HAMPIR SETIAP PAGI, sebelum pukul 6.00 Wita, Areif harus mempersiapkan segala perlengkapan tenisnya. Raket kesayangannya tidak boleh ketinggalan. Air minum pun demikian. Dan kalau sepatu sudah dipakai, saatnya berangkat ke Lapangan Tenis GOR Bhuana Patra Singaraja. Di sana, beberapa kawan sudah menunggunya.
“Setiap hari saya bermain tenis. Dari pukul 6.30 sampai 8.30 pagi,” terangnya, kepada tatkala.co saat ditemui di GOR Bhuana Patra, Sabtu (9/9/2023) pagi.
Meski begitu, tenis lapangan sebenarnya bukan satu-satunya olahraga yang ia minati. “Itu hanya hobi saja,” katanya. Tentu, selain tenis, olahraga yang benar-benar membuatnya jatuh cinta—dan bahkan rela mengabdikan diri sampai saat ini—adalah Shorinji Kempo (selanjutnya ditulis Kempo)—salah satu seni bela diri yang berasal dari Jepang itu.
Arief Gunawan nama lengkapnya, salah seorang tokoh penting di PERKEMI (Persaudaraan Shorinji Kempo Indonesia) Buleleng. Ia lahir di Singaraja pada 18 April 1972, lima puluh satu tahun yang lalu. Dan mulai tertarik berlatih Kempo sejak tahun 1985. Saat itu dirinya masih duduk di bangku SMP. “Kakak yang mengenalkan Shorinji Kempo kepada saya, karena dulu saya nakal dan suka berantem,” kenangnya sembari tertawa.
Sejak saat itu, bersama sang kakak, Arief mulai rutin latihan di Dojo SMA Bhaktiyasa Singaraja. Selain di Bhaktiyasa, ia juga sempat berlatih di Dojo Kejaksaan Negeri Singaraja.
Sebagai kenshi (atlet Kempo) baru, seolah sudah ditakdirkan, Arief termasuk yang berbakat. Oleh karena kemampuannya itulah, Sensei Nyoman Muliartha dan Senpai Agung Adnyana (dua tokoh Kempo di Buleleng), sampai menyediakan waktu untuk melatih dan menempanya secara khusus. Di bawah bimbingan para sensei itulah, Arief mulai diikutsertakan dalam kejuaraan-kejuaraan di level daerah.
Selain Sensei Muliartha, ia juga menyebut dan mengakui Pande Sumertha Yoga sebagai sensei yang sangat berperan dalam karier Kempo-nya. Menurutnya, Sensei Sumertha Yoga adalah salah seorang yang paling semangat memberinya dukungan. Namun sayang, beliau sudah almarhum, tuturnya.

Foto Arief Gunawan bersama tiga temannya di Kejurda Kediri, Jawa Timur, tahun 1991 / Foto: Dok. Toto
“Saya sangat menghormati Sensei Muliartha dan para senpai (senior). Berkat mereka saya bisa seperti sekarang,” ujar lelaki lulusan STIKI Malang angkatan 1990-1995 itu, sungguh-sungguh.
Pada 1988, Arief sudah mulai mengikuti kejuaraan daerah di Bali dan Jawa. Hingga tahun 1992, berkat bimbingan para sensei dan senpai-nya—dan juga kegigihan serta kesungguhannya—ia mulai debutnya di kancah nasional dalam Kejurnas Pra PON di Yogyakarta dan meraih medali perak. Ajang tersebut bisa dikatakan sebagai pintu masuk kariernya sebagai atlet Kempo nasional pilih tanding.
“Mulai mengikuti Kejurda Bali tahun 1988 sampai 2009; lalu Kejurda Jatim tahun 1992. Setelah itu saya mulai berani tanding di tingkat nasional,” terang alumni SMAN 1 Singaraja itu.
Benar. Sejak saat itu semangat Arief tak terbendung. Ia bahkan menjadi atlet andalan PERKEMI Buleleng. Dan meski harus bolak-balik Malang-Singaraja—saat itu ia sudah kuliah di STIKI Malang—pada PON XIII tahun 1993 di Jakarta, Arif mampu meraih juara 2 dengan medali perak.
