9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

“Mepetokan” dari Desa Pedawa: Arena Perang Pantun Untuk Proses Pendewasaan Diri

Luh Putu SendrataribyLuh Putu Sendratari
July 31, 2022
inEsai
“Mepetokan” dari Desa Pedawa: Arena Perang Pantun Untuk Proses Pendewasaan Diri

Made Saja saat Bermain Patokan

Ibarat membuat sumur yang dalam agar mendapatkan air yang jernih, mengupas kultur masyarakat pedesaan di tengah derasnya arus modernisasi haruslah bisa masuk sedalam dalamnya sehingga kejernihan air yang di dapat akan mampu meberikan kesegaran pikiran, yang bebas dari syak wasangka. Proses itulah yang terjadi dari keisengan penulis menonton tayangan youtube tentang mepetokan di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali, yang jika dilihat selintas, hal itu hanyalah sebatas informasi tentang atraksi budaya semata.

Gambar 01: Teruna Pedawa Membuat Lingkaran Saat Atraksi Mepetokan Sumber :https://www.youtube.com/watch?v=uyVETJs-S0A. Diakses, 29 Juli 2022

Penasaran dengan tayangan tersebut, melalui pelacakan sumber di sana sini, ngobrol dengan sumber primer yakni Pak Wayan Sukrata, Made Saja/Ibong, Wayan Sadnyana, Putu Juli Supriadnyana, terbukalah satu wawasan yang jauh dari hanya sekedar menonton tayangan mepetokan.

Secara harfiah mepetokan bersala dari kata petuk, yang artinya beradu/bertanding. Atraksi ini diartikan oleh para tokoh sebagai sebuah pragmen tari yang disertai dengan berbalas pantun antar 4 orang pemain. Keempat pemain ini ada di empat sudut di tengah-tengah lingkaran para teruna yang seolah-olah menjadi benteng atau pigura dari pola permainan mepetokan..

Ternyata, ini bukan permainan biasa, bukan pula dilakukan oleh orang -orang “biasa”, dalam artian mereka yang masuk dalam permainan ini adalah sekumpulan teruna yang berhasil melewati proses belajar dalam mengasah keberanian, rasa percaya diri, dan yang tidak kalah pentingnya mengasah kecerdasan dalam menguntaian pantun agar penonton bisa hanyut dalam pesona para pemain.

Mereka yang lolos dalam proses belajar ini dan tergabung ke dalam pemain mepetokan akan mendapatkan predikat baru dalam status nya sebagai teruna Pedawa yakni teruna lelepasan – pemuda yang dibebaskan dari kewajiban membawa janur dan membuat penjor saat adanya upacara saba di desa.

Hal yang tidak biasa lainnya terkandung dalam permainan ini adalah penyampaian pantun yang diyakini memiliki nilai magis yang tidak boleh digantikan dengan isi pantun lainnya.

Ada empat penggolongan pantun yang dimainkan oleh pemain petokan dalam acara saba yang dimainkan sesuai arah mata anginyaitu Kaje Kauh- Taluh Asebun; Kaje Kangin- Wargasari; Klod Kangin- Gempinis; Klod Kauh – Penginggih.

Perhitungan arah mata mata angin dalam atraksi ini sesuai dengan kepercayaan masyarakat Bali pada umumnya tentang arah Kaja dan Kangin yang dipercaya mengandung kekuatan sumber air dan sumber energi kehidupan. Para pemain petokan saat bersautan memakai pantun kalau dicermati bahwa mereka bermain dengan membentuk garis diagonal.

Secara denotatif, jelas arti diagonal merupakan tarikan garis dari dari satu sudut di posisi yang bawah menuju ke posisi atas. Secara konotatif dapatlah diartikan ada sesuatu yang mau ditinggikan. Setidaknya pemaknaan denotatif atraksi ini punya pemaknaan untuk meninggikan nilai kehidupan sesuai ujaran yang terkandung dalam pantun..Kiranya, rumus diagonal yang tersajikan melalui atraksi perang pantun sesungguhnya mengemban misi pentingnya menjungjung tinggi nilai karakter dalam tumbuh kembang seorang anak laki-laki.

Selama ini, penanaman nilai karakter melalui karya-karya sastra hanya lebih dikenal di dunia persekolahan atau di perguruan tinggi. Padahal, melalui produk-produk sastra yang bertebaran di masyarakat nilai karakter yang hidden di dalam sastra sudah mengakar dalam hidup berkesenian masyarakat tradisional.

