ERA DIGITAL membawa revolusi dalam cara orang mencari pasangan hidup. Aplikasi dating seperti Tinder, Bumble, Badoo, TanTan, OkCupid, Taaruf Id telah menjadi alat penting dalam perjalanan mencari cinta, yang menawarkan cara yang mudah dan efisien untuk membangun jejaring hingga bertemu orang baru.
Dengan meningkatnya penggunaan smartphone dan akses internet, aplikasi dating ini telah menjadi populer di kalangan masyarakat urban, terutama di kalangan generasi muda yang mencari hubungan asmara atau sekadar kenalan baru.
Aplikasi dating ini menawarkan berbagai fitur menarik yang memudahkan pengguna dalam mencari pasangan. Mulai dari mengisi biodata lengkap, memasukkan preferensi jenis kelamin calon pasangan, hingga memasukkan foto untuk profil diri.
Aplikasi ini dirancang untuk memaksimalkan peluang bertemu dengan orang yang sesuai dengan kriteria pengguna. Fitur-fitur ini tidak hanya memudahkan dalam mencari pasangan, tetapi juga memberikan pengalaman baru dalam menjalin hubungan asmara di era digital.
Selain itu, aplikasi dating juga telah mengubah persepsi masyarakat tentang menjalin hubungan asmara. Meskipun banyak diminati, interaksi saat menggunakan aplikasi kencan online jauh berbeda dengan saat bertemu langsung.
Hal ini menimbulkan tantangan baru dalam komunikasi dan pembentukan hubungan yang lebih dalam. Aplikasi dating memang memberikan kemudahan bagi pengguna untuk berkomunikasi secara virtual, namun mereka juga dituntut untuk memiliki keterampilan komunikasi yang baik agar mendapatkan pasangan yang sesuai atau match dengan kriteria yang diinginkan.
Popularitas di Indonesia
Popularitas aplikasi kencan online di Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Fenomena ini dapat dilihat dari berbagai aspek, termasuk peningkatan jumlah pengguna, unduhan aplikasi, dan pengeluaran untuk layanan premium.
Dilansir melalui goodstats.id, hingga tahun 2023 lebih dari 366 juta orang di dunia telah menggunakan dating apps. Dari angka tersebut, sekitar 20 juta pengguna menggunakan fitur premium. Kemudian, data tahun 2022 menjelaskan bahwa Tinder sebagai salah satu aplikasi kencan online terpopuler di Indonesia, dengan 64 juta kali unduhan.
Aplikasi lain yang populer diikuti oleh Bumble, Badoo, TanTan, dan Grindr. Deretan aplikasi ini menunjukkan preferensi pengguna Indonesia terhadap beberapa platform tertentu (databoks.katadata.co.id).
Popularitas aplikasi kencan online di Indonesia juga dipengaruhi oleh pandemi Covid-19. Pembatasan sosial dan kebutuhan untuk menjaga jarak fisik mendorong banyak orang untuk mencari alternatif dalam menjalin hubungan sosial dan romantis melalui platform digital.
Banyak pengguna di Indonesia rela membayar untuk layanan premium di aplikasi kencan online seperti Tinder. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna tidak hanya aktif menggunakan aplikasi ini secara gratis, tetapi juga bersedia menginvestasikan uang untuk mendapatkan fitur tambahan yang ditawarkan.
Faktor Pendorong
Budaya perjodohan di Indonesia telah berlangsung sejak lama. Budaya ini hampir di setiap wilayah Indonesia memiliki tradisi perjodohan. Awalnya, secara konvensional untuk mendapatkan pasangan atau jodoh, diperlukan mediator perjodohan dikenal dengan sebutan “mak comblang”.
Peran mak comblang ini untuk membantu proses perkenalan dengan mempertemukan dua individu untuk saling mengenal satu sama lain dan diharapkan berujung pada ikatan pernikahan. Seiring dengan berkembangnya teknologi, peran mak comblang mulai digantikan dengan kemunculan biro jodoh hingga saat ini dimudahkan dengan kehadiran aplikasi.
Di Indonesia, penggunaan aplikasi kencan online telah berkembang pesat, didorong oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Salah satu faktor utama adalah pergeseran sosial dan psikologis dalam masyarakat, di mana individu mencari cara baru untuk berinteraksi dan menjalin hubungan di era digital.
Faktor sosial psikologi, seperti keinginan untuk menemukan teman baru, mencari pasangan seksual, mencari cinta, dan kepraktisan yang ditawarkan oleh aplikasi kencan online, menjadi pendorong utama bagi banyak pengguna.
Berbagai studi meneliti fenomena penggunaan aplikasi dating di Indonesia. Tinder menjadi aplikasi populer yang digemari baik oleh pria atau Wanita. Studi yang dilakukan oleh Mellania & Tjahjawulan (2021) yang menjelaskan bahwa kalimat “It’s A Match!” selalu ditunggu oleh para pengguna aplikasi Tinder saat mereka mencari pasangan.
Kalimat tersebut menandakan bahwa kedua pengguna Tinder “berjodoh” atau saling suka satu sama lain. Aplikasi Tinder terkenal dengan gerakan swipe atau geser ini merupakan aplikasi perjodohan dunia maya berbasis smartphone dengan menggunakan lokasi GPS.
Lebih spesifik, studi yang dilakukan oleh Paramitha dkk (2021) menjelaskan bahwa motif penggunaan aplikasi seperti Tinder khususnya yang berbayar atau premium didasari oleh motif, yaitu menemukan teman baru, mencari pasangan seksual, mencari cinta, dan kemudahan dalam berkomunikasi.
Dampak yang dirasakan pengguna Tinder berbayar adalah mempermudah mereka dalam menemukan pasangan yang ideal. Meskipun terdapat beberapa pandangan yang menganggap aplikasi kencan online tidak sesuai dengan budaya Indonesia, penggunaannya tetap meningkat. Ini menunjukkan adanya perubahan dalam norma sosial dan penerimaan teknologi dalam konteks pencarian pasangan.
Bahaya Mengintai
Di balik kemudahan mencari pasangan lewat aplikasi dating, terdapat bahaya yang mengintai penggunanya. Risiko ini berkisar dari penipuan finansial hingga kebocoran data pribadi. Pengguna sering kali terpapar risiko penipuan, phishing, dan scam, yang dapat terjadi karena adanya profil palsu dan informasi yang tidak lengkap di aplikasi tersebut.
Selain itu, ada juga risiko catfishing (penipuan identitas), di mana seseorang mungkin berpura-pura menjadi orang lain, yang dapat menyebabkan kerugian emosional dan finansial bagi korban.
Fenomena catfishing ini bahkan diangkat secara khusus dalam film dokumenter yang tayang di Netflix. Film dokumenter Netflix tersebut berjudul “The Tinder Swindler”. Film ini menggambarkan dampak mendalam dari penipuan yang dilakukan oleh seorang pria yang dikenal sebagai Simon Leviev di aplikasi Tinder.
Dalam film tersebut, Leviev memanfaatkan aplikasi kencan untuk menipu wanita dengan berpura-pura sebagai seorang miliarder, menyebabkan korban mengalami kerugian finansial yang signifikan,
Kasus “The Tinder Swindler” menyoroti risiko yang terkait dengan aplikasi kencan online, di mana penipuan dan catfishing menjadi ancaman nyata. Oleh karena itu, penting bagi pengguna aplikasi kencan online di Indonesia untuk waspada dan mengambil langkah-langkah pencegahan untuk melindungi diri dari potensi bahaya ini.[T]