DI SEBUAH tembok pada teras Taman Baca Kesiman (TBK), Denpasar, terpampang lukisan foto Pramoedya Ananta Toer dengan ukuran besar. Kalau tak salah lihat, di tempat itu tak ada lukisan lain sebesar lukisan foto Pram.
Atau, barangkali, tidak ada di tempat lain di Bali, lukisan foto Pram dipajang sebesar dan semenonjol di TBK. Alasannya mungkin karena Pram bukan tokoh Bali, bukan pula tokoh yang kerap diperkenalkan oleh guru-guru di sekolah.
Pram mungkin tak terkenal di Bali, kecuali di lingkungan sastra dan akademisi yang bergelut di bidang sastra. Namun TBK, sebagai tempat berkumpulnya para intelektual muda di Bali, tentu punya alasan penting memperkenalkan sosok Pram kepada anak-anak muda Bali, atau kepada siapa pun yang datang ke TBK.
TBK barangkali hendak menyampaikan pesan penting bahwa sosok Pram amat penting dikenal oleh orang Bali. Bukan hanya dikenal wajah Pram melalui foto, tapi juga dikenal pemikiran Pram melalui buku-buku dan diskusi. Buku tentang Pram, atau buku yang ditulis Pram, bisa dibaca di TBK.
Pram barangkali tidak punya kaitan langsung dengan Bali, tapi apa-apa yang ia pikirkan, dan apa-apa yang ia perjuangkan, penting diketahui oleh Bali. Apalagi, untuk urusan-urusan sastra, Pram adalah tokoh yang mengenal Bali.
***
Bulan Februari ini orang-orang mengingat Pramoedya Ananta Toer. Ia sosok penting dalam sejarah sastra Indonesia. Ia sastrawan besar dengan karya fenomenalnya, Tetralogi Pulau Buru: Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1980), Jejak Langkah (1985), dan Rumah Kaca (1988). Kakak kandung Soesilo Toer ini lahir pada 6 Februari 1925 dan berpulang pada 30 April 2006.
Ada fakta menarik, yang mungkin tak banyak orang tahu, tentang Pram. Fakta bahwa sosok Pram─sastrawan dengan corak realisme sosialis─ternyata memiliki ketertarikan dengan Bali. Ia mengaku kagum dengan Pandji Tisna dan Untung Surapati.
Kagum dengan novel Pandji Tisna
Made Sujaya, seorang Kritikus Sastra dari Bali sempat membeberkan pengetahuan tentang Pram dan keterkaitannya dengan Bali.
Menurut Sujaya, Pram mengagumi salah satu novel Pandji Tisna, 𝘐 𝘚𝘸𝘢𝘴𝘵𝘢 𝘚𝘦𝘵𝘢𝘩𝘶𝘯 𝘥𝘪 𝘉𝘦𝘥𝘢𝘩𝘶𝘭𝘶.
Sebagaimana dituangkan dalam buku 𝘉𝘢𝘭𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘒𝘶𝘢𝘴𝘢 𝘗𝘰𝘭𝘪𝘵𝘪𝘬 (2008: 90), Pram menyebut novel Pandji Tisna itu berbeda dengan novel-novel Balai Pustaka lainnya. Jika novel-novel yang ditulis orang Melayu itu berkisah tentang kawin paksa, novel Pandji Tisna mengungkap tentang sikap ksatria dan patriotisme.
Wajar jika Pram kagum dengan novel 𝘐 𝘚𝘸𝘢𝘴𝘵𝘢 𝘚𝘦𝘵𝘢𝘩𝘶𝘯 𝘥𝘪 𝘉𝘦𝘥𝘢𝘩𝘶𝘭𝘶. Pasalnya, menurut Sujaya, novel itu memang berkisah tentang perjuangan sosok seorang sudra yang dengan gagah berani dan mandiri mampu mencapai puncak sebagai orang kepercayaan raja. Satu prototipe tokoh yang disukai Pram.
Mengagumi Untung Surapati
Made Sujaya juga menyebut bahwa Pram mengagumi sosok pahlawan dari Bali, Untung Surapati.
Meski seorang budak, menurut Pram, Surapati cerdik dan berani. Kecerdikan dan keberaniannya itu membuatnya bisa membentuk pasukan dan menghalau kekuasaan kolonial Belanda.
Surapati, kata Pram sebagaimana dikutip Darma Putra dalam buku 𝘉𝘢𝘭𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘒𝘶𝘢𝘴𝘢 𝘗𝘰𝘭𝘪𝘵𝘪𝘬, merupakan “orang bawah yang bisa mandiri […] bahwa dia kalah, memang zamannya zaman kemenangan penjajah.
“Itu sebabnya, bagi Pram, Untung Surapati merupakan sumbangan Bali terhadap perjuangan Indonesia melawan penjajahan Belanda pada abad ke-18. Masih menurut Pram, dalam perjuangan nasional melawan imperialisme-kolonialisme, rakyat Bali termasuk paling gigih,” kata Sujaya.
Menulis Calon Arang
Pram menulis tentang legenda Calon Arang dengan judul, Cerita Calon Arang: Simanis Bergigi Emas. Cerita Calon Arang adalah cerita yang sangat lekat dengan masyarakat Bali. Secara tidak langsung, cerita Calon Arang yang ditulis Pram bisa saja memiliki kaitan dengan filosofi kehidupan orang Bali, terutama dalam dunia seni dan sastra.
Di Bali, Calon Arang atau Calonarang diceritakan secara turun-temurun. Tidak jarang kisah Calon Arang dibawakan dalam drama maupun sendratari. Kisah Calon Arang memiliki hubungan dengan makhluk mitologi Leak. Bahkan dapat dikatakan kisah Calon Arang menjadi cerita asal-usul keberadaan Leak di Bali.
Untuk itulah, penting orang Bali untuk membaca Cerita Calon Arang: Simanis Bergigi Emas yang ditulis Pram. Siapa tahu dengan membaca cerita itu, kisah-kisah pencalonarangan di Bali bisa menjadi makin kaya. [T]