Sosok Ni Wayan Latri sudah tak asing lagi dalam dunia drama tari arja di Bali. Kebanggaan akan kesenian arja yang menjadi ikon Desa Keramas, membuat seniwati asal Banjar Biya, Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar ini amat semangat menggeluti kesenian arja sejak muda. Berkat tekad kuatnya belajar dan berproses, Latri pun terkenal dengan perannya sebagai Mantri Manis dengan kemampuan mupuh yang mempesona.
Latri kecil memang sudah terlihat memiliki minat untuk menjadi seorang penari arja. Saat usianya masih kelas III SD, Latri senang mendengarkan pupuh-pupuh yang ditembangkan dalam drama tari tersebut. Latri mendengarkannya lewat program arja negak (arja duduk) yang disiarkan RRI Denpasar setiap minggu serta menonton langsung pementasan arja di Desa Keramas. Semakin lama Latri semakin tertarik untuk belajar dan melakoni seni arja.
Pada tahun 1972, kala menginjak kelas I SMP, Latri memberanikan diri menghimpun anak-anak sebayanya untuk mendirikan perkumpulan arja yang diberi nama Arja Sebunan Langa Murti Banjar Biya, Desa Keramas. Hingga akhirnya niat dan tekadnya mendapat bimbingan dari para pakar seniman arja untuk berlatih. Latri mengambil peran sebagai Mantri Manis dan berguru pada I Ketut Mianta, I Made Dira, dan I Gusti Agung Putu Gelgel dari Puri Keramas. Dari situ, Latri digembleng menjadi seniman yang mumpuni.
Menurut Latri, drama tari arja mencakup seni yang kompleks, dari vokal, gerak tari, dialog, hingga iringan musik. Belum lagi harus mampu menyiasati penampilan agar terlihat elegan dan manis. Menyatukan seni yang kompleks tersebut tidaklah mudah. Secara pribadi, Latri menganggap kemampuannya dalam menyerap semua seni yang kompleks tersebut adalah karena panggilan batin yang kemudian didorong oleh hobi dan hasrat untuk belajar yang tinggi. Jika tidak, maka akan sulit, bahkan untuk melakoni satu peran saja. Alhasil, kemampuannya menyerap ilmu mengalir begitu saja, baik saat latihan maupun pentas.
Dalam mendalami peran Mantri Manis, Latri mengaku terus mengasah diri. Penokohan Mantri Manis dibuat berwibawa selayaknya seorang kesatria. Dibutuhkan kemampuan penjiwaan yang selaras dengan alur cerita dan dilakukan dengan hati, sehingga pesan dari drama tari arja itu sampai ke penonton. Latri mengungkapkan, untuk menjadi Mantri Manis, seseorang harus memiliki suara nyaring dan nafas agak panjang, karena saat mupuh, pupuh yang didendangkan juga cukup panjang. Untuk memaksimalkan peran Mantri Manis, Latri benar-benar menjaga kesehatan, baik pola makan dan pola istirahat.
Banyak pakar yang membimbing Latri menekuni seni arja. Pada tahun 1976, di bawah bimbingan Cokorda Oka Tublen dan Made Kredek dari Desa Singapadu, Latri ikut mendukung arja duta Kabupaten Gianyar dalam rangka Festival Arja se-Bali. Bahkan kala itu, Gianyar keluar sebagai juara umum. Prestasi tersebut seakan menjadi pecut untuk makin giat berlatih. Setelah itu, Latri bergabung dengan Arja Tut Wuri Handayani tahun 1978 yang penarinya sebagian besar dari guru-guru SD se-Kabupaten Gianyar. Arja ini diprakarsai oleh Kepala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, I Wayan Tarka.
Tahun demi tahun berlalu, Latri pun semakin intens mendalami perannya sebagai Mantri Manis. Tahun 1979, saat Pesta Kesenian Bali (PKB) pertama digelar, Latri dengan peran Mantri Manis ikut mendukung Arja Keramas yang saat itu tampil dalam rangka Festival Arja. Begitu juga pada tahun 1983 ikut mendukung Arja Keramas dalam rangka Lomba Arja Remaja dan keluar sebagai juara umum. Latri juga dipercaya sebagai duta dari Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka Pekan Arja Tingkat Propinsi Bali pada tahun 1986 dan berhasil keluar sebagai pemeran Mantri Manis Terbaik se-Bali.
