Persoalan ekologi ternyata menjadi salah satu wacana arus utama dalam banyak karya sastra Jawa Kuno. Hanya saja, gagasan-gagasan tentang etik lingkungan itu belum terunduh secara sempurna lantaran keberadaan teks yang berjarak.
Demikian terungkap dalam Webinar Ekologi Sastra bertajuk “Merawat Alam Pascapandemi Perspektif Jawa Kuno” yang digelar Himpunan Mahasiswa Program Studi Sastra Jawa Kuno (Himawan) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana sebagai rangkaian HUT ke-11 organisasi kemahasiswaan tersebut, Minggu (28/11/2021). Adapun pembicara yang dihadirkan adalah Dr. Drs. I Ketut Jirnaya, M.S., akademisi yang juga Koordinator Prodi Sastra Jawa Kuno Unud dan IK Eriadi Ariana (Jero Penyarikan Duuran Batur) yang merupakan penikmat sastra Jawa Kuno sekaligus alumnus Prodi Sastra Jawa Kuno Unud.
Dalam materinya yang berjudul “Sad Krti, Narasi, Pandemi: Menguatkan Konservasi Lingkungan Pascapandemi”, Jero Penyarikan Duuran mengungkap sejumlah teks yang membincangkan persoalan lingkungan hidup, khususnya terkait dengan bencana dan wabah, serta upaya-upaya menanggulanginya. Teks-teks tersebut meliputi Tantu Panggelaran, Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul, Kakawin Purwaning Gunung Agung, Usana Bali, Raja Purana Pura Ulun Danu Batur, Rogha Sanghara Bumi, termasuk Barong Swari dan Calonarang.
Sayangnya, meski banyak teks yang mewacanakan pelestarian lingkungan hidup, gagasan ideal itu dipandang belum menubuh, sehingga perlu dilakukan upaya mengakses dan membumikannya. “Salah satunya konsep Sad Krti yang menjadi konsep ideal konservasi lingkungan menurut Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul. Meski ada konsepnya, gagasan konservasi ini cenderung belum ditubuhkan dalam laku nyata untuk perlindungan alam Bali. Selain itu, diperlukan pembangunan kesadaran ekologis yang holistik dan solidaritas sosial lingkungan,” katanya.
Salah satu upaya yang diharapkan bisa ditempuh adalah melakukan alih media dari narasi-narasi itu dalam bentuk produk yang lebih dekat dengan masyarakat, misalnya melalui multimedia dan digital.
Lebih jauh, dalam penjejakannya, penulis yang konsen pada isu-isu lingkungan ini juga mendapati ada sejumlah tantangan dalam upaya konservasi lingkungan hidup di tengah pandemi. Ketika pandemi, kelestarian lingkungan hidup justru mendapat “beban” baru, salah satunya limbah medis. “Saya mendapati hasil riset bahwa ketika pandemi muncul masalah baru terkait pencemaran limbah medis, selain itu juga ada deforestasi yang masif. Pengamatan di sekitar tempat tinggal saya, alih fungsi dan alih kepemilikan lahan juga cukup mengkhawatirkan,” kata pemuda asal Desa Batur, Kintamani, Bangli ini.
Sementara itu, Jirnaya, melalui makalahnya yang berjudul “Romantis Naturalis pada Kakawin sebagai Penguat Imun dalam Covid-19: Sebuah Kajian Ekologi Sastra” menyebut bahwa kakawin adalah salah satu sumber inspirasi para sastrawan. Pengarang “mengeksploitasi” keindahan alam guna memperoleh kesan estetis dalam karya sastranya. Pada saat bersamaan, praktik itu juga mengindikasikan keikutsertaan sastrawan dan masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan. “Pelestarian alam penting karena alam menjadi sumber inspirasi pengawi, maka tentu alam harus dijaga,” katanya.
Akademisi asal Desa Les, Tejakula, Buleleng ini mengatakan bahwa sastra dan lingkungan akan selalu terkait. Citra lingkungan juga menjadi wacana yang sangat kuat dalam Kakawin Ramayana, Arjunawiwaha, dan Bharatayuddha. “Contohnya dalam Arjunawiwaha, diceritakan Arjuna sekian lama berada di gunung dan hutan, namun tidak pernah mengusik ekosistem hutan, baik flora maupun faunanya,” katanya sembari meyakini apresiasi sastra Jawa Kuno bisa menjadi obat untuk memperkuat imun tubuh. [T][*]