Dewan Pimpinan Provinsi Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia Provinsi Bali (DPP Peradah Indonesia Bali) merilis buku “Bali Nanem Tuwuh: Refleksi G20 dan Konstruksi Bali Masa Depan” di Badan Pengelola Fasilitas Kawasan Suci Pura Agung Besakih, Minggu (3/9/2023). Kegiatan diisi dengan bedah buku tersebut.
Ketua DPP Peradah Indonesia Bali, I Putu Eka Mahardhika, dalam sambutannya mengatakan buku ini merupakan realisasi dari komitmen dan gagasan mereka untuk bersama-sama membangun Bali. Pihaknya meyakini bahwa Bali hendaknya dibangun dengan semangat gotong royong dan melibatkan peran generasi muda.
“Oleh karena itu kami mencoba menstimulus gagasan pemuda Bali itu melalui buku ini. Harapannya buku ini nanti bisa menjadi referensi tata kelola Bali ke depan,” katanya.
Eka Mahardhika yang juga akademisi di Universitas Warmadewa (Unwar) ini mengatakan bahwa pihaknya sengaja memilih Besakih sebagai tempat perilisan buku tersebut, dengan harapan gagasan itu bisa bermanfaat bagi seluruh Bali.
Bendasa Adat Besakih, Jro Mangku Widiarta, dalam sambutannya menyambut baik hadirnya buku tersebut. Ia menjelaskan kawasan Besakih sebagai kawasan suci dan sentral bagi Bali. Pihaknya berharap buku tersebut dapat memberikan manfaat dalam menata kehidupan Bali.
“Saya kira buku Bali Nanem Tuwuh ini akan menjadi sejarah baru, menjadi investasi sekala dan niskala bagi Bali, bagi generasi Bali di masa depan,” kata dia.
.
Perwakilan editor yang juga Sekretaris DPP Peradah Indonesia Bali, I Ketut Eriadi Ariana (Jero Penyarikan Duuran Batur) mengatakan buku tersebut berisi 20 tulisan reflektif dari generasi muda Bali. Topik yang diangkat pun beragam, dilandasi dari pelaksanaan G20 di Bali akhir tahun lalu.
“Para penulis di buku ini ada yang membicarakan persoalan sosial, lingkungan, hingga refleksi dan kritik kebudayaan. Semangat dari buku ini adalah kebersamaan, ‘saling isi saling gisi’ dalam mendukung pembangunan. Perilisannya pun sengaja kami pilih hari ini, ibarat jadi hadiah purna bakti kepada pemerintahan Gubernur Wayan Koster dan Wagub Cok Ace,” katanya.
Sementara itu, pembedah buku tersebut, Arya Suharja, menilai buku tersebut merupakan pemantik yang baik untuk membangun budaya literasi di Bali. Melalui buku ini, Peradah Bali membuktikan bahwa pemuda Bali hadir sebagai manusia berpikir.
“Namun, intelektual dalam Peradah sebaiknya memikirkan perkembangan masyarakat kita. Seperti yang dinyatakan Pedanda Made Sidemen, bukan hanya ‘nandurin karang awak’, tetapi juga ‘guna dusun’, yakni bermanfaat bagi masyarakat,” kata dia dalam bedah buku yang dimoderatori akademisi Universitas Udayana, I Kadek Surya Jayadi ini.
Penulis sejumlah buku ini pun mengatakan bahwa seorang penulis layaknya hadir seperti pelukis yang selalu menyeket setiap hari agar ketajaman terus ada. Penulis harus terus menulis, sehingga ketajaman analisisnya juga semakin baik. “Harapannya, 22 orang penulis di buku ini bisa terus menulis dan mengasah diri. Jangan berpuas diri dan berhenti pada antologi, upaya menulis buku sendiri itu adalah tujuan ideal selanjutnya,” katanya.
Meskipun banyak hal teknis dan substansi yang perlu ditingkatkan kembali, Arya Suharja mengapresiasi buku tersebut, sebab dominan ditulis oleh Generasi Z.
“Kebanyakn dari penulis buku ini adalah Gen-Z, yang adalah generasi baru yang sedang mencari dan memperjuangkan identitas dirinya. Tulisan-tulisan pada buku ini juga khas karena ada semangat dan keberanian untuk melihat persoalan dengan jernih. Cukup jeli untuk melihat persoalan dan memberikan solusi langkah apa yang kemudian dilakukan,” katanya. [T][Rls/*]