Relief Panji Semirang di Situs Gambyok, Desa Gambyok, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.(Dok.Disparbud Kabupaten Kediri). Sumber : https://regional.kompas.com/read/2021/08/31/060000978/situs-gambyok-satu-satunya-relief-panji-semirang-di-jawa?page=all
Relief candi yang terpampang di atas merupakan salah sumber rujukan yang diyakini memiliki keterkaitan dengan cerita Panji di Indonesia. Setidaknya, seorang W.F.Stutterheim (1935) telah memberikan penjelasan yang gemilang tentang jejak historis dari keberadaan cerita Panji melalui jejak relief yang dikenal dengan panel relief dari daerah Gambyok, Kediri yang nyata-nyata menggambarkan tokoh Panji beserta para pengiringnya. Pendapat Stutterheim tersebut didukung oleh para sarjana lainnya, seperti Poerbatjaraka (1968) dan Satyawati Suleiman (1978). Selain itu, sebaran cerita Panji dapat pula ditemukan pada relief candi yang ada di Jawa Timur seperti Candi Penataran di Kabupaten Blitar, candi Mirigambar di Kabupaten Tulungagung, dan candi Surawana di Kabupaten Kediri.
Cerita Panji di Indonesia tergolong cerita yang populer bukan hanya di daerah asalnya (Jawa Timur), namun sangat dikenal oleh masyarakat Bali. Kisahnya telah sanggup menghasilkan seniman-seniman produktif dalam menyusun skenario cerita drama gong yang berlatar cerita panji di era tahun 1970-an bahkan semakin dipopulerkan melalui ajang Pesta Kesenian Bali yang digelindingkan sejak Tahun 1979.
Drama gong sebagai teater yang memadukan unsur dekorasi, sound effect, tata busana melalui cerita panji telah tercatat dalam sejarah berkesian di Bali yang mampu menyedot kehadiran penonton di balai banjar maupun di ajang Pesta Kesenian Bali dalam suasana mengharu biru, karena cerita Panji bermuatan unsur politik, konflik dan percintaan, yang dapat dijadikan wahana untuk pembangunan nilai karakter untuk pembangunan sumberdaya manusia.
Tidaklah berlebihan kiranya, bahwa cerita ini menjadi salah satu rangkaian Mutiara Mutu Manikan yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia sebagai kekayaan budaya tak benda (intangible cultural heritage).
Jauh sebelum hadir dalam wujud drama gong, drama, cerita panji sudah ada dalam tari gambuh. Tahun 1942 munculnya tarian Panji Semirang yang diciptakan olehI Nyoman Kaler. Popularitas tarian ini tidak kalah dengan pertunjukan drama tari yang berlatar kisah panji.
Munculnya ciptaan tari Panji Semirang bukan hanya memperkuat pesona cerita panji pada dunia berkesenian di Bali, namun telah bertumbuh menjadi mitos ekslusif yang bertalian dengan sejarah leluhur di masa lalu.
Apa dan Siapa Panji Semirang?
Gambar: Sumber https://kwriu.kemdikbud.go.id/berita/cerita-panji-dan-perjuangan-menuju-memory-of-the-world-unesco/ diakses 21/06/2022
Dikenal sebagai tokoh sentral dalam sastra Jawa Klasik. Nama Panji Semirang merupakan nama samaran dalam kisah tersebut, yang namanya aslinya Dewi Sekartaji atau Galuh Candrakirana yang artinya arti “putri (yang cantik bagai) sinar bulan”.
Nama Dewi yang melekat padanya jelas dia seorang perempuan bangsawan konon berasal dari Kerajaan Kediri. Nama Panji adalah sebutan kebangsawanan, pangkat dalam ketentaraan,atau yang setara dengan pangkat Wedana (Poerbatjaraka,1968) yang lumrah untuk laki-laki kstaria di sekitaran abad ke12/13 Masehi.
Dalam lakon cerita Panji yang terkenal di Jawa tokoh-tokohnya dikaitkan dengan sejarah raja-raja di Jawa, tokoh Panji Asmarabangun dihubungkan dengan Sri Kamesywara, raja yang memerintah Kediri sekitar tahun 1180 hingga 1190-an. Permaisuri raja ini memiliki nama Sri Kirana adalah puteri dari Jenggala, dan dihubungkan dengan tokoh Candra Kirana. Selain itu ada pula tokoh seperti Dewi Kilisuci yang konon adalah orang yang sama dengan Sanggramawijaya Tunggadewi, puteri mahkota Airlangga yang menolak untuk naik tahta.
Ketenaran cerita panji terbukti dari banyaknya naskah yang ditulis tentangnya dari berbagai versi dan bahasa yang saat ini tersimpan di museum nasional maupun di Leiden. Universitas Leiden menyimpan 260 naskah cerita Panji dalam delapan bahasa.
The British Library mengoleksi berbagai naskah Panji dalam sejumlah bahasa:terdapat delapan naskah berbahasa Jawa (mulai dari yang bertanggal 1785 M) serta sepuluh naskah berbahasa Melayu yang kebanyakan diperoleh dari daerah Semenanjung yang memiliki tradisi wayang kulit (Kelantan dan Kedah), dengan naskah berangka tahun tertua 1787 M.
