JANGAN BUAT NETIZEN menunggu terlalu lama. Agaknya kalimat ini yang perlu diperhatikan oleh pelaku bisnis maupun instansi pemerintah dalam membangun reputasi.
Riset yang dilakukan oleh Google memperlihatkan bahwa netizen tidak suka menunggu lama. Waktu menunggu yang dimaksud oleh netizen saat mengunjungi sebuah situs adalah 3 detik.
Pengalaman dalam hitungan detik yang dirasakan oleh netizen ketika mengakses suatu situs dan media internet menjadi pengalaman yang berharga yang menentukan, apakah mereka akan kembali mengakses media tersebut atau mencari yang lain. Pengalaman-pengalaman mereka di dunia maya saat berinteraksi dengan jenama sangat memengaruhi reputasi.
Reputasi merupakan suatu persepsi baik/buruk yang menggambarkan keseluruhan perilaku organisasi serta hubungannya dengan para stakeholder yang terbentuk seiring berjalannya waktu (Helm et al., 2011). Reputasi dikatakan baik/buruk tergantung pada apa yang sudah dilakukan oleh pelaku usaha atau instansi pemerintah terhadap konsumen/masyarakat.
Ada beberapa kriteria yang bisa digunakan untuk mengukur reputasi seperti, kualitas produk, kualitas pelayanan, kualitas relasi/hubungan dengan stakeholder, cara mengatasi krisis dalam organisasi, hubungan yang baik dengan pegawai, dan interaksi dengan konsumen. Reputasi bukan sesuatu yang bisa didapat dengan instan, tetapi itu adalah hasil dari proses panjang yang didapat dari segala hal yang dilakukan oleh perusahaan atau instansi pemerintah.
Suatu perusahaan mendapat persepsi yang baik oleh konsumen, karena konsumen memiliki pengalaman yang baik saat berinteraksi dengan perusahaan tersebut. Bisa dari kepuasan atas produk/jasa yang dihasilkan oleh perusahaan, atau bisa dari pengalaman mereka berinteraksi dengan perusahaan di berbagai platform media internet (situs dan media sosial).
Kita bisa melihat contoh kasus yang dialami oleh dua perusahaan yang pernah “dirujak” oleh netizen. Dirujak merupakan istilah popular yang akhir-akhir ini digunakan oleh netizen untuk mengganti kata ‘perisakan’.
Perusahaan itu merupakan jenama perlengkapan outdoor. Perusahaan ini pernah “dirujak” oleh netizen karena kasus review di YouTube yang dilakukan oleh pengguna salah satu produk dari perusahaan itu.
Perusahaan itu memberikan pemberitahuan bahwa ada standar-standar khusus ketika mereview berbagai produk dari brand mereka, dan review yang dilakukan oleh pengguna di You Tube itu bdianggap tidak memenuhi standar yang diterapkan oleh perusahaan itu. Hal ini yang membuat netizen bereaksi negatif terhadap brand perusahan itu.
Kritikan dilayangkan oleh netizen khususnya para pengguna Twitter, bahkan akun-akun selebtwit ikut memberikan komentar negatifnya.
Kondisi ini tentu saja tidak baik untuk reputasi suatu brand (jenama), apalagi jika dibiarkan dan tidak ada tindakan untuk memulihkan kepercayaan konsumen atau masyarakat atas brand. Imbasnya adalah reputasi buruk. Reputasi yang buruk sama sekali tidak bagus untuk keberlangsungan suatu perusahaan. Pada akhirnya persoalan selesai setelah pemilik perusahaan meminta maaf atas kekeliruan yang dilakukan oleh perusahaan.
Cerita yang kedua datang dari brand perusahaan minuman yang memberikan somasi kepada sebuah akun yang kala itu memposting mengenai kadar gula yang terkandung dalam produk dari perusahaan itu.
Brand produk minuman itu “dikuliti” oleh netizen, mulai dari nama brand yang ternyata belum terdaftar resmi, pemilik usaha, hingga produk-produknya yang dibandingkan dengan produk-produk lain yang sejenis. Keinginan netizen pada waktu itu adalah agar perusahaan minuman itu mencabut somasi yang diberikan pada sebuah akun Twitter. Hal ini tidak berlangsung lama, hingga kemudian kasus mereda setelah perusahaan itu melakukan klarifikasi.
Dua kasus kecil yang terjadi pada sebuah brand tersebut memperlihatkan bahwa interaksi baik dengan netizen di internet akan membawakan persepsi yang baik untuk perusahaan. Jangan sampai perusahaan yang memanfaatkan internet sebagai media pemasarannya membuat pengguna internet kesal, akibatnya pada pertaruhan nama brand.
Upaya yang dilakukan oleh brand di internet disebut sebagai online reputation management (ORM). ORM merupakan suatu cara atau strategi atau sebuah praktik yang dilakukan suatu bisnis untuk berinteraksi dengan baik bersama konsumen, sehingga menciptakan repuasti positif. Praktik ini bisa dilakukan dengan memengaruhi informasi online tentang suatu bisnis/brand. ORM bisa dilakukan dengan memanfaatkan Google Ads, Facebook Ads, Media Coverage, Media Sosial, serta membangun website.
Saat ini siapa yang tidak memanfaatkan media sosial untuk sebuah brand? Semua menggunakan media sosial untuk kepentingan brand, termasuk juga instansi-instansi pemerintah yang mulai memusatkan perhatiannya pada pengelolaan media sosial sebagai bagian dari pelayanan kepada masyarakat.
Siapapun yang bermain media sosial untuk kepentingan bisnis atau lembaganya janga pernah lupa untuk melakukan interaksi yang baik dengan follower-nya atau pengguna internet. Salah memberikan respon bisa berakibat fatal bagi sebuah brand.
Reputasi yang baik akan meningkatkan kredibilitas, membuat konsumen lebih percaya diri bahwa mereka akan mendapatkan apa yang telah dijanjikan kepada mereka. Reputasi menjadi sebuah jaminan bahwa yang konsumen dapatkan akan sesuai dengan ekpektasi yang mereka miliki.
Jangan sampai karena pengelolaan reputasi yang tidak tepat, brand yang kita bangun mendapat julukan-julukan negatif dari konsumen hingga membuat julukan tersebut lebih terkenal dari jenama itu sendiri. [T]