Kiprah seniwati kelahiran 31 Desember 1959 ini kian meluas hingga ke tingkat nasional. Pada tahun 1994, Latri mengikuti Lomba Panggung Penerangan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan mewakili Dinas Penerangan Kabupaten Gianyar. Kemudian pada tahun 1996 mendukung pementasan drama tari arja di Gedung Kesenian Jakarta dalam rangka misi kesenian Bali. Selain itu, pada tahun 2006 dia juga ikut mendukung Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar dalam rangka pengenalan kesenian Bali klasik yang dikemas dalam bentuk drama tari Calonarang di Taman Mini Jakarta. Pada tahun 2012, dia juga ikut mendukung pementasan drama tari Calonarang Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar di kota Mataram, Lombok Barat.
Foto: Ni Wayan Latri
Tak hanya berkiprah di tingkat nasional, Latri juga sempat melanglang buana ke beberapa negara bersama berbagai rombongan sanggar maupun sekaa seni. Pada tahun 1980, Latri ikut bergabung dengan rombongan Banjar Kawan Tampaksiring di bawah koordinator Made Pasek Tempo yang melawat ke Eropa, yaitu di Kota Romawi, Virence dan Napoli, Italia Selatan selama dua bulan. Pada tahun 1984, dia ikut mendukung Arja Keramas dalam rangka Pekan Pariwisata Internasional ke-4 yang dipusatkan di Desa Tenganan Karangasem. Selanjutnya, pada tahun 1993 Latri ikut bergabung dengan rombongan Arja Abianbase yang dipimpin oleh Anak Agung Raka Peyadnya melawat keliling Perancis dan Swiss membawa misi kesenian Indonesia, khususnya kesenian Bali drama tari arja.
Pada tahun 1997, Latri bersama rombongan ISI Denpasar melawat ke India membawa misi kesenian Bali topeng prembon di Kota New Delhi, Chandigard dan Bungalor. Pada tahun 2002, Latri juga ikut dalam rombongan Made Sija dari Desa Bona melawat ke Jepang membawakan Tari Topeng Klasik atas undangan dari Okayana. Pada tahun yang sama, Latri juga diajak bergabung bersama rombongan Made Jimat dari Batuan melawat ke Amerika Serikat dan California membawakan misi kesenian sebagai penari Mantri Manis. Pada tahun 2005, Latri dan kedua anaknya bergabung melawat ke Perancis bersama rombongan Calonarang klasik, serta tahun 2007 ikut bergabung dengan Theater Masa Kini ke Malaysia sebagai penari latar dan pesinden.
Meski Latri terkenal di bidang arja, namun Latri juga memiliki minat di kesenian lain. Pada tahun 1992, Latri ikut mendukung Topeng Prembon P-4 mewakili BP 7 Kabupaten Gianyar di tingkat Provinsi Bali dan berhasil keluar sebagai Juara I. Kala pentas prembon, Ni Wayan Latri bergeser peran dari Mantri Manis menjadi Mantri Buduh. Tahun 1994, Latri juga sempat belajar ilmu pewayangan karena wayang merupakan kegemarannya sejak kecil. Ketertarikannya lantaran ilmu pewayangan mencakup olah vokal, tetikesan, dan juga sarat dengan filsafat. Latri dibina oleh I Ketut Darya, I Made Sija, Wayan Narta, dan berkesempatan didaulat mengikuti Parade Wayang Kulit Dalang Wanita dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-50 Republik Indonesia yang diselenggarakan oleh Pemda Gianyar.
