Aplikasi Google Maps tidak diragukan sudah tidak asing lagi bagi setiap pengguna gawai di Indonesia. Bahkan, sepertinya, menjadi satu-satunya aplikasi yang dikenal dan digunakan secara luas di internet saat ini. Meskipun sebenarnya terdapat beberapa aplikasi peta daring lainnya yang juga cukup bagus digunakan seperti Waze, OpenStreetMap, Digimap, Bing Maps dari Microsoft, Yahoo! Maps, Wikimapia dan lainnya.
Gmaps tetap menjadi primadona dan pilihan utama, bahkan bagi beberapa orang menjadi satu-satunya aplikasi, bagi yang ingin berselancar menggunakan peta di dunia digital saat ini. Hidup tanpa aplikasi ini, hari ini, terasa sulit dilakukan karena banyaknya kemudahan yang ditawarkan. Mulai dari merencanakan perjalanan, pengiriman barang, mencari tempat makan, pertemuan, ATM atau bank terdekat, SPBU, bahkan membuat berbagai tempat usaha mudah dilacak dan dikenal. Fungsi-fungsi seperti sharing location, GPS (Global Positioning System), location history, bahkan komunikasi antar aplikasinya sangat mempermudah pembagian informasi secara cepat.
Program ini termasuk masih anak baru gede (ABG) karena berusia 17 tahun, sejak pertama kali diluncurkan tanggal 8 Februari 2005. Google Maps sendiri berawal dari program C++ sederhana yang dirancang oleh dua bersaudara asal Denmark, Lars dan Jens Eilstrup Rasmussen, yang kemudian dibantu Noel Gordon dan Stephen Ma, di perusahaan Where 2 Technologies yang berbasis di Sydney, Australia yang kini menjelma menjadi aplikasi raksasa dengan penggunaan lebih dari 1 milyar orang dari seluruh dunia setiap bulannya!
Peningkatan demi peningkatan terus menerus dilakukan oleh Gmaps, bahkan dari sisi pemilihan bahasa antarmuka (interface language). Saat ini, Februari 2022, bahasa [dan aksara] yang dapat digunakan sebagai antarmuka di Gmaps sudah mencapai 74 bahasa/aksara. Sayangnya belum ada pilihan untuk bahasa atau aksara Bali.
Untunglah selama 2020-2021, Pengelola Nama Domain Internet Indonesia atau disingkat PANDI secara gencar mengkampanyekan digitalisasi aksara nusantara dengan berbagai kegiatan yang dilakukan. Salah satunya terkait standarisasi unicode aksara Bali melalui programnya Merajut Indonesia. Program ini cukup menarik karena melakukan perubahan paradigma penggunaan aksara-aksara daerah dengan kode unicode, termasuk diantaranya aksara Bali.
Sayangnya secara penerapan kurang disambut baik banyak pihak, atau justru kemudian dianggap angin lalu karena sulitnya penerapan aksara Bali ke ranah digital. Melihat permasalahan inilah Komunitas Wikimedia Denpasar kemudian mencoba cara baru dengan menerapkan unicode aksara Bali tersebut pada papan-papan nama digital di Google Maps. Dalam ratusan percobaan yang komunitas lakukan akhirnya beberapa, untuk tidak mengatakan ratusan, nama tempat kini telah disetujui perubahannya dalam aksara Bali. Contoh saja seperti sebagian nama-nama pura, pasar, pelabuhan, taman bahkan kantor kelurahan di Bali sekarang telah memiliki aksara Bali selain aksara latinnya.
Dalam permintaan perubahan ini ada setidaknya tiga kriteria atau syarat utama perubahan yang komunitas tetapkan dalam menambahkan aksara Bali ini di Gmaps.
Pertama, tempat tersebut hanya terdapat di Bali. Hal ini sengaja untuk membuka peluang dan kesempatan bagi aksara-aksara daerah di tempat lain digunakan pada masing-masing daerahnya.
Kedua, tempat tersebut merupakan bangunan atau tempat publik. Ini dimaksudkan agar tempat tersebut memiliki akses yang lebih bebas dan lebih banyak dikunjungi. Hal ini juga sejalan dengan Peraturan Daerah (PERDA) Bali nomor 1 tahun 2018 tentang Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali agar menempatkan aksara Bali pada papan nama. Jadi papan nama digital ini menjadi langkah lanjutan dari peraturan tersebut.
Ketiga, jika tempat tersebut adalah tempat usaha atau bangunan privat, maka perubahan nama sebaiknya seijin pemilik. Dengan tiga syarat tersebut diharapkan sebagian besar bangunan publik akan memiliki aksara Bali di Gmaps dan tentunya melestarikan bahasa dan aksara Bali di dunia digital secara lebih luas.
Besar harapannya, aksara Bali juga dapat tempat sebagai salah satu aksara atau bahasa antarmuka di berbagai aplikasi Google. Apakah mungkin? Mengapa tidak, bukankah hal yang sama juga dilakukan pembuat Gmaps tujuh belas tahun lalu dengan mimpinya? [T]