Lalu, tiga tahun kemudian, tepatnya PON XIV di Jakarta 1996, ia mendapatkan perunggu. Selanjutnya, pada tahun 2004, saat PON XVI Palembang, Arief kembali meraih medali perungggu. Dan, pada ajang Indonesia Open 2003, ia berhasil meraih medali emas untuk kategori Embu Beregu Putra
Selain itu, masih banyak medali yang ia raih, di antaranya: medali perunggu Kejurnas 1995 Randori (tarung) Beregu; medali perunggu Kejurnas 2003 Embu Beregu Putra; medali perunggu PON XVI 2004 Embu Beregu Putra; medali emas Embu Pasangan Yudhansa Porprov 2003; medali emas Embu Pasangan Campuran Yudhansa Porprov 2003; medali emas Embu Beregu Putra Porprov 2003; dan medali emas Embu Pasangan Yudhansa putra Porprov 2009.
“Terakhir saya meraih mendali emas Radori Kelas 75 KG Porprov 2009. Saat itu umur saya sudah hampir 40 tahun,” katanya.
Sesaat setelah mengatakan hal itu, sebelum keringat di pelipis matanya menetes, Arief mengenang suka dukanya dulu saat pertama kali mengikuti kejuaran. Bersama riuh orang-orang bermain tenis lapangan, ia bercerita pernah kehujanan saat berangkat untuk bertanding.
“Kami naik pickup yang ditutup terpal. Tapi karena berangkat bersama-sama, jadi asyik aja,” kenangnya. Tak hanya itu, saat mengikuti kejuaraan, bersama atlet yang lain ia juga pernah tidur di atas bangku sekolah.

Medali-medali yang diraih Arief Gunawan selama ini / Foto: Dok. Arief
Dan saat ditanya mengenai cedera yang pernah dialami, Arief menjawab, “Sering.” Dan salah satu yang terparah adalah pada saat latihan menjelang PON XIII 1993. “Saat itu, rasanya lulut kanannya sampai sampai terlepas. Sudah pesimis untuk lanjut sebenarnya, tapi karena berkat motivasi tinggi dari berbagai pihak, saya tetap berangkat ke Jakarta dan syukur dapat meraih medali perak,” imbuhnya.
Tak hanya lutut yang bergeser, Arief juga pernah mengalami pecah pembuluh darah hingga kakinya panjang sebelah dan cedera-cedera ringan lainnya—yang tak terhitung jumlahnya. “Tapi itu tidak mengurangi semangat saya untuk terus berlatih dan aktif di Kempo.”
Benar. Sampai saat ini, Arief Gunawan masih aktif di dunia Kempo. Kenshi pemegang Sabuk IV Dan itu, selain aktif menjadi pengurus PERKEMI Buleleng sebagai wakil ketua, ia juga masih aktif melatih para kenshi muda di GOR Bhuwana Patra Singaraja setiap hari Selasa, Rabu, Jumat, dan Minggu, nyaris setiap hari.
Arief mengaku, bahwa Shorinji Kempo sudah dianggap sebagai “rumah” keduanya—begitu berharga dan berartinya Kempo bagi lelaki paruh baya yang kini berprofesi sebagai wiraswasta itu.
Dan atas pengabdiannya selama ini, pada momen peringatan Hari Olahraga Nasional (Haornas) di Taman Kota Singaraja, Jumat (8/9/2023), bersama lima atlet senior lainnya, KONI Buleleng memberinya penghargaan sebagai bentuk penghormatan karena telah mengharumkan nama Buleleng dan Bali pada masanya.
“Penghargaan ini sebagai bentuk perhatian bagi dunia olahraga. Semoga dunia olahraga semakin diperhatikan oleh elemen masyarakat dan pemerintah. Karena olahraga juga bagian penting dalam perjalanan bangsa,” ujarnya, kepada para wartawan setelah prosesi penyerahan penghargaan.

