30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Ubud Village Jazz Festival: Seratus Persen Panggung untuk Musik Jazz

JaswantobyJaswanto
July 26, 2024
inKhas
Ubud Village Jazz Festival: Seratus Persen Panggung untuk Musik Jazz

Konferensi pers UVJF 2024 di Sthala Ubud | Foto: Jaswanto

“KAMI sudah 11 tahun menyelenggarakan festival ini,” ujar lelaki berambut panjang itu sembari tersenyum. Perkataan tersebut disambut meriah oleh tepuk tangan hadirin. Dan itu ia ucapkan dalam jumpa pers yang banyak dihadiri oleh wartawan dari berbagai media di Bali.

Ya, menjelang pagelaran Sthala Ubud Village Jazz Festival 2024, pihak penyelenggara mengadakan jumpa pers di hotel Sthala Ubud Bali, Kamis (25/7/2024) siang. Dan lelaki berambut panjang tersebut, A.A. Anom Darsana, atau yang akrab dipanggil Gung Anom, menyampaikan banyak hal mengenai festival yang ia gagas bersama karibnya, Yuri Mahatma, itu.

Sejak dilahirkan, Ubud Village Jazz Festival (UVJF) sudah didasari dengan semangat idealisme para penggagasnya. Sepasang sahabat, Gung Anom dan Yuri Mahatma adalah dua tokoh idealis di balik festival jazz ini. Sebelum mereka bertemu sekitar tahun 2009 silam, Gung Anom masih berkarier di Swiss sebagai sound engineer (tata suara) dan Yuri sebagai musisi dan komposer musik jazz tanah air.

“Saya sempat sekolah di Swiss. Setelah tamat sempat kerja sound engineering di festival seperti Montreux Jazz Festival, Cully Jazz Festival, dan Lussane Jazz Festival di Swiss sebelum saya pulang ke Bali dan mendirikan Antida Music,” terang Gung Anom.

Gung Anom (tengah) saat berbicara di konferensi pers UVJF 2024 | Foto: Jaswanto

Kembali ke tanah kelahiran, Anom dan Yuri dipertemukan dan memiliki pandangan, ide-gagasan, yang sama terhadap musik jazz Tanah Air—sampai pikiran itu mengendap dan terbit satu pertanyaan dasar mengapa tidak ada festival jazz yang idealis (murni) di Indonesia? Mereka berdua beranggapan ada banyak festival jazz, tapi tidak benar-benar murni menampilkan musisi jazz.

Menurut Gung Anom, Indonesia memiliki banyak talenta jazz, tetapi tidak semua bisa diakomodir festival jazz yang juga banyak di tanah air. Hal tersebut disebabkan alasan komersial. Beberapa penyelenggara festival jazz tidak berani mengundang band-band jazz yang tidak terkenal hanya karena takut band tersebut tidak bisa menarik massa. Jadilah tidak semua musisi yang ditampilkan di festival-festival tersebut seorang ‘Cat’ (sebutan lain antarsesama musisi jazz).

“Festival lain bisa besar mungkin bukan karena jazz-nya, tapi karena ada musisi (bukan jazz) yang digemari masyarakat,” ungkap Anom.

Tahun 2013 UVJF resmi digelar di Arma Museum, Ubud. Ini menjadi edisi yang pertama. Namun, meski sudah digelar di pusat aktivitas wisatawan asing, UVJF perdana itu hanya dihadiri 150 penonton. Anom mengakui, mengenalkan jazz ke publik cukup sukar dan jika dilihat dari sisi komersial tentu tidak  cukup menguntungkan. “Laporan keuangan UVJF selalu merah hingga edisi keempat,” ujarnya.

Di samping itu, kurasi yang dilakukan UVJF terhadap musisi jazz bukan atas pertimbangan kepopuleran semata, melainkan dipilih berdasarkan kualitas musiknya. Hal ini memperparah kondisi UVJF edisi pertama dari segi komersial. Tapi, pemikiran idealis untuk terus mengadakan festival jazz bagi para Cats dan pecintanya tidak surut walau besar pasak daripada tiang.

