BULELENG | TATKALA – Parade Budaya Antar Jurusan membuat suasana di kampus STAHN Mpu Kuturan, Senin (1/4) siang, menjadi sangat meriah. Tepuk tangan tak putus-putus berderak pada setiap pementasan dan atraksi seni yang dilakukan mahasiswa dari masing-masing jurusan.
Senin itu adalah Puncak Perayaan Dies Natalis ke-8 STAHN Mpu Kuturan Singaraja. Sebanyak empat Jurusan ambil bagian mementaskan atraksi sesuai ciri prodinya masing-masing.
Dalam parade seni budaya itu Jurusan Brahmawidya, Jurusan Dharma Sastra, Jurusan Dharma Duta dan Jurusan Dharma Acarya secara bergiliran menunjukkan kemampuan mereka di bidang karya seni. Areal parkir STAHN Mpu Kuturan, Jalan Pulau Menjangan, Banyuning, tempat parade itu digelar, pun menjadi ramai seperti ramainya pengunjung di pusat kesenian.
Sebagian besar yang terlibat dari parade Budaya itu memang mahasiswa. Mereka mengambil peran sesuai dengan tema yang diangkat dalam parade budaya. Totalitas itu bahkan ditunjukkan dengan penggunaan tabuh beleganjur yang dipentaskan di tengah terik matahari.
Salah satu pementasan dari Jurusan Dharma Sastra yang menampilkan bagaimana simulasi peradilan semu melalui sidang Mahkamah Konstitusi terkait usulan batas usia Cawapres. Pementasan inipun menarik perhatian sivitas Mpu Kuturan.
Bahkan, usai parodi ketok palu hakim, kemudian dilanjutkan dengan parodi debat capres dan cawapres. Tak pelak menimbulkan keriuhan dari penonton. Tepuk tangan dan apresiasi pun datang dari penonton.
Beda halnya dengan jurusan dharma Duta. Jurusan ini mengangkat pementasan terkait Hukum Tawan Karang yang menjadi hukum adat Bali khususnya di bidang maritim. Hukum Tawan Karang bahkan dialami pasukan penjajah saat kapalnya karam.
Sedangkan Jurusan Brahmawidya mengangkat pementasan fragmen Tari bertema Askara. Makna Askara ini sebagai sebuah cahaya kehidupan yang memancar dan abadi. Askara diyakini sebagai pemandu dalam menuju kebenaran dan kebahagiaan.
Pementasan lainnya datang dari Jurusan Dharma Acarya. Jurusan ini menyuguhkan fragmen Tari Bhagawan Domya. Dalam Fragmen tari tersebut secara tersirat jelas bahwa Karakter bakti kepada guru ditunjukkan oleh ketiga siswa dengan senang hati menuruti perintah guru untuk mengerjakan tugas yang diberikan.
Siswa yang tidak menolak perintah guru walaupun diberikan tugas berat menunjukkan siswa memiliki karakter bhakti kepada guru. Seorang anak tidak boleh menolak perintah guru, sebab apabila itu dilakukan maka disebut alpaka guru.
Ketua STAHN Mpu Kuturan Singaraja, Prof. Dr. I Gede Suwindia, M.A menjelaskan bahwa di usia yang menginjak delapan tahun, perguruan tinggi bernafaskan Hindu ini sudah mampun meraih berbagai capaian gemilang.
Seperti akreditasi yang sudah unggul bagi sejumlah Prodi seperti PGSD dan Pendidikan Agama Hindu. Termasuk sedang mempersiapkan peningkatan status dari Sekolah Tinggi menjadi Institut.
“Tata Kelola menjadi institute sedang dipersiapkan. Termasuk Pembangunan fisik terus digenjot untuk meningkatkan pelayanan terhadap mahasiswa yang mengenyam Pendidikan di STHAN Mpu Kuturan Singaraja,” jelasnya.
Suwindia pun mengapresiasi berbagai aktifitas dalam menyambut dies natalis. Seperti festival yang diinisiasi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa, bakti sosial di panti asuhan dan berbagai seminar akademik yang diselenggarakan serangkaian dies natalis.
“Semoga penguatan adat, seni, agama dan budaya menjadi pilar utama di STAHN Mpu Kuturan Singaraja. Kami berharap Lembaga ini semakin dirasakan keberadaannya di masyarakat, tidak hanya di Bali bahkan di Indonesia,” tutupnya. [T][Ado/Adv]
Editor: Adnyana Ole