Hanya saja, upaya mengupas mutiara mutu manikam dalam sastra yang hidup di masyarakat belum terinternalisasi lewat upaya nyata untuk membangun masyarakat yang literet terhadap nilai warisan leluhurnya. Padahal, karya sastra dalam bentuk pantun-pantun bisa menjadi alat yang ampuh dalam membangun metafora yang berbentuk pesan-pesan imajinatif yang berguna untuk proses pendewasaan diri.

Pantun sebagai Properti Pendewasaan Diri

Properti utama dalam mepetokan adalah pantun. Properti dalam sebuah pertunjukkan dapat diibaratkan sebagai lambang yang menguatkan karakter sebuah pertunjukan.

Demikian pula halnya dengan mepetokan yang menyertakan pantun sebagai alat yang bisa menjadikan pertunjukkan tersebut sarat dengan makna. Penegasnnya lagi kehadiran pantun dalam atraksi mepetokan bukan hanya dapat dirasakan dari keindahan kata-kata oleh pengusung budayanya, namun lebih jauh dari itu untuk tujuan penyampaian makna atau pesan.

Pantun sebagai alat bukan hanya ingin menggambarkan suatu makna, namun bisa juga merupakan satu kesatuan properti lainnya yang melekat pada pemainnya. Misalnya, kata-kata dalam pantun berkaitan erat dengan pakaian yang digunakan para pemain.

Dalam mepetokan para teruna wajib menggunakan pakaian adat sesuai ketentuan kaum laki-laki yang dilengkapi dengan keris yang diselipkan di pinggang belakang. Kata-kata yang tertuang dalam pantun adalah kata-kata yang mewakili karakter laki-laki. Dalam kaitan ini, atraksi mepetokan dikenal pantun dengan kalimat sakral dan pantun lelucon, yang mana keduanya tetap berkiblat dari karakter laki-laki.

Contoh pantun yang muncul dalam atraksi mepetokan dikirim oleh Made Saja yang populer dengan panggilan Ibong – yang saat ini masih berstatus teruna yang sudah malang melintang menjadi pemain dalam mepetokan, pengakuannya berikut ini.:

“Saya memutuskan menjadi pemain petokan telah melewati proses yang cukup panjang. Diawali dari status sebagai teruna, saya tertarik menjadi pemain, cuma minder, membayangkan ditonton orang banyak, kalau salah disorakin. Tetapi karena minat saya besar, muncul jualah keberanian saya. Dalam prosesnya, beberapa penonton sempat mebandingkan gaya pemain berbagai gaya kayak jaman si A, si B dst. Dari situ saya terdorong menggali cara bermain yang dianggap sesuai dengan pakemnya. Semua itu berproses, bahkan sampai sekarang pun, saya dan teman-teman sesama pemain masih terus merenung akan ketepatan cara kami bermain. Perenungan ini penting bagi kami untuk tetap menjaga taksu Pedawa”.

Menurut Pak Wayan Sukrata, selaku tokoh masyarakat punya pandangan bahwa:

“Mepetokan nike kan pragmen tari yang sarat dengan pesan moral dan berkaitan dengan mitos tarian widyadari dan widyadara. Rejang adalah tarian widyadari, sedangkan petoka adalah tarian widyadara. Oleh karena itu, setiap pemain harus tahu betul pakem tarian ini. Ten dados ngawur. Mepetokan nike beda dengan menari yang mengutamakan agem. Tapi mepetokan adalah sebuah pragmen tari yang harus dibawakan dengan spirit pemujaan dan disertai dengan gembira, maka itu di akhir pertunjukkan para pemuda yang ikut serta dalam permainan ini akan bersorak gembira dengan beretpuk tangan, sebagai bentuk kemenangan setelah melewati tantangan dan sebagai bentuk kemenangan dari situasi perang.”

Pengakuan dari kedua saksi yang terlibat langsung dalam atraksi mepetokan  sesungguhnya telah memberi penjelasan yang cukup kuat bahwa bahwa mepetokan bukan tontonan yang mengutamakan hiburan, atau juga bukan ajang menebar pesona bagi pemain agar diidolakan ibarat pemain boy band yang digandrungi remaja saat ini, namun lebih dari sekedar itu, mepetokan adalah perang pantun yang dipayungi nilai kesakralan ritual yang bermuatan nilai moral yang mengajarkan tentang bagaimana seharusnya menjadi laki-laki Pedawa.

Setidaknya, inilah urgensi pantun untuk sebuah panggilan proses pendewasaan diri. Simaklah pantun dalam mepetokan berikut ini.

