30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Plat DK dan Masakan Sasak yang Menuntaskan Rindu | Cerita Mahasiswa Bali di Kota Malang

Azman H. BahberehbyAzman H. Bahbereh
March 14, 2022
inEsai
Plat DK dan Masakan Sasak yang Menuntaskan Rindu | Cerita Mahasiswa Bali di Kota Malang

Suami-istri yang mengendarai motor berplat DK di Kota Malang, Jawa Timur

Dalam film seri Breaking Bad, tepatnya pada season ketiga. Gus Fring mengundang White (alias Heisenberg) untuk makan malam di rumahnya. Di tengah mereka menyantap hidangan. Gus Fring merasa dirinya kembali ke masa kecil, sebab makanan yang ia santap. Dan ketika itu ia berkata “Cara indra terhubung dengan ingatan selalu membuatku kagum.” Dengan wajah yang puas.

Saya bukan ingin menulis tentang film seri garapan Vince Gilligan tersebut. Bukan pula perubahan psikologis dari Walter White, yang awalnya hanya guru kimia di SMA, berubah secara drastis menjadi pembuat metamfetamina (sabu-sabu). Pun, tidak pula tentang kematian Hank di episode-episode terakhir.

***

Saya ingin mencoba menjelaskan bahwa kata-kata Gus Fring itu begitu relevan dengan pengalaman yang saya dapatkan juga teman-teman Bali di Kota Malang. Tentunya, tidak hanya perantau yang di Malang saja. Mungkin sebagian orang Bali yang merantau di pulau Jawa juga punya pengalaman demikian.

Pertama-tama, ketika berada di Malang, saya rindu kuliner Bali, terutama kuliner sebagaimana yang terkenal di kota asal saya, kota Singaraja di Buleleng. Antara lain masakan Bek Juk, jukut tembak Cik Wati, bahkan sate plecing Cik Isah di kota Singaraja.  

Dalam hal kuliner, di Kota Malang, saya mendapati sebagian besar makanan di Kota Malang terkesan manis di lidah. Warung tegal, nasi padang, nasi cumi, nasi ikan, nasi ayam, nasi segala macam nasi, hampir keseluruhan tak familiar di mulut saya. Bahkan warung makan yang tersemat embel-embel “raja sambal” pun sambalnya tetap memiliki cita rasa yang dominan manis. Bagi lidah saya, yang terbiasa dengan makanan kampung halaman di Singaraja, terkhusus dapur ibu, seakan belum bisa berkenalan dengan makanan-makanan di Malang.

Untuk itulah, tak jarang ketika pulang kampung dan sudah waktunya akan kembali ke Malang, Saya berinisiatif membawa bekal be mesere ke Malang, untuk memuaskan lidah saya yang belum juga akrab dengan makanan di rantau.  Be mesere adalah sejenis daging sisit atau disuir-suir, lalu diisi bumbu khas, yang mungkin hanya terdapat di Singaraja/

Alih-alih membawa satu karung be mesere,motor saya hanya mampu menampung dua plastik klip besar. Dan itu tak sampai genap sebulan sudah habis, kantong plastiknya sudah kosong melompong. Karena selain saya yang mengkonsumsi, teman-teman saya pun ikut serta. Sewaktu kehabisan be mesere saya kembali harus berkenalan dengan makanan-makanan di Kota Malang. Hitung-hitung untuk mencocok-cocokan makanan itu dengan lidah saya.

Misalnya saya makan ayam bumbu manis, tempe bacem, ayam kremes yang sambalnya seakan tak ada rasa pedasnya. Juga kuah rawon yang sepertinya tak ada campuran pangi sebagaimana di Singaraja. Galau, karena merasa tak ada Bek Juk, tak ada jukut tembak Cik Wati, bahkan sate plecing Cik Isah.

Kalau ada waktu lebih banyak, saya berusaha untuk mencari-cari makanan yang sedikit mirip dengan makanan di kampung halaman.

Tepat sekali, seorang teman merekomendasikan nasi balap kepada saya. Tempatnya di dekat kontrakan, di depan kampus UMM (Universitas Muhammadiyah Malang). Ketika saya selesai mengisi bensin yang berada pas di samping kampus UMM. Saya melihat warung makan yang disebutkan. Bertuliskan “Warung Sasak”. Iya, Lombok. Berpikir bahwa pulau Lombok bersebalahan dengan pulau Bali, saya memiliki pandangan bahwa lidah kita sama, kemungkinan besar makanan kita tak jauh berbeda.

