DONGENG KITA
begitu sederhana
caramu mencintaiku
seperti bulan melambai pada langit
saat pagi terganti matahari
begitu menyeluruh
lagu rindumu padaku
seperti kibas cemara pada hujan
ketika angin menembus pucuknya
dongeng kita yang tertulis
terpintal dari banyak sisi terkikis
tentang kisah hati yang kembara
diantara helai benang demi warna
dongeng kita disampul kokon sutra
berserabut tercampur bahasa rasa
dan di setiap waktunya berderak
bagai pelangi semburat tak bergerak
betapa birunya
kanvas dongeng kita
dan kamu cuma ingin:
aku
di halamannya
bukan jiwa yang lain
16/11/16
TIGA HARI LALU
seporsi cinta di ujung hari
menyisakan tanya di terali hati
kamukah yang tak merelakan
atau aku tak ingin ikhlaskan diri
tiga hari lalu saat lonceng berdering
bibirmu menempel lama di kening
dan kita terjaga, terangkum rindu
berseteru tak mau berlalu
lagu hujan sejak sore menghentak
karena hasrat terus bergerak
luruh merobek fatamorgana ini
enggan berbagi meski terbagi
tiga hari lalu pada satu mimpi
tentang rumah batu di antara jati
tentang menyapa bulan di masa tua
tentang di mana kita akan bercinta
kelak jika hendak perahumu
merapat di pinggir dermagaku
kabari aku lagi
seperti tiga hari lalu
saat kepalamu rebah
menyentuh pipi
11/11/16
PERTEMUAN KITA
deru hujan ini mengeras
mengingatkan aku pada rengkuhanmu
mengendapkan getaran rasa hingga ke jiwa
luruh menggerus halaman cinta
debar yang terangkum di arteri jantung
seperti harum melati menyusup di rusukku
seperti hembus napasmu sembunyi di punggungku
ingin sekali kulekatkan telingaku di tubuhmu
lebih lama dari biasanya
dan getar suara rindumu saat itu
semburatkan pelangi di akhir bulan sepuluh
entah kenapa, aku berharap kamu lupa
pada sebidang cerita yang tak bersayap
di setiap kisah yang melantun lewat cahaya
tapi kamu masih mengingat
pertemuan kita
bukan karena sebait lagu
atau kalimat puisi cinta
pertemuan kita
karena dua sungai bergelora
rindu bertemu di samudera
31/10/16
RINDU CINTA MATIKU
saat mendengarmu mengulas kisah
selalu ada getar beradu binar
seperti tak ingin lepas pisah
dan jiwamu di sini menimbun debar
saat matahari rindu kepada bintang
selalu ada rasa untukku ketika malam
melewati jeda waktu larut merentang
sentuhanmu di sini perlahan meredam
saat rindu cinta matiku melangit
senyum angin menerbangkan daun
tak pernah risau menghunjam bumi
karena rengkuhan misterimu menanti
kamu yang menyekatku di sukma
menyisakan karat merah dan meradang
saat rindu cinta matiku melaju terbang
meronta ingin selalu di pelukmu
tapi di mana kamu akan mendekapku?
16/10/16
MERINDUMU
hujan angin memburu
riuh
aku rindu padamu
sungguh
hari ini:
aku menghirup aroma tubuhmu
di desau putih bunga kopi
saat sayong bergulung mengalir
dan deru pucak membiusku
lupa cara menukar ragu
deras air menggerus
lurus
aku juga ingin menujumu
sepertimu
hari ini:
aku melihat senyummu melintas
menggesek daun lalang diatas rumput
memecah cinta yang tertaut
mungkin kamu juga tak ingat
seberapa erat
takaran rasa yang terikat
kenapa harus aku
yang kamu pilih
menyusun helai kehidupan lain
saat kisah terpisah boulevard panjang
jingga jalan yang terkanvaskan
menyingkat waktu menyatu di mimpi
betapa pucak merindu ini
tak juga menjawabnya
tetaplah kamu di sana
dan aku di sini menanti
08/10/16
KEPADA KAMU
ketika kuluruhkan segala cinta
kepada kamu
di kedalaman hati
di kesatuan jiwa
entah sudah berapa purnama
kita lewati dengan bahasa sukma
saat kuhanyutkan seluruh rindu
kepada kamu
di permukaan denyut nadi
di serambi simpul arteri
tak terhitung detik ke menit
kita berlayar menuju samudera surga
kini suara hujan menjadi pertanda
jika kamu merajuk udara
dan angin mengantarku ke pelukmu
lagu rintik air pun menghangatkan raga
kepada kamu yang kucinta
apakah aku membuat pelangi
di setiap waktumu
6/10/2016
- Catatan: Puisi-puisi ini termuat dalam buku “Menunggu Hujan Membawakan Lagu Rindu” (Mahima Institute Indonesia, 2019)
[][][]