Pengalamannya di bidang seni membuat Latri secara berturut-turut pada tahun 1997 dan 1998 ditunjuk sebagai tim juri lomba geguritan dalam rangka HUT I dan II Radio Gelora Pemda Gianyar. Latri juga berjaya dalam Lomba Wirama berpasangan dengan I Gusti Made Agus Susana sehingga keluar sebagai Juara I dalam rangka HUT Provinsi Bali Tahun 2002. Mengabdikan diri untuk Desa Keramas, Latri ikut mendukung Gong Kebyar Dewasa tahun 2005 sebagai pendukung gerong. Begitu juga bersama Pesantian Widara Asuji Keramas sebagai wakil Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar dalam rangka lomba gaguntangan yang diselenggarakan oleh RRI Denpasar sehingga keluar sebagai juara favorit pada tahun 2006. Latri juga pernah mengisi acara Topeng Prembon bersama Jimat Group di Museum Arma sebagai ajang promosi seni budaya Bali terhadap wisatawan manca negara yang merupakan tamu rutin Museum Arma.
Berbagai penghargaan pun diterima oleh Ni Wayan Latri. Ada banyak penghargaan tingkat lokal yang telah diterimanya. Dua di antaranya, pada tahun 2001 Latri menerima penghargaan Wija Kesuma dari Pemerintah Kabupaten Gianyar atas prestasi pengabdian mengembangkan drama tari arja. Pada tahun 2018, Latri juga menerima penghargaan sebagai Pengabdi Seni serangkaian PKB ke-40 atas dedikasinya terhadap pelestarian dan pengembangan seni budaya. Penghargaan lainnya yakni tahun 1994 dari Bupati Gianyar dalam rangka Lomba Topeng Prembon Panggung Penerangan Antarprovinsi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Latri juga menyabet penghargaan internasional, di antaranya penghargaan dari Duta Besar RI untuk Perancis dalam rangka memperkenalkan kesenian Indonesia, khususnya kesenian Bali arja pada tahun 1993.
Regenerasi Seniman Arja
Seniman Ni Wayan Latri telah mengalami masa kejayaan seni arja. Latri menyadari bahwa kesenian arja ini tak boleh sampai putus penerus. Apalagi arja menjadi ikon Desa Keramas. Berdasarkan catatan perkembangan Arja Desa Keramas, konon pada tahun 1920-1925 sudah terbentuk suatu perkumpulan arja di Desa Keramas dengan semua penarinya merupakan laki-laki. Saat itu, terkenal perkumpulan arja dengan judul Arja Pakang Raras yang dibintangi oleh I Gusti Agung Pajenengan. Arja ini termasuk angkatan yang pertama. Kemudian angkatan kedua antara lain Ida Bagus Gederan, Gusti Putu Gelgel, dan I Made Tegeg. Perkembangan arja di Desa Keramas termasuk yang paling eksis dan terus melahirkan generasi baru di setiap angkatannya. Dari belasan angkatan, Ni Wayan Latri tercantum sebagai angkatan kesembilan bersama dengan Wayan Berata, Nyoman Sulasmi, Made Kasihati, Putu Berata, dkk.
Tak ingin arja Desa Keramas hanya tinggal nama dan kenangan, Ni Wayan Latri pun sangat getol untuk membangkitkan kesenian arja. Dia berusaha keras untuk tetap bertahan dan melestarikan kesenian arja yang pernah diwariskan oleh pakar-pakar pendahulu di Desa Keramas. Pada awalnya, Latri ikut membina arja di Desa Medahan untuk mewakili Parade Arja Remaja di Art Centre pada tahun 2012. Beranjak dari pengalaman tersebut, Latri merasa terangsang untuk membangkitkan kembali arja di desa kelahirannya, Desa Keramas. Dia mulai mengumpulkan anak-anak yang masih di bangku SD untuk dibina matembang dan tari arja. Tahun 2013, Latri mendirikan Sanggar Seni Siwa Ratri untuk mewadahi minat dan bakat anak-anak di bidang seni, terutama arja.