Sebagai cerita asli Indonesia cerita Panji bukan hanya dikenal di Jawa, Bali, Lombok, Sulawesi dan Kalimantan, namun telah berkembang sampai ke manca negara antara lain Thailand, Vietnam dan Myanmar. Hal iniah kiranya yang mendorong Wardiman Djojonegoro, Mendikbud era Presiden BJ Habibie, menggalang dukungan agar Cerita Panji bisa masuk dalam warisan Ingatan Kolektif Dunia atau Memory of World (MoW) United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), dan cerita Panji telah ditetapkan sebagai Memory of the World (MoW) oleh UNESCO pada 31 Oktober 2017.
Walaupun cerita Panji muncul dalam berbagai versi, namun secara tematik, inti yang terkandung tetaplah sama yaitu kisah roman Panji dengan tunangannya yang bernama Candrakirana atau Sekartaji (Joemadi, 2015).
Dewi Sekartaji/Galuh Candrakirana dalam cerita Panji dikisahkan sebagai seorang perempuan, secara sengaja membuat nama samaran Panji Semirang. Gelaran Panji yang digunakan semasa pengembaraannya yang diyakini membawa tuah kepada tokoh yang menggunakannya. Bahkan gelaran panji digunakan sebagai perisai yang membentengi diri tokoh agar tidak dikenali, dan lebih jauh gelaran Panji digunakan sebagai azimat kekuatan agar dapat mengungguli lawan dan dapat keluar dari segala rintangan.
Secara singkat, cerita Panji Semirang berkisah tentang rencana perjodohan antara Raden Inu Kertapati (putra mahkota Raja Kahuripan) dengan Galuh Candrakirana (putri dari raja Daha). Perjodohan ini mengalami hambatan karena ulah dan perbuatan culas dari Paduka Liku (di Bali disebut Galuh Liku) yaitu ibu tiri Galuh Candrakirana yang sekaligus merupakan selir raja Daha.
Kisahnya diawali dari adanya pemberian boneka oleh Raden Inu Kertapati kepada dua putri raja Daha (Galuh Ajeng dan Galuh Candrakirana). Galuh Ajeng (saudara tiri Candrakirana) memilih bungkusan dari kain sutra sedangkan Galuh Candarkirana diberikan bingkisan yang dibungkus dari kain biasa. Ternyata, bagian yang diterima oleh Galuh Candrakirana berupa boneka emas, sedangkan saudara tirinya kebagian boneka perak.
Dengan menggunakan pengaruh ayahndanya, Galuh Ajeng berusaha merebutnya, namun Candrakirana mempertahankan boneka emasnya. Penolakan ini menimbulkan kemarahan raja Daha, yang berakibat diguntingnya rambut Candrakirana. Peristiwa ini menyadarkan Candrakirana bahwa ayahndanya sangat membencinya dan dia mulai merasa hidup di istana bagai bara api.
Kisah berlanjut dengan keputusan Candrakirana keluar dari istana dengan mengajak ibu tiri dari selir pertama raja yang bernama Mahadewi ditemani pula kedua dayangnya Ken Bayan dan Ken Sengit. Di wilayah antara Daha dan Kahuripan mereka memutuskan mendirikan keraton. Selain itu, keputusan yang paling mendasar dalam pelarian ini, Candrakirana dan kedua pengiringnya berketetapan untuk melakukan penyamaran dengan mengubah penampilan sebagai laki-laki. Dari sinilah nama Panji Semirang Asmarantaka menjadi nama lain dari Galuh Candrakirana.
Sebagai keraton yang baru didirikan, Panji semirang sangat sadar bahwa membangun, memajukan bahkan mempertahankan suatu kedaulatan wilayah yang baru didirikan tidaklah mudah. Rintangan demi rintangan mulai muncul, membangun kepercayaan agar orang-orang bersedia tinggal dan berusaha di wilayahnya menjadi perjuangan awal dalam membesarkan keraton yang didirikan. Namun berkat keberanian, tekad yang kuat dan disertai kehalusan budi pekerti , kelemahlembutan yang dimiliki Panji Semirang, alhasil keraton yang didirikan diakui sejajar dengan kerajaan tetangga – Kerajaan Mantawan. Bahkan kemashyuran melintas batas sampai ke kerajaan Daha dan Kahuripan..
Di tengah kemashyuran yang telah diperoleh Panji Semirang, dia tetap masgul, karena belum juga bertemu dengan Raden Inu Kertapati yang sudah lama dirindukannya. Hanya melalui boneka emas kerinduannya terobati.
Melalui petunjuk Biku Gandasari, Panji Semirang melanjutkan pengembaraannya dalam berjuang menemukan cintanya lewat penyamaran sebagai penari gambuh. Kedua dayangnya yang setia menemani, berkeliling dari satu kerajaan ke kerajaan lainnya menari gambuh.
