INTERNATIONAL Kawi Culture Festival—festival yang membincangkan kebudayaan kawi dalam arti yang luas—resmi dibuka di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Denpasar, pada Kamis (24/8/2023). Festival tersebut akan berlangsung selama empat hari, dari 24-27 Agustus 2023 di Universitas Udayana dan di Situs Pejeng, Tampaksiring.
Pembukaan festival yang bertujuan untuk memperkenalkan konsep budaya Kawi di kalangan umum maupun di kalangan ahli itu dihadiri oleh puluhan penggiat kebudayaan Kawi juga Koordinator Staf Khusus Presiden RI, AAGN Ari Dwipayana, yang menegaskan pentingnya posisi kebudayaan Kawi bagi bangsa dan negara.
Ketua Panitia Kawi Society Dr. Aditia Gunawan mengatakan bahwa budaya Kawi merujuk pada bentuk khas budaya yang muncul di kepulauan Nusantara pada akhir milenium pertama Masehi. Ia mengakui bahwa istilah ini memang baru, sehingga pihaknya mencoba memahami budaya Kawi dalam konteks yang menyeluruh, tidak terbatas pada linguistik, etnik, atau batas negara.
“Kami juga percaya bahwa budaya Kawi dapat lebih termaknai melalui kolaborasi lintas disiplin dan praktik, seperti filologi, paleografi, arkeologi, epigrafi, sejarah, sejarah seni, sastra, linguistik, kajian agama, kajian artefak, konservasi, digital humanities, pertunjukkan, dan banyak lagi bidang lainnya,” ujarnya, menjelaskan.
Oleh karena itulah, ia berupaya untuk melepas sekat-sekat disiplin ilmu, memperluas jangkauan—yang terbentang dari Jawa, Bali, hingga India—demi mencapai puncak-puncak pengetahuan tentang budaya Kawi. “Para peserta yang hadir, baik luring maupun daring, juga memperlihatkan hal tersebut. Ini adalah bukti bahwa budaya Kawi mendekatkan yang jauh dan melekatkan yang terlepas,” tambahnya.
Selanjutnya, Dekan FIB Unud, Prof. Dr. Made Sri Satyawati menyampaikan, sebagai bentuk komitmen tersebut FIB Unud kini memiliki Program Studi Sastra Jawa Kuna yang berperan dalam upaya melestarikan budaya Kawi. “Fokus penelitian bidang Kawi atau Jawa Kuno menjadi fokus penelitian kami yang didukung akademisi-akademisi di fakultas maupun mahasiswa,” katanya.
Hanya saja, pihaknya mengaku bahwa perlu upaya yang lebih keras untuk mensosialisasikan Prodi Sastra Jawa Kuna kepada masyarakat. Sebab, selama ini prodi tersebut merupakan prodi dengan peminat yang paling sedikit di Unud. “Kami perlu dukungan dari berbagai pihak, sehingga dapat meningkatkan minat untuk mempelajari sastra Jawa Kuno,” tambahnya.
Di sisi lain, Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa dan Sastra Badan Riset dan Inovasi Nasional Dr. Herry Yogaswara mengatakan, kehadiran Kawi Society sangat penting dalam pengembangan budaya Kawi ke depan. Pihaknya menilai komunitas tersebut merepresentasikan spiriti kegiatan yang hadir dan hidup bersama di masyarakat.
Ia mengatakan bahwa BRIN harus selalu bersama dengan komunitas sekaligus mempererat kolaborasi riset dan implementasinya. “Kami mengapreasiasi dan menyambut baik kegiatan ini, sebab dengan dibungkus kata culture dan festival maka kegiatan ini menjadi lebih inklusif dan sesuai temanya dapat mempersempit sekat antarbidang untuk melakukan pengkajian terhadap budaya Kawi,” ujarnya.
Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud yang juga Koordinator Staf Khusus Presiden RI, AAGN Ari Dwipayana juga menyatakan hal serupa. Ia menilai sastra Kawi sangat penting dalam tata negara dan berbagai lanskap kehidupan masyarakat.
Puri Kauhan Ubud sendiri menjadikan sastra kawi sebagai “padipaning manah” atau cahaya pikiran untuk selalu menerangi nalar dan nurani. Puri Kauhan Ubud mewarisi naskah lontar sebagai produk budaya kawi yang berjumlah lebih dari 50 manuskrip.
“Kami sangat menyadari bahwa naskah-naskah lontar sebagai media dokumentasi budaya kawi itu harus dialirkan menembus berbagai lapisan telaga zaman. Oleh sebab itu, kami melakukan usaha untuk mendigitalisasi, katalogisasi, konservasi, apresiasi, dan aksi untuk bisa membumikan warisan sastra kawi itu hingga di ceruk-ceruk hati generasi saat ini,” katanya
Pada tahun 2021 ketika dunia ditimpa pandemi Covid-19, imbuhnya, Puri Kauhan mengadakan ajang Sastra Saraswati Sewana dengan tajuk Pamarisuddha Gering Agung. Dari lomba menulis kakawin tersebut menghasilkan 19 karya sastra baru yang bertema pandemi covid-19.
“Karya-karya sastra kakawin ini kami harapkan bisa menjadi korpus sastra kawi yang kelak dipelajari, ditembangkan, dan diteliti oleh masyarakat Bali, Indonesia, dan dunia,” pungkasnya.[T][Jas/*]