Sebanyak 30 seniman remaja dari Kecamatan Denpasar Selatan melakukan eksplorasi menarik dalam Wimbakara (Lomba) Taman Penasar dalam rangkaian Pesta Kesenian Bali ke-44 di Taman Budaya Bali, Denpasar, Senin (13/6/2022).
Mereka menamakan diri Taman Penasar Widya Sabha. Penampilan mereka didukung Sanggar Tabuh Sidakarya sebagai pengiring sajian yang berjudul Renon itu,
Taman Penasar Widya Sabha menampilkan sajian berupa alunan geguritan yang dikemas apik, disertai dengan dramatisasi. Pendramaaan itu tentu saja menambah hidup suasana pementasan yang harus mengacu pada tema pelaksanaan PKB ke-44 yakni Danu Kerthi: Huluning Amreta, Memuliakan Air Sumber Kehidupan.
Wimbakara (lomba) Taman Penasar yang digelar dalam rangkaian Pesta Kesenian Bali ke-44 ini memang dijadikan salah satu wahana edukasi bagi generasi muda untuk turut menjaga eksistensi dan kelestarian seni budaya Bali.
“Kami sengaja membatasi umur peserta Taman Penasar maksimal 26 tahun, untuk memonitoring anak-anak muda kita, mau tidak menekuni kesenian Taman Penasar?” kata I Gede Anom Ranuara, salah satu dewan juri Wimbakara Taman Penasar.
Selain isi Taman Penasar harus mengacu pada tema, menurut Anom Ranuara, untuk kriteria penilaian juga harus ada penembang dan ada pengrawit.
“Untuk isi, merupakan pembedahan tema induk. Yang jelas gramatikal, retorika, dinamika dan tata bahasa menjadi acuan untuk penilaian,” ujarnya.
Penampilan Taman Penasar Widya Sabha, denpasar Selatan | Foto: Istimewa
Bagaimana dengan penampilan Taman Penasar Widya Sabha?
Anom Ranuara mengapresiasi penampilan Taman Penasar Widya Sabha dengan garapannya yang sudah sesuai dengan tema pelaksanaan PKB ke-44.
Tetapi dia juga memberi catatan untuk lebih menyempurnakan, diantaranya agar lebih ditingkatkan dari sisi koneksi tabuh dan penembang, serta penyaji dan penonton agar lebih komunikatif.
I Made Langgeng Buwana selaku Koordinator Taman Penasar Widya Sabha, Kota Denpasar, menyampaikan pemuda-pemudi yang tampil itu telah melakukan proses latihan selama tiga bulan.
“Karena mereka kebanyakan itu sedang kuliah dan sudah bekerja, sehingga untuk proses latihan seringkali dilakukan di atas pukul 22.00 Wita,” ucapnya.
Proses latihan tidak menemui kendala yang berarti karena yang dilibatkan merupakan pemuda-pemudi yang sebelumnya sudah tahu soal tembang dan tabuh.
Pihaknya pun berharap pemerintah daerah dapat rutin menggelar ajang lomba Taman Penasar sehingga regenerasi terhadap kesenian tersebut dapat terus berlanjut.
Mengenai sajian berjudul “Renon” itu, ujar Langgeng, diambil dari kata “ranu” yang berarti tempat air.
“Tempat air yang dimaksud adalah danau (untuk ukuran besar) dan bulakan dalam kapasitas yang kecil. Keduanya itu menjadi sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup, baik itu tumbuhan, hewan dan manusia,” ucapnya.
Melalui sajian yang dibawakan, ia ingin menyerukan upaya pelestarian terhadap air yang begitu penting bagi kehidupan.
Bagusnya sumber air dan pintarnya pemimpin atau masyarakat untuk mengolah sumber air sebagai sumber kehidupan, akan membawa kesejahteraan.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar Raka Purwantara mengapresiasi penampilan anak-anak muda yang terlibat dalam Taman Penasar, benar-benar menjiwai tema PKB.
Harapannya mereka tetap latihan berkelanjutan dan tidak berhenti setelah tampil dalam lomba. Dengan demikian, kesenian Taman Penasar tetap bisa eksis dan berkelanjutan untuk pelestarian seni dan budaya Bali.
“Kami senang anak-anak tetap kreatif berkesenian selama masa pandemi COVID-19,” ucapnya bangga. [T][Ado/*]