Desa Tihingan adalah salah satu desa di Kabupaten Klungkung yang dikenal dengan sentra pengerajin Gamelan. Sebagai desa sentra pengerajin gamelan, segala keperluan peralatan gamelan yang dibutuhkan oleh masyarakat disediakan oleh Desa Tihingan khususnya Banjar Tihingan.
Banjar Tihingan mayoritas penduduknya berprofesi sebagai pengerajin gamelan (sebagai pemilik usaha maupun pekerja). Profesi pengerajin gamelan ini selain sebagai mata pencaharian pokok juga dapat menjadi salah satu daya tarik wisata. Daya tarik wisata yang berbasis pada keahlian sumber daya manusia (kerajinan) sebagai sebuah kekayaan tak benda (intangible). Keahlian dalam membuat gamelan ialah sebuah anugerah dari Sang Pencipta yang tidak dapat dijumpai di daerah lain. Anugerah kemampuan dalam membuat gamelan yang berdampak dalam menunjang eksistensi gamelan di Bali ialah sebuah potensi yang tidak ternilai.
Eksistensi gamelan Bali sebagai sebuah pelengkan upacara, edukasi dan penunjang kepariwisataan dalam bentuk seni pertunjukan merupakan hal yang tidak terbantahkan lagi gemanya. Selain sebagai media perwujudan seni pertunjukan, gamelan juga memiliki esensi yang tidak kalah dengan pesona pertunjukannya yaitu aspek bahan dan tata cara pembuatannya. Bahan dan tata cara pembuatannya juga memiliki nilai-nilai estetis sekaligus edukasi.
Dari sudut pandang estetika (keindahan) elemen dan formulasi bahan dari gamelan memiliki daya tarik yang spesial. Daya tariknya ialah terletak pada bahan mentah yang telah diberi nama yaitu “gangsa”. Gangsa (karawang) ialah sebuah logam hasil percampuran dari perunggu dan timah. Hasil percampuran yang masih dalam tahap mentah ini sudah diberikan nama. Nama dari hasil formulasi dengan komposisi dan takaran yang telah terukur konsistensinya.
Keterukuran selanjutnya terletak pada proses pengolahan “gangsa” untuk dijadikan instrumen-instrumen gamelan seperti pemade, reyong, kajar, tawa-tawa, gender dan sebagainya. Proses pengolahan ini memiliki beberapa tata cara dan alur-alur yang harus dilalui secara sistematis.
Tata cara dan alur-alur yang harus dilalui ialah 1) Melebur gangsa menjadi berbenntuk liquid, 2) Mencetak cairan liquid menjadi bentuk bilah atau bermoncol, 3) Mementeng bentuk awal bilah atau moncol menjadi bentuk kasar, 4) Menghaluskan bentuk bilah dan moncol, 5) Melaras bunyi dari bilah dan moncol dan 6) Menyetel bilah dan moncol dengan resonator (bumbung). Enam tahapan alur dalam membuat gamelan tersebut ialah sebuah alur yang dapat digunakan sebagai muatan edukasi.
Sebagai sebuah muatan edukasi, tata cara pembuatan gamelan ini dalam lingkup akademis gamelan (karawitan) disebut dengan “Organologi”. Organologi dalam lingkup keilmuan gamelan (karawitan) dipandang sebagai sebuah ilmu mengenai bahan merujuk dari kata organ dan logi. Organ merujuk pada makna bahan penyusun sedangkan logi berasal dari kata logos yang artinya ilmu.
Organologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang organ (bentuk) dan struktur alat musik. Organologi mempunyai maksud sebagai gambaran tentang bentuk dan rupa konstruksi suatu alat musik (Riswanto, 2015:1). Organolgi sebagai sebuah ilmu tentang bahan, bahan pembuatan gamelan Bali adalah salah satu mata kuliah yang harus ditempuh oleh mahasiswa strara 1 (S-1) Seni Karawitan.
Foto: Salah satu tahap dalam proses pembuatan gamelan di Desa Tihingan, Klungkung, Bali
Dalam menempuh mata kuliah Organologi, selain belajar secara teoritis mahasiswa juga melakukan visitasi (kunjungan) ke lapangan langsung. Visitasi ke lapangan dalam hal ini yang dimaksud ialah belajar secara langsung dengan pengerajin. Pengerajin yang dituju biasanya ialah pengerajin gamelan di Banjar Tihingan.
