PARIWISATA DAN SASTRA merupakan dua hal yang tampaknya tidak memiliki suatu kesinambungan. Namun pemikiran ini dapat dibantahkan sebagaimana ternyata karya sastra memiliki sebuah peran yang begitu besar untuk kemajuan dalam sektor pariwisata.
Itu salah satu kesimpulan yang diperoleh dalam diskusi “Sastra, Pariwisata, dan Pariwisata Sastra” serangkaian Singaraja Literary Festival (LF), 30 septmber 2023 di areal Gedong Kirtya, Singaraja.
Diskusi itu menghadirkan dua narasumber yakni Ni Wayan Giri Adnyani, selaku Sekretaris Kemenparekraf dan juga I Wayan Artika, selaku Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia.
Dalam diskusi itu kita dapat menelisik lebih dalam tentang bagaimana karya sastra dapat menjadi bagian mendasar dalam pesona sektor pariwisata.
Dalam pemaparannya Ni Wayan Giri Adnyani menyebutkan bagaimana peran penting akademisi bahkan media sebagai stakeholder dalam dunia pariwisata.
“Akademisi dapat berkontribusi dalam pengembangan kepariwisataan melalui kunjungan lapangan hingga penelitian-penelitian yang dilakukan,” ungkapnya.
Menyoroti hal ini dapat kita pahami bahwa penelitian atau tulisan sastra dapat menjadi referensi yang berpengaruh besar dalam pengembangan kepariwisataan.
Pernyataan ini kemudian didukung lagi dengan kajian yang ditulis oleh Prof. Dharma Putra yang dipaparkan oleh Ni Wayan Giri Adnyani sebagaimana dinyatakan yakni ada empat poin pariwisata dalam konteks sastra yakni “Literary Tourism Theme, Literary Places, Literary Figures dan Literary Event.” Melalui pernyataan tersebut dapat kita telaah bahwa karya sastra bertema pariwisata atau tempat dan tokoh sastra juga event-event sastra dapat menjadi poin yang berpengaruh untuk berkembangnya pariwisata.
Mengambil contoh yang disampaikan oleh Giri Adnyani, latar atau penempatan alur dalam sebuah karya sastra seperti 5 CM hingga Laskar Pelangi dapat menjadi daya tarik yang membangkitkan minat masyarakat untuk berkunjung ke setting yang ada di dalam cerita tersebut.
“Latar dan setting karya sastra dapat menjadi destinasi wisata, juga penulis sastra dapat dijadikan sebagai ikon dalam menarik kunjungan kepariwisataan. Sebagai contoh dalam novel 5 CM yang mengambil latar Gunung Semeru tercatat mampu menarik jumlah pengunjung yang datang,” ujar Ni Wayan Giri Adnyani.
Hal ini menjadi bukti bagaimana sastra dan pariwisata itu memiliki sebuah keterkaitan yang begitu dalam satu sama lain namun tidak begitu disadari oleh orang-orang.
Melalui pandangan tersebut bahwa tokoh dan peninggalan-peninggalan sastra sebagai elemen dasar dalam perkembangan pariwisata, I Wayan Artika berusaha membangkitkan kembali sejarah tokoh-tokoh sastrawan di Singaraja sebagai destinasi pariwisata sastra.
Dalam pemaparannya, I Wayan Artika sedang mencoba mengangkat tokoh Anak Agung Pandji Tisna yang merupakan sastrawan terkenal pada era Pujangga Baru sekaligus Raja Buleleng pada masanya. Beliau menyampaikan bahwa dirinya telah membuat sebuah Travel Pattern khusus untuk pariwisata sastra terkait tokoh Anak Agung Pandji Tisna.
“Saya sudah membuat peta perjalanan literary tour khusus Pandji Tisna, mulai dari Puri kemudian ke Bhaktiyasa dan berakhir dengan berkunjung ke gereja Ukir Kawi dan ziarah di makam Anak Agung Pandji Tisna,” ujar I Wayan Artika.
Selain Anak Agung Pandji Tisna, Singaraja memiliki banyak sekali tokoh-tokoh sastrawan yang dapat diambil sejarahnya sebagai literary tourism atau wisata sastra. Dalam hal ini sebetulnya Singaraja mempunyai potensi yang besar dalam mengembangkan bentuk pariwisata yang berkonsep sastra dengan cara membangkitkan sejarah para tokoh sastrawan yang berbasis di Singaraja sebagai destinasi wisatanya. [T]
- Reporter/Penulis: Ngurah Satria, Jurnalis Mekar Smansa Singaraja
- Liputan ini diselenggarakan atas kerjasama Jurnalistik Mekar SMAN 1 Singaraja, Komunitas Mahima dan tatkala.co pada ajang Singaraja Literary Festival, 29 September – 1 Oktober 2023