Saya masuk dan memesan makanan yang direkomendasikan teman saya, yaitu nasi balap, tak berselang 15 menit, nasi balap sudah sampai di atas meja saya. Begitu dihidangkan, baunya menyengat, dan rasa panas yang saya hirup sebenarnya bukan dari nasi yang baru dimasak, tetapi dari aroma ayam suwir berwarna merah muda dengan kilauan minyak yang keemas-emasan. Nasi balap terdiri dari ayam suwir pedas (mirip sekali dengan be mesere bali), kacang kedelai, dan kentang yang dipotong memanjang tipis serta digoreng sampai benar-benar kering.

Baru suapan pertama, keharuman dari lembar daun jeruk begitu menggigit dan rasa pedas menempel di dinding kerongkongan saya. Itu membuat saya teringat kepulan asap dari penggorengan ketika ibu memasak be mesere. Kepulan asap itu melambung ke plafon dapur, lalu menyebar, menyerang mata abah, abang dan saya sendiri, hingga terasa perih.

Saya puas, di Malang akhirnya saya menemukan kuliner yang cocok di lidah. Dan itu masakan Lombok.

Setelah cukup lama berada di Malang, saya pun akhirnya tahu bahwa Kota Malang cukup kaya dengan tempoat-tempat makan dengan masakan nusantara, masakan yang berasal dari daerah-daerah lain di luar Jawa. Saya pun merasa bahwa kepingan-kepingan kampung halaman ternyata banyak dan bertebaran di Kota Malang.

Saya menjelajah seluruh kuliner yang berbau-bau Bali di Malang. Mulai dari ayam betutu di Jalan Kembang Sepatu, godoh (pisang goreng) di pasar besar, sampai kopi yang saya rasa persis seperti kopi banyuatis di Buleleng. Semua berusaha saya sentuh dan rasakan, selain sebagai pemuas dahaga, saya anggap saja itu juga sebagai obat rindu saya kepada Bek Juk, Cik Wati, Cik Isah dan kopi Pak Amri di Pantai Pelabuhan Buleleng.

***

Lama-lama saya menemukan berbagai macam ke-Bali-an di Malang sehingga saya makin akrab dan tak merasa asing lagi di kota itu. Selain dari hal makanan dan sejenisnya, ternyata ada hal yang sangat menarik juga yang membuat saya seperti berada di Bali, seperti melihat sejumlah mahasiswa berpakaian adat Bali pada acara-acara tertentu dan menonton kesenian Bali di sejumlah gedung pertunjukan, dan saya terkadang berfikir apakah semua perantauan seperti saya saat mengalami hal-hal semacam itu.

Di Singaraja, di kota asal saya, saya sering berkeliling kota kalau sore sedang cerah-cerahnya, dan tak ada kesibukan. Naik motor melewati pasar Banyuasri. Melintas sekadar melihat taman kota. Lalu berakhir di Pantai Pelabuhan Buleleng. Iya, kegiatan semacam itu juga saya lakukan di Kota Malang, murni saya tujukan untuk menghilangkan rasa lelah dan bosan, misalnya ketika hampir seharian penuh tak punya kegiatan.

Di Singaraja, ketika melihat setiap plat motor yang ada di depan saya, atau ke setiap plat motor-motor yang memutar arah, hampir semua yang saya temui kendaraan itu berplat DK, jelas karena saya hidup di Bali. Dan pada waktu itu tak ada kesan kegembiraan yang khusus. Sungguh, tak ada apa-apa ketika hal kecil itu terjadi di Bali.

Namun ketika saya menjadi anak rantau di Kota Malang untuk pertama kalinya, hidup di luar Bali, hidup di tengah-tengah keramaian lalu lintas, yang semua plat motornya campur-campur. Ada yang B, G, S, P, L dan bermayoritas plat N. Saya merasa kesepian di tengah-tengah keramaian orang. Saya merasa orang Bali pertama yang menginjakkan kaki di bumi Jawa.

Karena masih merasa baru merantau dan belum ada banyak kenalan orang Bali di Malang. Perasaan kesepian masih berselimut dalam diri saya. Sampai berselang waktu sekitar seminggu, barulah saya menemukan teman-teman kampung saya yang berasal dari Singaraja. Rasa kesepian memang menghilang, tapi tak ada kegembiraan khusus, hanya biasa-biasa saja.