Bersama pengerajin, mahasiswa belajar secara langsung mengenai enam tahapan membuat gamelan. Belajar mengenai tahapan pembuatan gamelan ini adalah bentuk dari edukasi. Edukasi mengenai tahapan dan formulasi pembuatan gamelan tidak hanya diaplikasikan dengan civtas akademik saja. Edukasi mengenai kerajinan gamelan juga perlu didedahkan pada para pelancong lokal maupun para wisatawan mancanegara.
Edukasi kerajinan gamelan untuk wisatawan dalam konteks kepariwisataan ialah sebuah produk yang seyogyanya diangkat untuk memperkokoh posisi Pulau Bali yang berbasis wisata budaya.
Pulau Bali yang termasyur sebagai tujuan wisata berbasis budaya dengan atraksi kesenian sebagai ujung tombak selain pemandangan alam, perlu kiranya untuk menawarkan alternatif baru yaitu berupa informasi mengenai hal-hal pendukung atraksi kesenian tersebut. Pengetahuan organologi dari gamelan perlu didedahkan sebagai aspek hulu dari sajian pertunjukan gamelan yang apik dan memukau.
Foto: Salah satu tahap dalam proses pembuatan gamelan di Desa Tihingan, Klungkung, Bali
Edukasi mengenai organologi gamelan ini diaktualisasikan dengan mengajak wisatawan mengunjungi sentra kerajinan gamelan seperti yang dimiliki oleh Banjar Tihingan, Desa Tihingan. Maka dari itu, Banjar Tihingan selain sebagai industry kerajinan gamelan juga sebagai desa edukasi. Desa edukasi berupa “Wisata Organologi”, berkunjung untuk belajar dan mengetahui tata cara pembuatan gamelan Bali langsung dari pakar dan pengerajinnya langsung.
Tujuan dari gagasan “Wisata Organologi Desa Tihingan” ialah untuk menghadirkan tawaran baru yang dapat menjadi daya tarik wisata baru di Desa Tihingan. Wisata Organologi Desa Tihingan merupakan hasil pengembangan dari kearifan lokal Desa Tihingan sebagai sentra kerajinan gamelan Bali yang terkenal di Pulau Bali.
Beberapa tujuan yang dapat penulis rumuskan dalam program “Wisata Organologi Desa Tihingan” ialah: 1) Memberikan alternatif lain dari sentra industri gamelan Bali yang telah mapan dalam sekala lokal, 2) Memberikan posisi Desa Tihingan sebagai desa berwawasan edukasi
3) Menjaring segmentasi pengunjung atau wisatawan dengan latar belakang edukasi dan akademis dan 4) Sebagai strategi baru untuk menarik minat beli gamelan melalui program edukasi. Keempat tujuan tersebut merupakan poin-poin yang digunakan sebagai pijakan dalam menyusun kerangka program mewujudkan “Wisata Organologi Desa Tihingan”. Keempat poin-poin tersebut menjadi rambu-rambu dalam aktulisasinya.
Manfaat dari tawaran “Wisata Organologi Desa Tihingan” ialah untuk menghasilkan daya tarik wisata baru. Adapaun manfaat dari “Wisata Organologi Desa Tihingan” adalah sebagai berikut: 1) Sebagai sebuah alternatif baru untuk menunjang sentra industri gamelan Bali, 2) Menghadirkan Desa Tihingan sebagai desa berwawasan edukasi, 3) Menghadirkan segmentasi pengunjung baru seperti para akademisi untuk dapat melakukan kegiatan edukasinya di Desa Tihingan dan 4) Untuk menarik minat beli gamelan setelah diberikan pendedahan mengenai tata cara pembuatan gamelan. Keempat manfaat tersebut dipancangkan sebagai target capaian untuk melecut misi mewujudkan “Wisata Organologi Desa Tihingan” dengan konkrit.
Foto: Salah satu tahap dalam proses pembuatan gamelan di Desa Tihingan, Klungkung, Bali
Pendedahan dari program “Wisata Organologi Desa Tihingan” menggunakan metode presentasi ide dan diskusi. Presentasi ide merupakan pemaparan mengenai pandangan penulis mengenai potensi “wisata organologi” Desa Tihingan merujuk dari pengerajin gamelan yang menjadi ikonik. Diskusi ialah dialog dengan masyarakat Desa Tihingan yang diwakili oleh pemangku kebijakan/aparatur desa dengan penulis untuk mewujudkan pemahaman atas gagasan “Wisata Organologi Desa Tihingan”.