Latri mengakui ketika pertama kali membina anak-anak tidaklah mudah di tengah perkembangan zaman yang semakin cepat. Membina tari arja tak semudah membina tari lepas. Kendala terbesar kala itu adalah anak-anak kurang mengenal Bahasa Bali halus. Selain itu, pelafalan bahasa Bali mereka juga belum sempurna. Meski demikian, Latri tak patah semangat. Hal pertama yang dibina adalah olah vokal untuk penguasaan gending. Setelah gending dikuasai, kemudian anak-anak diajarkan gerak tari arja. Terakhir, barulah diberikan alur cerita sesuai dengan penokohannya masing-masing. Bermodalkan kesabaran dan tidak lupa memohon tuntunan dari Sang Hyang Taksu, lambat laun anak-anak Desa Keramas mulai senang latihan drama tari arja. Bahkan kala itu, Latri membagi anak-anak menjadi tiga grup arja. Ketiga grup ini diberikan kesempatan secara bergantian untuk ngayah ke berbagai pura yang ada di Desa Keramas.
Dua tahun setelah didirikan, pada tahun 2015 Sanggar Seni Siwa Ratri ditunjuk untuk mewakili Kabupaten Gianyar dalam rangka Parade Arja Remaja rangkaian Pesta Kesenian Bali ke-37 di Art Center. Tidak sampai di sana, Latri terus menggenjot anak-anak Sanggar Seni Siwa Ratri agar para seniman muda ini mendapatkan jam terbang pentas yang lumayan. Pada tahun 2016, Sanggar Seni Siwa Ratri berpartisipasi pada ajang Bali Mahalango III. Begitu juga tahun 2017 dan 2018 kembali mengikuti parade arja serangkaian PKB. Waktu tampil di Art Center, Latri yang membuat skenario untuk dibawakan oleh seniman muda Sanggar Seni Siwa Ratri. Beberapa cerita yang digarap antara lain berjudul “Supraba Duta”, “Senjata Sarutama”, dan “Baruna Murti”. Tak hanya meregenerasi seniman muda untuk menjajal panggung, Latri juga meregenerasi arja dengan mendirikan Arja Cilik tahun 2019 dan sudah pernah tayang di kanal youtube.
Dari catatannya, hingga saat ini Latri sudah membina belasan seniman khusus yang berperan Mantri Manis, di antaranya Ni Wayan Murniasih asal Desa Penatahan Bangli tahun 1991, Ni Made Suasti dari Marga Sengkala Blahbatuh tahun 1998, Kadek Trisna Antariani tahun 2004, Kadek Ariani dari Sapat Tegallalang tahun 2007, Dewa Nyoman Irawan dari Pengosekan Ubud tahun 2009, Ida Bagus Ketut Suarjata dari Desa Blega tahun 2013, Putu Enik Pramesti dari Keramas tahun 2013, Ni Wayan Widya Aneli dari Banjar Biya Keramas tahun 2013, Sri Ayu Pradnya Larasari dari Sukawati tahun 2015, Ni Made Ratnasih dari Banjar Biya Keramas tahun 2016, Kadek Dwita asal dari Banjar Biya Keramas tahun 2017, Komang Arjilita dari Keramas tahun 2014, dan Ni Made Bunga Adelia dari Keramas tahun 2017.
Hingga saat ini regenerasi seniman muda untuk arja masih berjalan di Sanggar Seni Siwa Ratri. Selama pandemi covid-19, Latri sempat menunda latihan selama dua tahun. Namun anak-anak SD yang diregenerasi sangat semangat dan antusias untuk belajar. Anak-anak meminta waktu untuk dilatih, sehingga Latri harus menerapkan pembatasan jumlah anak ketika melakukan proses latihan. Tak hanya di sanggar, bahkan di sela kesibukan membina sanggar, Latri juga diberi kepercayaan untuk membina arja khusus PKK di Tempek Palak Lagi, Banjar Biya, Desa Keramas. Para ibu PKK bahkan sudah uji coba pentas ngayah wantilan Pura Desa tersebut. Ini membuktikan kecintaannya pada kesenian arja tak pernah luntur meski kini Latri kini telah memasuki usia senja.
Atas pengabdian dan kegigihan Ni Wayan Latri dalam menjaga, melestarikan, membina serta mengembangkan seni budaya Bali, Pemerintah Provinsi Bali mengapresiasi dengan memberikan tanda Penghargaan “Dharma Kusuma” seragkaian Hari Jadi Provinsi Bali ke-64 pada tahun 2022. [T] [*/Diambil dari Buku Penghargaan Dharma Kusuma 2022, Provinsi Bali]