Gadang gadang buah bunine
Don latenge pedemin kidang
Bajang bajang cara janine
Ban antengne demenin tyang

Terjemahannya:

Hijau-hijau buah berry
Daun jelatang ditiduri kijang
Gadis-gadis jaman sekarang
Karena rajinnya saya sukai

Pantun ini, sarat dengan pesan simbolik tentang pentingnya imajinasi seorang remaja dalam menentukan tambakan hati.. Walaupun bunyi pantun ini mengandung bias gender, yang tendesius mematok tentang profil gadis idaman adalah perempuan yang rajin dan tuntutan ini tidak dituju untuk laki-laki ideal jaman sekarang, pantun ini tetap manarik sebagai pesan moral agar dari sejak awal laki-laki punya kemampuan mengidentifikasi karakteristik perempuan idaman hati.

Simaklah pantun berikutnya.

Kroncongan batan umah,
panggul tingklik maperada
Ngencolang ngalih sumah,
lakar tidik tuara ada

Terjemahannya

Lonceng di bawah rumah,
Panggul tingklik dibalut kain prada,
Cepat-cepat mau menikah,
Tetapi nanti yang dimakan tidak ada

Kedua pantun di atas tergolong pantun yang digunakan untuk menghibur penonton namun tetap bermuatan nilai karakter tentang pentingnya tanggung jawab, pengendalian diri untuk remaja laki-laki dalam menuju proses pendewasaan diri.

Kira-kira semacam inilah ekspresi seorang Made Saja tatkala melantunkan pantun Taluh Asebun untuk menghibur penonton.

Gambar 02: Made Saja saat Bermai | Sumber: Komang Jayen, 2019

Gambar 03: Teruna Pemain Petokan Bersiap Membalas Pantun Lawan Main | Sumber : Komang Jayen, 2019

Selain pantun yang bertujuan menghibur penonton, tampil pula puisi yang dilantunkan dengan kata-kata bertaksu menurut keyakinan masyarakat Pedawa. Pantun tersebut bunyinya berikut ini.

Ameng ameng pepatin ibane uli bajang
Cerik,akeletan kulit,
Aceretan getih,acopan polo,
Abaladbadan basang wayah,
Yen tan ngeluluk punggalan patihe,
Menawi anginggang”

Terjemahannya

Hati-hati nyawa kamu saat mulai remaja,
Segores kulit,
Seciprat darah,
Sesuap otak,
Sepanjang perut,
Kalau tidak jatuh kepala kamu,
atau melayang

Pantun bertuah ini merupakan contoh pantun yang masuk pada katagori pantun Penginggih yang menyimpan pesan moral untuk remaja akan pentingnya menjaga diri dengan penuh ke hati-hatian agar dijauhkan dari malapetaka yang bisa membuatnya celaka.

Mengapa remaja? Kiranya pesan yang dituju kepada remaja memiliki kesesuaian dengan pentingnya remaja membangun konsep diri untuk menangkal perilaku-perilaku yang beresiko. Masa remaja adalah masa yang dikagorikan masa yang penuh tantangan. Berbagai perilaku beresiko yang membayangi hidup remaja seperti bullying, seks bebas, tawuran, narkoba. Semua itu jika tidak diwaspadai sejak awal maka taruhannya adalah lahirnya generasi yang rapuh dan beringas.

Pantun yang ditetapkan UNESCO sebagai warisan tak benda pada tanggal 17 Desember 2020 diharapkan semakin dikenal dan dipahami sebagai alat untuk pembentukan karakter. Fakta yang ada, di tengah hiruk pikuk lantunan pantun lewat panggung-panggung publik yang digelar saat peringatan bulan bahasa, ulang tahun sekolah atau perhelatan serupa, ternyata masyarakat Pedawa telah mengenal pantun yang menyejarah dalam kultur yang membumi dari generasi ke generasi.

Pembumiannya tentu perlu dibarengi dengan proses internalisasi melalui daya dukung sumberdaya manusia yang melek literasi budaya. Tak berlebihan kiranya, orang pintar berkata; “Jika Ingin Bijaksana, Belajarlah dari Tradisi masa lampau yang bermuatan nilai karakter dan teruji melintas jaman”. [T]

Tags: Desa PedawapantunPuisisastra
Previous Post

Awas Cyberaffair dan Dampaknya Terhadap Kesehatan

Next Post

Menguak Misteri Pembunuhan

Luh Putu Sendratari

Luh Putu Sendratari

Prof. Dr. Luh Putu Sendratari, M.Hum., guru besar bidang kajian budaya Undiksha Singaraja

Next Post
Hal-hal Lucu Saat Wabah Covid-19

Menguak Misteri Pembunuhan

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co