Bentuk dari wisata organologi di Desa Tihingan berupa visitasi dan work shop.
Visitasi dalam bentuk kunjungan ke prapen-prapen pembuatan gamelan oleh para wisatawan. Work shop adalah dengan memberikan wisatawan praktik singkat dalam membuat gamelan seperti membuat petuding (sample suara atau nada), menempa bilah atau manggur. Manggur gamelan adalah membuat atau menentukan karakter bunyi, tinggi nada atau larasan/saih pada tungguhan-tungguhan perangkat gamelan (Sukerta, 1998:103-104)
a. Visitasi
Visitasi merupakan kegiatan mengunjungi salah satu pengerajin gamelan yang terdapat di Desa Tihingan seperti misalnya pada Prapen Bapak Pande Lanus, Prapen Sutama Gamelan, Prapen Gong Tari dan lainnya. Kegiatan mengunjungi prapen ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai aktivitas pembuatan gamelan di prapen-prapen pembuatan gamelan tersebut. Penjelasannya meliputi pengetahuan alat-alat pembuatan gamelan, tempat pengerajin bekerja, bahan-bahan membuat gamelan serta tata cara pembuatan gamelan secara singkat.
Dalam visitasi ke prapen-prapen ini diusahakan agar setiap pengerajin menjelaskan dengan ramah mengingat visitasi ini merupakan bentuk lain dari branding terhadap produk gamelannya. Menjelaskan seluk beluk peralatan, bahan dan tata cara membuat gamelan merupakan cara lain untuk menawarkan produk gamelan pada si peminat. Informasi yang diberikan hendaknya mampu untuk memikat calon peminat yang dapat bermuara pada transaksi ekonomi.
Foto: Kunjungan pada sentra kerajinan gamelan di Desa Tihingan, Klungkung, Bali
Transaksi ekonomi dalam balutan kegiatan visitasi ini ialah salah satu cara menaikkan kualitas strategi pemasaran produk gamelan berbasis edukasi. Dalam artian lain transaksi ekonomi dipercantik dengan memberikan customer asupan pengetahuan terhadap produk yang diinginkan. Memiliki produk gamelan ditambah dengan pengetahuannya merupakan sebuah bentuk apresiasi terhadap hasil kebudayaan manusia yang adiluhung.
Manfaat dari kegiatan visitasi ini bagi pengerajin gamelan di Desa Tihingan ialah memberikan pengerajin ruang untuk mempromosikan produk dan keahlian mereka dalam menghasilkan produk gamelan. Ruang pertemuan antara produsen dan konsumen dalam sebuah dialog untuk mewujudkan transaksi ekonomis. Transaksi ekomonis berpeluang besar terjadi apabila pengerajin gamelan (produsen) dapat memikat hati customer jauh lebih dalam melaui informasi berbasis pengetahuan mengenai tata cara pembuatan gamelan (organologi).
b. Work Shop
Work shop ialah program memberikan para wisatawan untuk dapat merasakan tata cara membuat gamelan secara singkat. Wisatawan diajarkan oleh para pengerajin mengenai teori-teori teknik dasar dalam membuat gamelan. Praktik membuat gamelan ini memilih proses yang paling mudah namun dapat menghantarkan wisatawan pada pengetahuan teknis dasar membuat gamelan. Teknik dasar membuat gamelan yang dipilih berupa membuat petuding dari bambu, membakar perungu menjadi liquid yang disebut luluhan atau alloy (Hastanto, 2012:6) serta manggur bilah gamelan.
Membuat petuding, proses membakar perunggu menjadi liquid serta manggur adalah tiga kegiatan dalam membuat gamelan yang dapat digunakan materi dalam kegiatan work shop. Salah satu dari ketiga kegiatan tersebut dapat dipilih satu jika work shop dilakukan dengan durasi singkat (short class). Dalam work shop pembuatan gamelan ini merupakan ruang bagi pengerajin untuk memikat wisatawan untuk memunculkan niat membeli produk gamelan. Ruang intens yang terjadi ialah dengan memberikan penjelas-penjelasan menarik mengenai pengalaman dalam praktik membuat gamelan. Branding-branding mengenai pengalaman-pengalaman menarik serta keahlian intelektual dalam aktivitas membuat gamelan.