Dalam waktu singkat, tim penari gambuh mampu dikenal di berbagai kerajaan, sampai akhirnya saat tampil di kerajaan Gegelang yang mana pada waktu itu Raden Inu Kertapati ada di kerajaan Gegelang dalam rangka menyusul Panji Semirang yang telah dicurigai adalah Galuh Candrakirana ikut juga terpesona dengan tampilan Gambuh yang tiada lain adalah kekasihnya.
Saat menyaksikan Gambuh, Raden Inu Kertapati kembali curiga bahwa kekasih yang dicarinya ada pada penari gambuh. Kedok Gambuh yang sesungguhnya adalah Galuh Candrakirana akhirnya berhasil dibongkar oleh Raden Inu Kertapati, sehingga petualangan keduanya berakhir melalui perhelatan pernikahan di Kerajaan kahuripan.
Lakon Panji Semirang boleh dikata ibarat kisah kehidupan nyata yang diwarnai dengan nuansa perjuangan hidup yang dibumbui dengan konflik dan romantisme yang saat lakon ini dipentaskan dalam bentuk drama teater akan mudah mengaduk-aduk rasa marah, haru, senang/bahagia kepada para penontonnya.
Hanya saja, perlu disadari sebuah karya sastra dalam cerita Panji, tidaklah hanya berhenti sebagai sebuah tontonan yang menghibur, cerita yang mengirim nilai kepahlawanan, keberanian, ketangguhan dan kasih sayang, namun lebih dari itu, Cerita Panji Semirang menjadi ajang yang strategis untuk dijadikan wahana dalam pembentukan manusia androgyni..
Apa itu Manusia Androgyni?
Parwati Soepangat (1988) memberikan penegasan bahwa konsep manusia androgynous telah memberikan nuansa tentang Citra Manusia Utuh di Masa Depan. Androgyni “integrasi maskulin dan feminin”. Kata androgyni berasal dari bahasa Yunani “andro” (pria) dan “gyne” (wanita). Definisi yang mendekati adalah : Keadaan kesadaran individu di mana ‘maskulin dan feminin’ saling bertemu dalam ko-eksistensi yang harmonis.
Pandangan androgyni menginginkan penemuan kembali human beeing di balik pria maupun wanita, karena keduanya pertama-tama adalah MANUSIA. Manusia yang harmonis adalah manusia yang mampu mengatasi pembatasan dan ketentuan yang dibuat oleh budayanya. Tidak ada khas pria atau khas wanita yang menjadi hambatan, karena yang paling penting adalah menyadari khas manusianya. Pandangan baru ini telah dijadikan kaidah baru oleh gerakan emansipasi wanita, agar wanita tidak terpaku dengan feminitas, tetapi dapat mengembangkan segala potensinya sebagai manusia. Manusia di zaman kini dan akan datang perlu membangun citra manusia baru dalam wujud mampu mempertemukan unsur feminin dan maskulin dalam ko-eksistensi yang harmonis dalam diri pria dan wanita.
Apa kaitannya Kisah Panji Semirang dengan konsep Androgyni?
Jelas ada. Sosok Panji Semirang adalah manusia androgyni yang telah sanggup menghidupkan unsur anima dan animusnya secara seimbang dalam satu keutuhan pribadi. Keberaniannya untuk mengambil keputusan keluar dari istana, kegigihannya membangun keraton, ketegasannya memimpin agar keraton menjadi besar yang disertai dengan sikap bijaksana, lemah lembut dan berkeadilan – semua itu merupakan fondasi yang hadir sebagai sosok manusia androgyni.
Ini pertanda jauh sebelum konsep androgyni muncul kiranya kita bisa mengklaim bahwa gagasan manusia andogyni tidak perlulah dicari kiblatnya di dunia Barat. Ini pembuktian bahwa sastrawan klasik di dunia Timur telah melahirkan gagasan cemerlang yang melampui zamannya.
Apa kontribusi Pengajaran Sastra?
Ketersediaan cerita sastra klasik yang sejatinya dapat dijadikan sumber belajar adalah pandangan yang sulit untuk dibantah. Mari kita coba bersandar pada pandangan Edi Firmansyah (2006) “Sastra bukan hanya berfungsi sebagai agen pendidikan, membentuk keinsanan seseorang, namun juga memupuk kehalusan adab dan budi pekerti”..
Lebih dari pandangan ini Schiller mengatakan kesustraan bisa dijadikan alat agar manusia terhindar dari tindakan destruktif, sempit, kerdil dan picik.. Panji Semirang adalah karya sastra klasik yang dapat dijadikan sumber dalam membangun imanjinasi siswa tentang sosok manusia masa depan. Pentingnya imajinasi telah menjadi jejak sejarah dalam penemuan-penemuan penting ilmu pengetahuan di muka bumi.
Bahkan melalui imajinasi manusia bisa merancang strategi, visi dan memprediksi masa depannya dengan tepat. Tidaklah berlebihan jika ada yang mengatakan “Imajinasi bisa menjadi basis kurikulum” untuk membangun sumberdaya manusia yang andal, sehingga krisis karakter yang akut dapat dikikis dengan salah satu opsi membangun imajinasi lewat Tokoh Panji Semirang. [T]
KLIK UNTUK BACA ESAI/OPINI LAIN DARI LUH PUTU SENDRATARI