Kadek Wahyu Ardi Putra, mereka disarankan untuk mencari referensi karya-karya dari sastrawan I Nyoman Manda.
Ini mengingat Nyoman Manda sempat menjadi kepala sekolah pertama di SMAN 1 Sukawati. Aditya bersama Kenzo, selaku Ketua dan Wakil Ketua Jungut Sari Teater, lalu berinisiatif menuju perpustakaan daerah Gianyar. Namun di perpustakaan itu tidak ada buku-buku karya Nyoman Manda.
Uniknya, pegawai perpustakaan di sana menginformasikan kepada mereka bahwa buku-buku Nyoman masih tersimpan di sebuah yayasan yang justru letaknya dekat sekolah SMAN 1 Sukawati.
“Pegawai itu mengarahkan kami menuju Yayasan Wahana Dharma Sastra Made Sanggra di Banjar Gelulung, Sukawati,” kata Aditya.
Di yayasan itu akhirnya mereka menemukan kumpulan naskah drama, cerpen dan buku karya Bapak I Nyoman Manda. Dengan menyerap inspirasi dari karya-karya Nyoman Manda itu. pada akhirnya mereka memainkan drama dengan menggunakan naskah ciptaan pembina teater di sekolah itu, yakni Wahyu Ardi. Naskah itu berjudul “Medal Medil” terinspirasi dari karya-karya Nyoman Manda.

Pementasan Medal-Medil | Foto: Dok. Jungut Sari Teater
“Medal Medil” mengisahkan Made Madu di Desa Batu Aji yang sawahnya sedang panen. Anak anak di desa, bergembira menyambut hal itu, bermain di sawah sangat ditunggu-tunggu. Mereka bermain megandu sampai sandikala.
Di sisi lain, Made Lempog juga riang sebab bisa berburu burung yang baginya adalah hama. Celakanya, saat sandikala, ia menembak sebuah burung tekukur yang hinggap di topi capil I Pekak Regeg, ayah dari Made Madu. Keluarga Pekak Regeg dulu sempat kisruh dengan keluarga Made Lempog masalah warisan sawah.
Burung tekukur itu dikiranya hinggap di topi lelakut, orang-orangan sawah. Burung terkena tembak, namun Pekak Regeg tersungkur, tak tertolong nyawanya. Pekak itu terkena serangan jantung yang dideritanya setelah terkejut mendengar suara bedil.
Karena panik, Made Lempog menyembunyikan mayat Pekak Regeg. Dijadikannya lelakut. Akibat perbuatannya ia terus dihantui pikirannya. Tidak bisa tidur pulas sebab selalu mimpi buruk.
Lelakut bukan sekedar boneka sawah, di Bali, lelakut disakralkan sebagai simbol suci penolak bala menjaga kesuburan dan agar tidak terjadi hal-hal buruk di sawah.
Di atas panggung, Jungut Sari menampilkan suasana sawah tampak begitu artistik. Mereka memunculkan objek-objek yang umumnya ditemukan pada sawah di Bali, seperti lelakut, pindekan, bentang tali disertai kalen-kaleng dan plastik yang tergantung.
Aditya Paramartha menceritakan, penggarapan drama ini kurang lebih dilakukan selama satu bulan. Peserta yang terlibat merupakan kelas 10 dan 11 sebanyak kurang lebih 25 orang.
“Kami berkomitmen untuk memberikan kesempatan dan pengalaman bagi yang baru bergabung kelompok teater kami,” kata Aditya.
Dalam proses latihan dan juga penggarapan artistik, mereka juga melibatkan alumni beserta pembina. Bukan tanpa kendala, kesibukan pemain sebagai siswa membuat kehadiran jarang bisa lengkap.

Kegembitraan usai pementasan | Foto: Dok. Jungut Sari Teater
Mereka bahkan sempat panik juga. Salah satu pemain sakit dan menjalani rawat inap sehingga harus diganti. Dan itu terjadi tiga hari sebelum lomba.
“Syukurnya, Galang—siswa kelas 12 bersedia menggantikan, dan ia mampu beradaptasi dengan cepat terhadap karya yg kami garap. Seiring dengan semangat kami untuk tetap tampil maksimal di atas panggung dan menghibur penonton,” kata Aditya.
Ditambah dukungan penuh dari pihak sekolah, khususnya motivasi dari Kepala Sekolah, I Wayan Widia, S.Pd., M.Pd. mereka berproses dengan lancar, hingga akhirnya menjadi juara.
Momentum yang Membanggakan
Bagi Aditya Paramartha, menjadi juara satu adalah sebuah kejutan dan pencapain yang luar biasa. Sebab, dengan kendala yang dilalui dalam proses penggarapan, ia mengaku sempat berpikir untuk tidak mengejar juara, namun setidaknya mereka bisa tampil maksimal dan menghibur. “Namun, kami mendapatkan lebih dari itu. Kami juara. Dan ini momen yang membanggakan,” kata Aditya.
Atas pencapaian itu, Aditya mewakili teman-temannya di Jungut Sari Teater menampaikan terima kasih kepada pembina teater, Wahyu Ardi dan Bu Dwi Anggraeni. Begitu juga kepada Ngurah Juniartha yang membantu urusan koreografi.

Berpose di luar panggung | Foto: Jungut Sari Teater
Ia pastinya berterima kasih juga kepada Kepala SMAN 1 Sukawati, Komite dan pihak sekolah lainnya, yang mendukung mereka baik secara moral maupun material.
Wayan Suardita, selaku sutradara juga sependapat dengan Adit, kesibukan para aktor dan kru, lalu keterlambatan saat latihan, membuat mereka sempat pesimis.
“Namun dengan semangat yang tinggi dan motivasi mencari pengalaman baru, memacu semua menampilkan yang terbaik. Dan alhasil, terharu campur bahagia bisa meraih juara satu,” kata Suardita.

Pementasan Medal-Medil | Foto: Dok. Jungut Sari Teater
Wahyu Ardi, selaku pembina, berpesan bahwa hasil yang diperoleh adalah bonus semata. Kunci keberhasilan dalam segala hal, tidak hanya dalam berteater, adalah disiplin dan ketulusan. Semoga ke depan bisa ditingkatkan lagi.
“Terlepas dari itu semua, patut berbangga karena melihat wajah-wajah baru di teater ini tampak sumringah bahagia mampu menghibur penonton yang hadir. Teruslah berkarya, anak-anak,” kata Wahyu Ardi, guru yang sejak SMA di Singaraja sudah mengenal teater dengan baik.
Kepala SMAN 1 Sukawati I Wayan Widia tentu saja turut bangga. “Saya mengucapkan selamat dan menyampaikan rasa bangga terhadap anak-anak yang sudah mampu meraih juara satu serta mengharumkan nama sekolah,” ujarnya. [T]
Reporter/Penulis: Budarsana
Editor: Adnyana Ole
- BACA JUGA: