Orang-orang harus dibangunkan
Kesaksian harus diberikan
Agar kehidupan bisa terjaga
WS. Rendra (1974)
_____
Makna dari penggalan puisi karya WS. Rendra di atas begitu terasa saat menyaksikan pentas puisi musik Komunitas Keboen Sastra – Bogor di panggung Dusun Senja, Jembrana, Bali, Minggu 28 Agustus 2022.
10 lagu yang berbasis puisi karya Ipoer Wangsa (penyair) dan Herie Matahari yang juga penyair dan musisi jalanan sekaligus vokalis Keboen Sastra Bogor, terasa begitu relevan dengan kondisi lingkungan (ekologi), kondisi sosial maupun fakta-fakta kehidupan anak-anak jalanan saat ini. “Sungai”, “Petani”, “Reformasi”, “Kasak-Kusuk”, “Revolusi” dan “Mars Kesaksian” adalah beberapa lagu yang begitu kuat membawa perasaan penonton untuk mengingat kembali berbagai persoalan sosial dan lingkungan yang selama ini masih saja terabaikan.
Bahwa lingkungan hidup sudah begitu parah rusaknya tetapi sebagian besar orang-orang tetap saja menganggapnya normal, bahwa kondisi sosial masyarakat secara umum semakin carut-marut tetapi sebagian besar orang-orang tetap saja menganggapnya aman, dan bahwa kehidupan anak-anak jalanan hingga saat ini masih belum maksimal tersentuh oleh negara.
Tebing-tebing diruntuhkan, lahan-lahan pertanian dirusak, kecurigaan bahkan sentimen sosial yang seolah sengaja diciptakan, keadilan yang hanya bisa dinikmati kalangan tertentu dan seterusnya. Inilah persoalan-persoalan yang disuarakan oleh Keboen Sastra di hadapan penonton yang sebagian besar adalah warga petani, anak-anak muda penggiat seni dan beberapa tokoh masyarakat di Dusun Senja.
Kehadiran Keboen Sastra dalam pentas keliling mereka kali ini, terasa memang dikemas untuk membangunkan kesadaran orang-orang bahwa kehidupan belum baik-baik saja.
“Teks-teks puisi yang kami tulis dan kami jadikan lagu-lagu ini sepenuhnya dari fakta-fakta yang ada saat ini. Kondisi yang sebenarnya sudah ada dan terjadi sejak lama sekali. Sedihnya, sampai menginjak 77 tahun kemerdekaan republik ini, tidak ada yang berubah, bahkan kerusakan di mana-mana terasa semakin parah, dan kita tetap saja abai ,” ujar Herie Matahari.
Pentas puisi musik Komunitas Keboen Sastra – Bogor di panggung Dusun Senja, Jembrana, Minggu 28/8/2022.
Apa yang dikatakan Herie ini diamini oleh oleh Ipoer Wangsa. “Di tengah perusakan lingkungan yang kian masif, saat ini kita juga terjerumus dalam era reformasi yang berubah menjadi keliaran yang bablas. Semua orang bebas bicara, bebas beraksi, bukannya menambah baik keadaan tetapi malah semakin mengacaukan tatanan etika yang paling mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Di sinilah kami Keboen Sastra harus datang membangunkan orang-orang,” demikian Ipoer Wangsa.
Dalam pentas ini, Keboen Sastra tidak mau mendominasi panggung sendirian. Mereka juga mengajak penonton untuk ikut tampil membaca puisi dan membawakan musikalisasi puisi. Bahkan saat membawakan lagu “Petani”, mereka berkolaborasi dengan seorang remaja Dusun Senja, Kanahaya Elang Semesta untuk membacakan puisi “Puisi Kecil Para Petani Kecil” karya Nanoq da Kansas.
Pentas musik berdurasi dua jam ini, diakhiri dengan diskusi bersama penonton dan beberapa tokoh masyarakat yang hadir. Salah satu tokoh masyarakat Desa Candikusuma yang juga merupakan Anggota DPRD Kabupaten Jembrana, I Ketut Astawa Putra, mengatakan sangat merasa tercerahkan oleh apa yang ditampilkan Keboen Sastra.
“Terimakasih Keboen Sastra, kalian telah datang untuk ikut berperan membangun kesadaran pada masyarakat. Memberi wawasan kepada anak-anak muda di dusun kami, bahwa seni musik tidak hanya tentang keindahan, tentang asmara atau berhenti hanya sebagai hiburan. Kita berada dalam satu semangat perjuangan dengan cara dan media kita masing-masing. Mari terus bersuara!” demikian Astawa yang secara spontan memberikan cenderamata berupa udeng, kamben serta gelang tridatu kepada Herie dan kawan-kawan.
Pentas puisi musik Komunitas Keboen Sastra – Bogor di panggung Dusun Senja, Jembrana, Minggu 28/8/2022.
Sementara itu seorang penggiat lingkungan, Gus West dari Yahembang, Mendoyo, memberikan apresiasi atas kerelaan Keboen Sastra untuk memilih “panggung idealis” dalam perjalanan musiknya.
“Sekarang banyak sekali tumbuh band-band indie dengan karya lagu-lagu yang bagus. Dari band-band indie itu kita selalu mendengar teks-teks mengenai keindahan alam, tentang senja, tentang romantisme kehidupan kota, tetapi sangat sedikit yang mau menyentuh fenomena atau realitas persoalan sosial karena mereka takut lagu-lagunya tidak laku dijual. Di sinilah teman-teman dari Keboen Sastra layak mendapat apresiasi dan dukungan, karena musik mereka berani bersuara walaupun harus sepi atau tak dihitung dalam industri hiburan. Saya salut!” demikian Gus West yang juga aktivis Greenpeace Internasional ini. [T]
Dusun Senja, 29 Agustus 2022