Arief Gunawan (berkacamata) saat menerima penghargaan dari KONI Buleleng / Foto: Dok. Perkemi Buleleng
Ajaran Kempo
Perkembangan Kempo di Indonesia tidak terlepas dari sosok Utin Sahraz (almarhum), Indra Kartasasmita, dan Ginanjar Kartasasmita. Ketiga tokoh tersebut merupakan pelopor berdirinya PERKEMI (Persaudaraan Bela Diri Kempo Indonesia)—yang pada tahun 2014 berubah nama menjadi Persaudaraan Shorinji Kempo Indonesia hingga sekarang. PERKEMI didirikan pada 2 Februari 1966 di Jakarta.
Sementara itu, menurut Arief, bersama beberapa tokoh lainnya, Sensei Nyoman Muliartha bisa dibilang termasuk orang yang berjasa dalam perkembangan Kempo di Buleleng. Melalui tangan dingin para founding fathers tersebut, ajaran Kempo bisa berkembang pesat—dan diterima tentu saja—di Singaraja.
Kempo tidak hanya sekadar olahraga, tapi juga olahjiwa. Dalam Kempo, banyak ajaran yang mengarah pada hal-hal yang sifatnya spiritual, seperti meditasi, misalnya.
Dan sebagai sebuah cabang olahraga beladiri, Shorinji Kempo merupakan beladiri yang sangat lengkap— dengan teknik-teknik keras dan lemah yang dipadukan secara harmonis. Hal tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Betapa tidak, dengan dilandasi pondasi yang kuat, yaitu falsafah dan doktrin yang sangat jelas dan terarah, sangatlah tepat bila ajaran-ajaran Kempo dikuasai, dipahami, dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Arief, Kempo tidak hanya mengajarkan ilmu beladiri, tapi juga cara menjadi manusia yang baik—manusia yang dapat bermanfaat bagi sesama. “Misi kami belajar Shorinji Kempo itu adalah membantu dan bisa membahagiakan orang lain. Sebab, pada dasarnya, Kempo itu menganut asas persaudaraan,” terangnya.
Sementara itu, khususnya di Buleleng, Arief menuturkan bahwa pihaknya terus berusaha untuk menanamkan nilai-nilai positif kepada para kenshi yang baru maupun lama. Sebab, tantangan atau musuh terbesar seorang kenshi adalah dirinya sendiri.
Di dalam jurnalnya Komunikasi antara Pelatih dan Atlet Shorinji Kempo dalam Menerapkan Nilai-nilai Bushido: Studi Deskriptif pada Shorinji Kempo (2018), Sophia Jasmine Marthadi menuliskan, dalam Shorinji Kempo sering terdengar kata-kata seperti “taklukkan dirimu sebelum menaklukkan orang lain”.
Falsafah di atas memiliki makna sangat dalam; para kenshi diajarkan untuk terus introspeksi terhadap diri sendiri; tahu kelemahan dan mengerti kelebihannya; menaklukkan rasa egois dan individual; dan memupuk sifat sportif. Ajaran itu, dalam istilah Shorinji Kempo dikenal dengan Bushido.
“Kami berusaha menjauhkan anak-anak dari narkoba. Lalu menanamkan ajaran untuk menghormati dan mencintai orang tua. Itu yang paling penting. Dan dengan adanya latihan Kempo, itu juga bisa mengurangi waktu anak-anak dalam bermain handphone,” jelas Arief.
Sekali lagi, Kempo bagi Arief Gunawan adalah “rumah” keduanya. Oleh karena itu, layaknya rumah, ia juga harus dijaga, dirawat, diperbaiki jika ada yang rusak, dan dibersihkan jika ada yang kotor. Bagi Arief, mencintai Shorinji Kempo sama besarnya seperti mencintai dirinya sendiri.[T]
Baca juga artikel terkait TOKOH atau tulisan menarik lainnya JASWANTO
Reporter: Jaswanto
Penulis: Jaswanto
Editor: Made Adnyana