Foto: Perapen/perapian
Membuat gamelan dengan mengambil contoh praktikal membuat petuding ialah sebagai salah satu contoh materi work shop yang sangat mudah namun memiliki daya pikat yang kuat. Membuat petuding tidak memerlukan waktu yang lama dan dengan menggunakan bahan serta teknis pengerjaan yang sangat mudah. Dalam membuat petuding antara pengerajin dan wisatawan terbingkai dalam suasana kerja bersama. Pengerajin memberikan teori mengenai tata cara memotong bambu serta meraut bambu untuk menghasilkan sebuah nada tertentu yang diinginkan. Proses memotong dan meraut bambu ini terjadi dialog atau komunikasi dua arah antara pengerajin dan wisatawan untuk mewujudkan sasaran capaian tutorial dari pengerajin dan keberhasilan dari wisatawan dalam mengeksekusi arahan pengerajin.
Wujud dari hasil pengajaran secara tutorial dari pengajar kepada wisatawan dalam membuat petuding dapat dijadikan sebagai souvenir bagi wisatawan sendiri. Souvenir petuding yang merupakan hasil karya dari wisatawan sendiri merupakan salah satu “jimat pemikat” untuk mengeksistensikan daya ingat wisatawan terhadap proses work shop membuat gamelan di Desa Tihingan. Daya ingat wisatawan terhadap hal-hal menarik dari Desa Tihingan sebagai sentra pengerajin gamelan setidaknya untuk memikat ketertarikan lain seperti berkunjung kembali ataupu keinginan untuk membeli gamelan secara tungguhan atau barungan.
Manfaat dari kegiatan work shop ini adalah menyentuh hati para wisatawan dengan memposisikan mereka sebagai subyek pengerajin gamelan itu sendiri. Hal ini ialah untuk memberikan wisatawan untuk berpartisipasi pada kegiatan yang menjadi daya tarik kunjungan mereka. Melaui work shop mereka tidak hanya melihat melainkan ikut menjadi subyek dalam menghasilkan salah satu produk gamelan, sederhananya membuat petuding atas karya mereka sendiri. Luaran dari kegiatan work shop ini adalah untuk menanamkan memori pada para wisatawan untuk tertarik kembali datang mengunjungi sentra pembuatan gamelan di Desa Tihingan.
Foto: Proses pembuatan kendang
Berbicara mengenai manfaat mengenai “Wisata Organologi Desa Tihingan” yang menggunakan gamelan sebagai subyek, terdapat tiga fungsi (musik) gamelan dalam konteks pariwisata yaitu: 1) Memberi pengalaman estetis bagi para wisatawan, 2) Salah satu identitas dari suatu daerah atau negara dan 3) Sebagai salah satu sara penghubung komunikasi antar bangsa (Soedarsono dalam Rai,S, 2001:140). Dari ketiga fungsi (musik) gamelan seperti yang disebutkan oleh Soedarsono, fungsi nomor satu ialah menjadi rujukan dalam program wisata organologi ini. Mengingat dengan memberikan work shop mengenai tutorial membuat gamelan diharapkan dapat menanamkan memori keindahan dari gamelan itu sendiri dalam segi proses pembuatannya (organologi).
Setelah memberikan pendedahan mengenai gagasan “Wisata Organologi Desa Tihingan” dengan bentuk visitasi dan work shop pembuatan gamelan, maka langkah selanjutnya ialah mengaktualisasi gagasan tersebut bersama aparatur desa dan pengerajin gamelan Banjar Tihingan. Aktulisasi berupa sosialisasi program sebelum menginjak pada regulasi dari program “Wisata Organologi Desa Tihingan”. Regulasi harus diciptakan sebagai sebuah legalisasi dan control dalam pelaksanaan wisata bentuk baru ini. Setelah terwujud kesamaan visi maka langkah selanjtnya sebelum aktualisasi program ialah memberikan pelatihan mengenai tata cara komunikasi dalam melayani visitasi dan work shop dari para wisatawan kelak. [T]