Kita, entah itu saya, kamu, dia, kami atau mereka, selalu punya masalah masing-masing.
Dulu, saya sering berpikir, hanya saya sendiri sajalah yang punya masalah. Rupanya itu kekeliruan besar, setiap orang di planet ini pasti punya masalahnya sendiri-sendiri. Itulah makanya, saat ini bukan hanya ibu-ibu di Indonesia yang menghadapi masalah kelangkaan minyak goreng, seorang Putin pun tak kalah pelik masalah yang sedang dihadapinya, risiko perang dunia ketiga dari tindakannya menginvasi Ukraina. Ini jelas bukan masalah kaleng-kaleng.
Baik masalah yang sedang membelenggu presiden Rusia, Vladimir Putin, pun kekacauan yang lagi mengacak-acak penanggung jawab dapur se-Indonesia, ibu-ibu rempong Nusantara ini. Ibu-ibu atau dalam istilah populer media sosial warga +62 lebih heboh disebut emak-emak, telah mengambil peran cukup sentral dalam isu-isu sosial dalam masyarakat Indonesia.
Wajar saja emak-emak +62 semakin strong sebab telah terlatih menghadapi masalah bertubi-tubi. Sebelum kelangkaan minyak goreng, kita pasti masih ingat emak-emak kita berjibaku mengimbangi harga telor yang melambung dan tempe yang mencekik. Padahal ketiga komoditi pangan ini merupakan kebutuhan mendasar emak-emak kita di dapur dan tentu saja pula bahan utama bisnis kecil di bidang kuliner.
Saya memang tak ikut begitu merasakan masalah emak-emak yang belum juga teratasi secara efektif hingga hari ini. Meskipun pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan untuk menjaga stok aman dan harga ekonomis, minyak goreng untuk masyarakat. Tentu saja ini cukup menampar muka para pemimpin kita kalau mengingat-ingat, bangsa lain sudah siap-siap berimigrasi ke planet Mars namun kita masih ribut soal minyak goreng.
Jadi kita maklumi, pemerintah pun punya masalah alot saat ini. Meskipun, sekali lagi, saya tidak begitu merasakan urusan telor, tempe dan minyak goreng ini, namun bukannya saya tidak punya masalah. Sebagai seorang direktur RS dan juga seorang dokter, masalah nyata yang sedang terjadi adalah gelombang ketiga wabah covid-19 akibat varian Omicron.
Masalah menjadi lebih ruwet lagi karena klaim perawatan pasien covid-19 dan insentif nakes belum juga cair semuanya. Saya sih yakin dan maklum pemerintah perlu melakukan prioritas di bidang anggaran akibat dampak pandemi yang sedemikan luas dan sistemik ini. Nah, jika masalah ini, seluruh pemerintah di dunia pun pasti mengalaminya, tak terkecuali. Bahkan nakes di Polandia, satu negara maju di Eropa, juga menuntut kenaikan gaji dan pemangkasan jam kerja akibat kelelahan menangani pasien covid-19.
Rusia, sebagai satu negara adi daya punya masalah teramat besar yaitu rasa takut dan mungkin saja kesepian. Sejak ambruknya pada tahun 1991, satu persatu negara pecahan Uni Soviet, berpaling kepada NATO. Ini sangat menyakitkan.
Pernahkan kalian dicampakkan pacar yang sudah sekian tahun bersama menjalin kehangatan? Itulah yang dirasakan Rusia dan Vladimir Putin belakangan ini. Cuma Ukraina yang tersisa namun terus-menerus digoda oleh Amerika Serikat dan sekutunya untuk bergabung. Hal inilah, menurut kebanyakan orang, adalah masalah paling prinsip pemicu serangan Rusia ke Ukraina.
Sebagai negara terbesar kedua di Eropa, Ukraina-lah satu-satunya penghalang ambisi NATO untuk menguasai seluruh Eropa dan tentu saja selanjutnya melucuti Rusia secara politik ekonomi global. Putin selalu melontarkan alasan demiliterisasi kepada pemerintah Ukraina yang menindas milisi pemberontak pro Moscow. Putin pun selalu mengingatkan Rusia dan Ukraina adalah saudara satu ibu yang telah menjalin sejarah sejak abad kesembilan. Ketimbang patah hati, Rusia memilih cara laki-laki untuk menyelesaikan urusan ini, perang.
Serangan Rusia secara sepihak terhadap Ukraina dan tidak mendapat restu PBB sebetulnya cuma meniru prilaku Amerika Serikat yang suka menginvasi bangsa dan negara lain dengan berbagai dalih. Jadi jelas sekali, Amerika Serikat adalah bangsa dengan masalah besar, belum merupakan bangsa yang besar yang selama ini mereka akui dan banggakan.
BACA JUGA:
Bangsa besar tentu lain dengan bangsa dengan masalah besar. Kita harus akui banyak hal baik dari USA, namun sikap pemimpinnya, mau tidak mau akan menjadi identitas dari bangsanya. Identitas itulah yang menyandera Amerika Serikat sejak perang Vietnam, konflik Irak Quait, Suriah, Afghanistan dan masih banyak lagi. USA pada dasarnya memang pongah menyebut dirinya sebagai polisi dunia. Atas profesinya itu, ia telah menghukum banyak pemimpin dunia seperti Muaamar Khadafi, Saddam Husein, Noriega, mungkin juga Sukarno dan lain-lain. Menarget mendiang Fidel Castro, Kim Jong Un dan lain-lain.
Berbagai konflik geopolitik di berbagai belahan dunia, telah menjadi ladang subur untuk dipanen dengan omset milyaran dolar US bagi Amerika Serikat, profil yang sangat cocok untuk seorang bandar. Sayang sekali PBB sebagai polisi dunia yang sesungguhnya, tak pernah tegas menjalankan tugasnya. Maka jelas sudah PBB pun punya masalahnya sendiri.
Ukraina, negeri pesepak bola legendaris Andriy Shevchenko yang berjuluk sebagai negara keranjang roti Eropa tersebut, saat deklarasi kemerdekaannya menyatakan akan netral. Tentu yang dimaksud adalah netral di tengah-tengah, tidak memihak di antara dua kekuatan barat dan Rusia. Namun presiden Volodymyr Zelensky membawa Ukraina sangat terasa bagi Rusia terlalu mesra dengan Amerika Serikat, di depan mata di siang bolong.
Bagi seorang lelaki yang menyukai bela diri seperti presiden Putin, tentu saja ini pelecehan yang telah menodai harga diri dan bangsanya yang sulit dimaafkan. Saya juga curiga, jangan-jangan Putin sudah meyakini NATO dibawah kendali Joe Biden yang sudah menua takkan betul-betul mau ikut berperang melawan Rusia. Mereka sudah terlalu banyak mengambil pelajaran berharga, baik dari perang Vietnam, invasi ke Irak maupun Afghanistan.
Maka tinggalah sendirian bangsa Ukraina yang malang dalam kepungan prajurit Rusia, dari berbagai arah, gara-gara presidennya yang tak cakap berdiplomasi. Serangan sudah terjadi, korban sudah berjatuhan. Kita doakan semoga nestapa kemanusiaan ini segera berakhir dan persoalan ruwet minyak goreng segera menemukan titik terang. Kalau tidak, masalah besar menanti untuk kita para pecinta gorengan dan batagor. [T]