Menurut Anom, ia dan tim UVJF tidak mencari hidup di festival, tapi malah sebaliknya, berusaha untuk menghidupi festival. “Soal keuntungan, kami taruh di barisan paling belakang. Yang penting misi tercapai, idealisme tersalurkan,” ujar Yuri sambil tertawa saat menguatkan apa yang dikatakan sahabatnya itu.

“Tahun ini kami menargetkan penonton sebanyak 2.500 orang per hari atau setengah dari kapasitas yang bisa ditampung Sthala. Kebanyakan penonton ini ekspat dan wisatawan asing. Ada juga yang sudah reguler dan tahu jadwal UVJF tiap tahun,” terang Anom.

Idealisme yang Terjaga

Sebagaimana telah disinggung di atas, UVJF merupakan festival jazz yang dibangun dengan idealisme yang kuat—idealisme untuk tidak mencampuradukkan musik jazz dengan genre musik yang lain dalam satu festival.

Namun, meski harus melewati banyak batu sandungan, pelan-pelan idealisme itu akhirnya membuahkan hasil. UVJF mulai dilirik penonton dan pemerintah lantaran menjelma jadi destinasi wisata khusus. Turis-turing asing berkulit pucat terus mengalir ke Bali hanya untuk menghadiri festival tersebut. Kamar-kamar hotel sekitar tempat festival penuh. UVJF dianggap rumah oleh para Cats nasional dan internasional. Di atas panggung, mereka menjadi diri.

“Kami tidak akan pernah mengubah idealisme ini; kami ada di jalur jazz dan akan tetap di jalur ini. Kami dikenal karena ini, sampai ada musisi di Jakarta yang bilang, ‘Kamu belum jadi musisi jazz kalau belum manggung di UVJF’—dan ini jadi kebanggan bagi kami,” tutur Anom.

UVJF, seperti yang telah disampaikan di atas, bukan ladang untuk mencari untung para pendiri, tapi murni menyalurkan idealisme. Kata Anom, mereka masing-masing punya kesibukan dan usaha sendiri. Dan komite UVJF baru berkumpul sebulan sebelum festival dimulai.

Yuri Mahatma, pada saat ditanya mengenai idealisme UVJF di tengah banyak festival jazz yang mencampur berbagai genre musik di dalamnya bahkan memberikan komentar yang lebih keras. “Menurut saya pribadi, memasukkan musisi di luar jazz itu jadi ibarat aib untuk UVJF,” ujar kurator musik UVJF di konferensi pers siang itu.

Tapi, Yuri menegaskan, idealisme ini hanya berlaku dalam hal konten musik yang harus jazz. Dalam hal kolaborasi, UVJF menerima bentuk seni lain di luar seni musik. Barangkali berkat idealisme yang terjaga selama satu dekade ini, UVJF kini jadi barometer musik jazz nasional maupun internasional.

Mengenai pertimbangan kurasi musik UVJF, Yuri menjelaskan bahwa pertama yang harus dilihat adalah musiknya. Menurut Yuri, jazz identik dengan improvisasi—musik yang membebaskan orang  untuk meinterpretasi lagu-lagunya. “Sepanjang musiknya mengandung unsur itu, dan porsinya banyak dalam memberi ruang improvisasi dan interpretasi, itu adalah jazz—dan itu salah satu indikator kami,” jelasnya.

Di banding dengan daerah lain di Indonesia, musik jazz di Bali memiliki ekosistem yang lebih bagus. Artinya, banyak ruang di Bali yang mengapresiasi karya-karya musisi jazz. “Salah satunya UVJF. Dari sini banyak yang tertarik untuk belajar musik jazz,” kata Yuri.

Salah satu penampil UVJF ke-11 tahun ini, Uwe Plath, saksofonis asal Dortmund, Jerman, mengaku menjadi saksi hidup perjalanan UVJF, dari edisi pertama—yang hanya mendatangkan 150 penonton itu, sampai menjadi festival jazz sekaliber sekarang.