Hingga pada suatu hari, selepas kurang lebih setahun menjadi rantauan di Malang. Saya kembali melakukan kegiatan yang sering saya lakukan di Singaraja, healing-healingan. Berkendara mengitari kota yang sudah cukup saya hapal jalannya. Memutari Jalan Besar Ijen, memutari Soehat, mampir sekadar duduk di Taman Merjosari, sambil liat ukhti-ukhti tiktokan.

Merasa rasa puas dalam diri sudah terpenuhi. Saya bersiap untuk perjalanan balik ke kontrakan. Lalu lintas yang menyisir Taman Merjosari memang selalu padat pada jam-jam akan menuju waktu maghrib. Dan saya terjebak di kemacetan tersebut.

Tepat pada detik itulah, tiba-tiba, betapa dengan mendadaknya, sekonyong-konyongnya, mata saya mengarah ke motor sepasang suami istri yang tak saya kenal, yang ada di depan saya. Lagi-lagi secara tidak sadar, mata saya sedikit menunduk ke bawah, dan saya tak percaya apa yang saya lihat. Ternyata plat motor sepasang suami istri dengan anak di tengahnya tersebut adalah DK.

Sungguh, ada perasaan yang tak bisa diuraikan mengerubungi saya, perasaan yang kalau bisa dibilang begitu paripurna. Di belakang mereka saya senyum-senyum sendiri. Tak memahami kenapa saya begitu senang dan bahagia. Sekelebat saya seakan berucap dengan senyum tipis-tipis “ternyata aku tidak sendiri di sini.”

Pasangan suami istri itu masih berada di depan saya, hingga lalu lintas kembali normal. Tiba di perempatan, mereka mengambil haluan yang berbeda dari saya. Dalam perjalanan saya masih terus menyeringai memikirkan kejadian itu. Sampai di kontrakan saya berteriak dan menyampaikan momen itu kepada teman-teman kontrakan. Ternyata mereka pun merasakan apa yang saya rasakan.

Selepas kejadian itu, saya banyak menemukan di jalan sekitaran kampus-kampus, warung makan, kedai kopi dan juga lampu merah, motor-motor yang berplat DK. Melihat mereka seakan saya sudah mengenal mereka lama sekali. Saya seperti merasa kita sudah saling kenal satu sama lain, jauh sebelum pertemuan di tempat rantauan.

***

Benarlah kata Gus Fring. Keterpukauannya terhadap cara kerja indra kita, membuat saya berfikir demikian dan memercayai itu. Bahwa indra bekerja mengenali, merasakan dan merespon serangkaian peristiwa. Dan begitulah, indra saya mengenali lagi apa yang pernah saya kenali, dan indra saya merasakan lagi apa yang pernah saya rasakan. Tentunya dengan euforia yang beda juga ada sentuhan nostalgia di dalamnya.[T]

Tags: Jawa TimurKota MalangmahasiswaMalang
Previous Post

“Gaslighter”, Pasang Surut Cinta | Excira di Kanal Youtube Exciraofficial

Next Post

Tiga Cerpen Gunawan Maryanto | Tiga Pertunjukan Imajiner

Azman H. Bahbereh

Azman H. Bahbereh

Lahir di Singaraja, Bali, 30 Januari 2001. Bekerja sebagai tukang jagal ayam yang selain gemar membaca juga gemar menulis. Kalian bisa menemukannya di akun Instagram : @azmnhssmb

Next Post
Tiga Cerpen Gunawan Maryanto | Tiga Pertunjukan Imajiner

Tiga Cerpen Gunawan Maryanto | Tiga Pertunjukan Imajiner

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

by Emi Suy
May 29, 2025
0
Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

DI masa pandemi, ketika manusia menghadapi kenyataan isolasi yang menggigit dan sakit yang tak hanya fisik tapi juga psikis, banyak...

Read more

Uji Coba Vaksin, Kontroversi Agenda Depopulasi versus Kultur Egoistik Masyarakat

by Putu Arya Nugraha
May 29, 2025
0
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

KETIKA di daerah kita seseorang telah digigit anjing, apalagi anjing tersebut anjing liar, hal yang paling ditakutkan olehnya dan keluarganya...

Read more

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co