NUR ILLAHI
aku tak mungkin bisa menulis nama Allah dengan benar
sebab kau tahu aku datang dari kegelapan
seperti jelaga dari pijar bulan
yang tersesat dalam puisi-puisi Rumi
dan munajat dari ziarah Al Hallaj
kau tahu aku tak mungkin mengeja namamu dengan benar
sebagaimana yang biasa, sebagaimana harusnya
tapi ziarahku dari puisi ke puisi
selalu menemukanmu
yang akarnya tumbuh dari ayat-ayat Quran
kau tahu aku tak bakal mengerti bahasamu
yang terucap atau pun tidak
sementara, kau tahu aku tak mungkin melafal senyummu dengan benar
tapi aku masih selalu akan sama
dari masa ke masa
PERTEMUAN-PERTEMUAN
bagiku kau selalu dekat
namun jemariku tak pernah benar-benar
menyentuh ragamu yang kudus
kini aku datang ke bilikmu
membuka pintu yang usang dengan malu-malu
sarang laba-laba telah menjerat kenangan demi kenangan
sementara gembok besi tua yang karat dan ringkih
enggan melepas ibanya
pada suka duka yang hidup
segalanya selalu hanya sementara
begitupun kita dari pertemuan ke pertemuan
DOA
Apakah kau pernah benar-benar berdoa?
Dari nurani paling dalam
Hingga pintu Tuhan benar-benar terketuk
Terbuka dengan sendirinya
Apakah kau pernah benar-benar berdoa?
Sebelum mati jiwa-jiwanya
Begitu ia kau lafalkan
Apakah kau pernah benar-benar berdoa?
Apakah doa?
QASIDAH
mari sejenak mampir ke taman tubuhku
meski tiada bunga tapi di situ ada Aku
kadangkala, di sana seorang musafir menabuh rebananya
sebelum fajar merenggut suara dari Qasidahnya
tamanku memang taman gersang
dan suara-suara sitar yang sayup
menunggu kakawin-kakawin, kidung-kidung
dalam kemabukan
suara apa ini yang tidak aku kenali
seperti kumbang yang terisak dalam Dzikirnya
ia berkumandang di tamanku yang gersang
tujuh rembulan bahkan malu-malu
membisikkan kepada embun yang payau
___