Komite-penyelenggara UVJF, Sthala General Manager, dan beberapa musisi jazz yang akan tampil | Foto: Jaswanto

“UVJF telah memberikan warna di dunia jazz internasional. Saya masih ingat tampil pertama kali di acara perdana dan sejak itu selalu ada peningkatan. Di Eropa, UVJF ini sudah punya nama dan saya selalu mendapat pertanyaan bagaimana agar bisa datang ke sini, bagaimana agar bisa tampil di sini,” ungkap Plath. Tahun ini Plath juga akan tampil lagi di UVJF.

Plath mengatakan, tahun ini ia akan datang bersama musisi muda dari Jamaika, Jerman, dan musisi jazz muda lainnya. Ide membawa mereka dalam festival jazz internasional ini adalah bentuk dukungan kepada musisi-musisi baru tersebut. “Murid-murid saya berumur 17-18 tahun, ada juga yang berumur 11 tahun akan tampil. Jadi, itu memberikan akses kepada anak-anak untuk memiliki platform pentas,” jelasnya.

Tempat Baru

“Saya jelaskan dulu. Kenapa sejak awal memilih Ubud, dan bukan Nusa Dua, misalnya? Pertimbangannya adalah dari segi pariwisatanya. Hotel-hotel di Nusa Dua berbeda dengan yang ada di Ubud. Nusa Dua lebih mengarah ke industri pariwisata yang masif. Sedangkan di Ubud lebih membaur dengan keseniannya, dengan local wisdom-nya,” terang Yuri.

Setelah melewati sembilan edisi penyelenggaraan di Arma Museum, sejak edisi ke-10 tahun 2023 lalu, lokasi UVJF digeser ke Sthala Ubud, Desa Lodtuduh, Ubud, Gianyar. UVJF Ke-11 tahun ini—dan setidaknya empat edisi ke depan—akan digelar di hotel tersebut. “Sejak tahu lalu kami sudah bekerja sama dengan Sthala selama lima tahun mendatang,” kata Gung Anom.

Alasan utama bergesernya UVJF ke Sthala adalah karena lokasi yang tersedia di Arma Museum sudah tidak mampu mengakomodasi penambahan panggung menjadi tiga. Selain itu, masalah kemacetan di Ubud, khususnya akses menuju Arma Museum di Jalan Raya Pengosekan, Desa Mas, Ubud, juga menjadi pertimbangan serius.

Menurut Lasta Arimbawa, GM Sthala, alasan Shatala Ubud menerima kerja sama dengan UVJF karena festival ini sesuai dengan spirit perusahaan tempatnya bekerja. Selain itu, dari pagelaran ini Sthala juga mendapat banyak keuntungan tidak langsung.

“Sthala memiliki 143 kamar dan merupakan trend center untuk meeting di Ubud. Spirit kami adalah turut serta aktif membeli produk UMKM Bali. Sebelumnya, kami pernah mengadakan charity dan menyumbangkan banyak hal. Marriott tidak selalu melihat segala sesuatu dari sisi bisnis. Bekerja sama dengan tim yang luar biasa juga merupakan sesuatu hal yang harus disyukuri,” ujar Lasta.

Di tampat yang baru, tiga panggung ramah lingkungan—berbahan bambu—akan didirikan. Panggung tersebut disebut Giri, Padi, dan Subak. Panggung ini berdiri di bantaran (riverside) Tukad Wos yang menawarkan suasana eksotis. Ketiga panggung juga dirancang semaksimal mungkin untuk mendapat pemandangan langit senja. Tentu ini akan menambah indah, romantisnya, suara melodi jazz para penampil.

“Kami juga akan menghidupkan festival dengan urutan yang baik dalam penggarapan panggungnya. Tahun ini entrance-nya pindah, tetapi venue-nya sama. Flow-nya kami pelajari dari tahun lalu. Venue di Sthala sudah sangat cantik, tetapi tantangannya bidangnya tidak terlalu lebar sehingga tidak selalu ada crowd,” terang Diana Surya, arsitek yang bertugas untuk tata panggung.

