TAHUN 2004 ketika kelas 4 SD, kami sekeluarga sangat menderita. Betapa tidak ketika ibu dari kota Singaraja dalam perjalanannya di Desa Bila ditabrak oleh truk yang datang dari arah selatan. Hasilnya tulang kering pada kakinya mengalami patah dan harus dioperasi serta dipasang plat.
Jaman itu kita beruntung masih ditanggung asuransi Jasa Raharja untuk biaya operasi serta medis lainnya walau tentunya lebih bersyukur peristiwa itu tak pernah terjadi. Yang menabrak hanya memberikan uang 1,5 juta rupiah sementara biaya dari bolak balik Tamblang ke kota saja memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Belum lagi biaya beli gigi palsu yang terpaksa Ibu dan Bapak meminjam uang, karena akibat kecelakaan itu gigi ibu saya copot dan hancur lumayan banyak bagian depan.
Mungkin bagi teman-teman jumlah itu hanya secuil, namun bagi kami masyarakat pedesaan dengan minimnya pemasukan Bapak kala itu (bukan bermaksud tidak bersyukur) untuk makan saja kami kesusahan maka pengeluaran tambahan uang untuk pengobatan dan perjalanan dari desa ke kota wara wiri cukup membuat kami sudah di bawah makin terinjak dari segi ekonomi dan sosial.
Inilah salah satu fenomena nyata yang terjadi. Ketika saya bertugas di rumah sakit, walau semakin sedikit kasus seperti yang kami alami, namun masih ada juga warga yang menderita ketika sakit harus menanggung biaya yang tidak sedikit. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga lagi.
Kami dahulu memiliki pasien di ICU dengan perdarahan otak akibat jatuh sendiri namun tidak memiliki asuransi. Istrinya hamil 7 bulan dan tidak bekerja. Ironi akhirnya pasien meninggal. Akhirnya kami bantu mencari dana kepada para donator baik melalui media sosial maupun aplikasi kegiatan sosial.
Kasus lain anak umur 4 bulan di ruang intensif namun tidak memiliki asuransi kesehatan, kartu keluarga belum selesai dan sayangnya sang ayah sudah berpisah dengan si Ibu sebelumnya. Radang paru yang ada membuat si kecil dilakukan pemasangan selang ke dalam tenggorokan. Biayanya tentu besar.
Kami coba bantu memberikan link ke pemerintahan. Syukur ada titik terang. Bayangkan dari 2 kasus di atas biayanya sudah barang tentu bukan satu digit, tapi minimal 2 digit. Jika tidak bekerja, pasangan tidak ada entah karena meninggal atau berpisah, dapatkah kita rasakan penderitaan mereka secara ekonomi maupun batin?
Kita patut bersyukur dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan menyeluruh untuk seluruh rakyat Indonesia sehingga hidupnya lebih sejahtera, sehat, dan produktif.
Pengelolaan program ini oleh BPJS Kesehatan yang sejak tahun 2014 berubah nama dari PT Askes. Sayangnya walau sudah bergulir lebih dari 5 tahun, belum 100 persen masyarakat menggunakan program yang sangat bagus ini. Alasannya mulai dari tidak ada uang, tidak didaftarkan oleh pemerintah daerah, tidak percaya layanan, hingga ingin fasilitas yang lebih dari standar yang ada atau bahkan alasan lainnya.
Jumlah Penerima Bantuan Iuran APBD di Indonesia per 31 Juli 2022 mencapai 37.221.974 jiwa (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, 2022). Dengan jumlah penduduk Buleleng sebesar 791.813 jiwa di tahun 2020 orang, sebanyak 113,7 miliar rupiah digunakan untuk pembiayaan PBI dari APBD yang merupakan sektor paling besar yang harus dikeluarkan dalam rincian penanggulangan kemiskinan tahun anggaran 2021 (Pemerintah Kabupaten Buleleng, 2021; Badan Pusat statistik Buleleng, 2020). Pembayaran PBI APBD 60% berasal dari APBD Buleleng (Sekretariat DPRD Kabupaten Buleleng, 2021).
Jumlah Peserta Program JKN menurut Masing-Masing Kategori | BPJS Kesehatan, 2022
Manfaat memiliki asuransi kesehatan sangatlah penting. Saya sendiri lebih sering menggunakan asuransi kesehatan untuk diri sendiri dan keluarga. Obat-obatnya pun saya percaya karena setiap produsen farmasi memiliki standar yang diatur oleh pemerintah.
Perbedaan obat paten dan generik jika di luar negeri hanya maksimal 4% namun perbedaan harganya lebih besar dari 4%. Apalagi sekarang BPJS sering melakukan monetering dan evaluasi dengan fasilitas kesehatan yang terafiliasi. Jadi saya harap masyarakat tidak ragu lagi.
Untuk asuransi kesehatan mandiri, seringkali banyak menyampaikan pembiayaan yang memberatkan. Akan tetapi mohon maaf membeli rokok dan minuman keras memungkinkan, maka mungkin kita bisa sedikit rubah mindset. Berkaca dengan kisah sedih di atas, mari kita lebih sering lagi sosialisasikan pentingnya asuransi kesehatan terlebih pilihan kelas sudah disediakan penyelenggara sesuai kemampuan.
Namun jika dari segi finansial benar-benar belum memungkinkan, maka sebaiknya melaporkan kepada pihak desa agar bisa diusulkan kepada dinas terkait. Untuk yang mendapatkan asuransi kesehatan dari bantuan pemerintah, namun tidak masuk kategori miskin alangkah indahnya jika kita bisa mandiri membayar karena kuota yang ada bisa diutamakan untuk semeton kita yang benar-benar membutuhkan [T]