“Adopt Nest Technology (ANT), sebuah program ekoeduwisata pionir berbasis sains dan Internet of Things (IOT), diluncurkan untuk memantau dan memitigasi suhu sarang penyu serta upscaling program adopsi sarang penyu sebagai bentuk donasi dalam mendukung program konservasi penyu di Kurma Asih, Jembrana.”
***
Di Kabupaten Jembarana, Bali, terdapat sebuah kelompok yang seteia melestarikan penyu. Namanya, Kelompok Pelestari Penyu Kurma Asih. Kelompok ini terutama melakukan upaya pelestarian terhadap penyu di pantai Perancak.
Sebelumnya, kelompok ini melakukan kegiatan dengan teknologi sederhana, namun kini kelompok itu menggunakan teknologi inovatif.
Teknologi itu diterapkan dengan program bernama Adopt Nest Technology (ANT),
“Harapan kami adalah agar teknologi ini memudahkan siapa saja yang peduli untuk turut serta dalam upaya konservasi, di mana pun mereka berada,” ujar Anom Astika Jaya, ketua kelompok pelestari penyu itu.
Program ANT itu dipersembahkan oleh Yayasan WWF Indonesia bersama Indosat Ooredoo Hutchison. Program itu sesungguhnya adalah ekoeduwisata pionir berbasis sains dan Internet of Things (IOT).
Program inilah yang dirancang secara berkelanjutan untuk membantu Kelompok Kurma Asih dalam memantau dan memitigasi suhu sarang penyu.
Selain itu, program ini juga bertujuan untuk upscaling program adopsi sarang penyu sebagai bentuk donasi dalam mendukung program konservasi penyu di Kelompok Pelestari Penyu Kurma Asih, Jembrana, terutama untuk sarang-sarang yang telah direlokasi karena menghindari berbagai ancaman seperti perburuan telur maupun predasi.
Inovasi ini diharapkan mampu memberikan pengalaman yang lebih mendalam dan intim bagi para pengadopsi sarang penyu. Dengan teknologi ANT, pengunjung dapat merasakan keterlibatan langsung dalam proses penetasan telur penyu yang mereka adopsi.
Setelah melalui beberapa tahap uji coba, soft launching program ANT akhirnya dilakukan dengan agenda berupa serah terima alat ANT kepada Kelompok Pelestari Penyu Kurma Asih, Kamis, 25 Juli 2024.
Acara penyerahan ini dihadiri oleh PT Indosat Tbk, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jembrana, nelayan Desa Melaya, Robotec Udayana, dan Kelompok Pelestari Penyu Kurma Asih.
Marine ETP Species Specialist Yayasan WWF Indonesia, Yuliana Fitri Syamsuni, mengatakan program ini difokuskan untuk peningkatan kapasitas Kelompok Kurma Asih.
Proses desain dan uji coba alat ANT ini sudah dilakukan beberapa kali, dari bulan September 2023 hingga Juli 2024 ini yang sudah pada tahap prototipe akhir.
“Semoga teknologi ini dapat memberikan manfaat terutama kepada Kelompok Kurma Asih, terlebih dari segi sustainable financing. Teknologi ini juga diharapkan membantu memonitor perubahan suhu pada sarang penyu dengan lebih efektif,” kata Yuliana.
Jembrana, khususnya pantai Perancak dan sekitarnya, merupakan area peneluran utama penyu lekang (Lepidochelys olivacea) di Provinsi Bali.
Untuk menjaga keberlangsungan penyu lekang, upaya konservasi telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat lokal sejak tahun 1990-an. Kesadaran kelompok lokal, yang diprakarsai oleh kelompok konservasi Kurma Asih pada tahun 1997, terus berkembang hingga kini.
Yayasan WWF Indonesia bersama Indosat Ooredoo Hutchison mendukung peningkatan Community Based Tourism di Jembrana melalui kelompok Kurma Asih.
Peningkatan ini meliputi kapasitas kelompok, produk, dan promosi paket ekoeduwisata seperti edukasi pelepasliaran tukik, pengamatan penyu bertelur, atraksi musik tradisional, wisata mangrove, dan program adopsi sarang.
Inovasi yang dikembangkan bersama Tim Robotec Udayana ini merupakan aplikasi pemantauan sarang penyu yang secara real-time memonitor suhu inkubasi sarang dan visual sarang.
Dengan alat-alat yang dipasang untuk memungkinkan data pengukuran suhu dan perekaman visual sarang dapat divisualisasikan dalam bentuk grafis melalui situs Kurma Asih.
Selain dapat memberikan pengalaman lebih kepada para pengadopsi sarang, teknologi ini juga secara ilmiah sangat penting fungsinya dalam memantau reproduksi penyu dan membuka peluang untuk studi ilmiah bagi peneliti atau akademisi yang tertarik meneliti kajian pengaruh suhu sarang terhadap bayi penyu (tukik) yang dihasilkan.
Penyu merupakan hewan reptil laut terancam punah yang jenis kelamin embrionya ditentukan oleh suhu lingkungan atau suhu sarangnya.
Secara umum, suhu lebih hangat akan menghasilkan jenis kelamin betina sedangkan yang lebih sejuk menghasilkan jenis kelamin Jantan (Standora dan Spotila, 1985).
Sehingga, dengan suhu bumi yang semakin memanas ini (kenaikan per tahun 0.8 °C ; NOAA 2022) maka kencenderungan jenis kelamin yang banyak dihasilkan adalah tukik berjenis kelamin betina (Booth, 2017).
Ketidakseimbangan ini membuat populasi penyu semakin rentan terhadap ancaman eksternal.
Anom Astika Jaya selaku Ketua Kelompok Pelestari Penyu Kurma Asih, mengatakan alat ANT ini tidak hanya akan digunakan, tetapi juga akan dipastikan terus bermanfaat dan terjaga. Ini akan menjadi sebuah model baru. Dengan adanya teknologi ini, orang dari luar tidak perlu repot datang ke sini untuk mengadopsi sarang penyu.
“Harapan kami adalah agar teknologi ini memudahkan siapa saja yang peduli untuk turut serta dalam upaya konservasi, di mana pun mereka berada,” ujar Anom Astika Jaya.
Dengan diluncurkannya Program ANT, diharapkan semakin banyak individu yang tergerak untuk turut serta dalam upaya konservasi penyu. Teknologi ini tidak hanya memberikan transparansi dan keterlibatan yang lebih dalam bagi para pengadopsi, tetapi juga berperan penting dalam memantau dan melindungi populasi penyu yang semakin terancam.
Kedepannya, Yayasan WWF Indonesia bersama Robotec Udayana dan Indosat Ooredoo Hutchison akan terus melakukan evaluasi dan pengembangan terhadap Program ANT untuk memastikan efektivitasnya dalam mendukung konservasi penyu. [T]
Sumber: Rilis Yayasan WWF Indonesia
Editor: Adnyana Ole