Diana mengatakan bahwa UVJF juga bekerja sama dengan Eco Bali untuk urusan sampah festival—karena UVJF sangat peduli dalam menjaga bumi. “Ada 110 artis yang berpartisipasi untuk membuat lampion. Ya, nanti akan ada penjualan lampion, dan seluruh pemasukannya akan disumbangkan untuk kanker anak. Kalau ini kami bekerja sama dengan Niluh Bali,” sambungnya.

Dan mulai tahun ini, UVJF secara resmi menjadi ‘sister festival’ dengan Rostov International Jazz Festival, Rusia. Ke depan, program pertukaran musisi jazz antarkedua negara bakal dilakukan melalui Ubud dan Rostov.

Selain itu, UVJF ke-11 juga telah masuk dalam 10 besar Kharisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sthala-Ubud Village Jazz Festival tahun kedua ini akan mempersembahkan 16 penampilan solo, duo, grup, dan kolaborasi lintas negara dari Tanah Air, Jerman, Swiss, Prancis, Italia, Polandia, Rusia, dan lainnya selama dua hari, 2 dan 3 Agustus 2024.

Keenambelas penampil itu terdiri musisi jazz lokal, seperti Adien Fazmail Quinteto, Collective Harmony, Dian Pratiwi, Jazz Centrum Quartet, Galaxy Big Band, FAWR Trio, Benny Irawan Trio, dan kolaborasi lintas negara seperti Erick Chuong Trio (Hongkong) featuring Sinuksma & Kanhaiya.

Ada juga penampilan kolaborasi dan musisi mancanegara, seperti Claudio Diallo (Swiss) with Indra Gupta & Gustu Brahmanta, New Centropezn Quartet (Rusia), Noé Clerc Trio (Prancis), Rason, Rodrigo Parejo Quartet (Spanyol), Simone Prattico Trio (Italia), Uwe Plath Quartet (Jerman), dan Zagórski/Skowroński Project (Polandia) featuring Kajetan Galas. “Selama dua hari itu, komposisinya 50 persen lokal, 50 persen internasional,” kata Yuri.

Denys Cennet Planchard dari Allianze Francaise Bali mengatakan, kerja sama lintas negara ini bertujuan supaya lebih banyak musisi jazz memiliki koneksi yang berkelanjutan, khsusnya antara musisi Prancis dan Indonesia. “Kami sangat senang karena kerja sama ini tidak hanya antara kami dan Indonesia, tapi juga antara Indonesia dan Prancis, dan kami memiliki sejarah panjang. Terima kasih banyak untuk seluruh tim Indonesia UVJF,” ujar Denys.[T]

Reporter: Jaswanto
Penulis: Jaswanto
Editor: Adnyana Ole

Siap-siap, Ubud Village Jazz Festival 2024 Segera Dimulai
Delapan Band yang Mempesona pada Hari Pertama Ubud Village Jazz Festival 2023
Malam Puncak Ubud Village Jazz Festival 2023: Musik Jazz Adalah Bahasa Universal
Tags: musik jazzSthala UbudUbud Village Jazz FestivalUVJF 2024
Previous Post

Adi Setiawan alias Sentul dan Tari Wiranjaya yang Terus jadi Bahan Pelajaran

Next Post

Ikhtiar Putu Putri Ani dalam Membangkitkan Kain Songket Leluhur Desa Beratan, Sempat Rugi 300 Juta

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Ikhtiar Putu Putri Ani dalam Membangkitkan Kain Songket Leluhur Desa Beratan, Sempat Rugi 300 Juta

Ikhtiar Putu Putri Ani dalam Membangkitkan Kain Songket Leluhur Desa Beratan, Sempat Rugi 300 Juta

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

by Emi Suy
May 29, 2025
0
Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

DI masa pandemi, ketika manusia menghadapi kenyataan isolasi yang menggigit dan sakit yang tak hanya fisik tapi juga psikis, banyak...

Read more

Uji Coba Vaksin, Kontroversi Agenda Depopulasi versus Kultur Egoistik Masyarakat

by Putu Arya Nugraha
May 29, 2025
0
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

KETIKA di daerah kita seseorang telah digigit anjing, apalagi anjing tersebut anjing liar, hal yang paling ditakutkan olehnya dan keluarganya...

Read more

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co