SUATU hari di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng, Bali, sejumlah wisatawan asing berjalan-jalan di jalan-jalan desa. Sejumlah warga menemaninya. Ada yang jadi pemandu, ada yang menjadi petunjuk jalan.
Di antara warga itu terselip seorang remaja putri. Usianya sekira 17 tahun, segar dan ceria. Ia remaja asli desa yang ikut menjadi pemandu wisata di desanya. Ia, tentu saja, bisa bahasa Inggris.
Luh Mia Juni Antari, begitu nama remaja putri yang masih tergolong dalam kelompok Gen Z itu. Ia masih menempuh pendidikan sekolah menengah, tepatnya di SMKN 1 Tejakula.
Di sela-sela kesibukannya belajar, Mia—begitu ia dipanggil—dengan penuh gembira menjadi bagian dari guide wanita di Desa Wisata Les, desa kelahiran yang dicintainya. Selain itu ia juga merangkap jadi videographer sepanjang perjalanan. Ia begitu lincah dan akan menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
Mia dan gen Z di Desa Les, Tejakula, menemani turis asing untuk jalan-jalan di desa | Foto: Don
Munculnya Mia sebagai Gen Z yang aktif di desa itu menumbuhkan harapan besar, bahwa di desa-desa masih ada generasi yang dengan begitu suka-cita meluangkan waktu untuk berperan jadi agen perubahan di desanya.
Tutor Sebaya
Mia punya segudang aktifitas di sekolahnya. Ia menjadi Ketua Smekensa Digital Publication (SDP), sebuah organisasi siswa yang berkecimpung dibidang publikasi digital. Di organisasi lain ia tentu juga ikut aktif. Ia memang tak bisa diam.
Di sela-sela kesibukannya dalam urusan sekolah, Mia ternyata masih bisa membagi waktu untuk menjadi tutor sebaya di lingkungan masa kecilnya, di Bukit Yangudi.
Bukit Yangudi adalah sebuah pedusunan di atas bukit yang cukup jauh dari jalan raya, atau pusat desa. Perbukitan itu dihuni oleh warga Desa Les yang sebagian besar bekerja sebagai petani di lahan kering.
Pada masa dulu, warga di Bukit Yangudi tidak memiliki akses pendidikan yang memadai. Sekolah jauh. Jika memaksa diri untuk sekolah, anak-anak harus menempuh sejumlah jurang dan perbukitan.
Untungnya, kini, wilayah itu memiliki tempat-tempat pendidikan, meski pun bangunannya masih sederhana, sehingga anak-anak bisa mendapatkan pendidikan secara layak.
“Saya lahir di Bukit Yangudi,” kata Mia.
Ya, Mia lahir di wilayah perbukitan itu. Sampai usia lima tahun ia tinggal di wilayah itu, sebelum akhirnya pindah ke pusat desa.
Kegiatan belajar di Bukit Creative Space di Bukit Yangudi, Desa Les, Tejakula | Foto: Don
Meski sudah tinggal di pusat desa, Mia tak melupakan tempat kelahirannya itu. Buktinya, ia memiliki kepedulian tinggi terhadap tempat dia lahir.
Di Bukit Yangudi terdapat sebuah komunitas belajar yang bernama Bukit Creative Space. Itu wadah yang memang dibuat sebagai ruang bertumbuh untuk anak-anak di sekitaran Bukit Yangudi.
Nah, Bukit Creative Space inilah menjadi kelas alami untuk Mia berbagi informasi, berbagai pengetahuan, berbagi praktik baik, kepada anak-anak dan teman-teman sebayanya di bukit masa kecilnya itu.
“Ya, di Bukit Creative Space saya berbagai pengetahuan apa saja yang bisa saya bagi,” ujarnya.
Ia bisa menjadi tutor bahasa Inggris, juga bahasa Bali. Selain itu juga berbagi pengetahuan umum dengan tema-tema umum.
Mia secara rutin melakukan kelas pembelajaran di bukit masa kecilnya, minimal sekali seminggu. Tidak hanya berbagi ilmu pengetahuan, kreatifitas Mia juga mampu jadi pendorong minat anak-anak dan teman sebayanya untuk lebih kreatif lagi, terutama dalam hal non akademik.
Kebetulan Mia memang sudah terbiasa mengambil foto, video ,mengeditnya sampai membuat copy writing. Mia adalah sosok remaja putri yang selalu mengisi ruang-ruang kosong, di mana pun, di desanya.
Remaja dan anak-anak di Desa Les melakukan kegiatan bersih-bersih | Foto: Don
Tentu saja, siapa pun bisa belajar dari Mia, bisa belajar banyak dari ruang kosong dan sunyi di tepi-tepi bukit atau tepi-tepi desa. Tempat yang jauh dari hiruk-pikuk, selalu ada hal yang mengejutkan, misalnya orang yang melakukan kerja-kerja kreatif yang tak banyak orang bisa lakukan.
Keterbatasan, kesibukan dan semua yang mengikuti hidup, di mana pun itu, akan terdamaikan dengan cinta. Seperti cinta Mia pada tempat lahir, dan tempat ia bertumbuh. [T]
Reporter/Penulis: Nyoman Nadiana
Editor: Adnyana Ole