Sembilan belas bulan pasca pandemi, ekonomi Bali tetap mengalami keterpurukan, bisa disimak data pertumbuhan ekonomi untuk triwulan ke-3 di 34 provinsi, sebagai diberitakan di medsos.
Tiga provinsi dengan pertumbuhan tertinggi: Papua 14, 54 persen, Maluku Utara 11, 41 persen, Sulawesi Tengah 10, 21 persen. Sedangkan tiga provinsi dengan pertumbuhan ekonomi terendah: Yogyakarta 2, 30 persen, Papua Barat ( 1.76 persen ) dan Bali ( 2, 91 persen ).
Bali dengan rangking terendah, pada posisi ke 34, pertumbuhan negatif selama triwulan ketiga 2021 minus 2, 91 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi negatif tahun lalu, pada pusaran 9, 30 persen, angka pertumbuhan negatif tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya.
Tanpa kebijakan ekonomi yang luar biasa, ekonomi Bali bisa mengalami keterpurukan yang berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi negatif akan berdampak pada: pengangguran yang meningkat, bertambahnya jumlah orang miskin dan rentan menjadi miskin, daya beli yang merosot sehingga tidak mampu mengungkit ekonomi untuk bertumbuh, semakin banyak usaha yang gulung tikar dan melahirkan demotivasi bagi para pelaku usaha.
Keterpurukan ekonomi yang berlanjut akan berdampak terhadap kondisi sosial kultural masyarakat. Tantangannya adalah bagaimana merubah ancaman akibat krisis ini, berubah menjadi tantangan untuk bangkit.
Dari perspektif kebijakan ekonomi, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh empat besaran penentu: konsumsi masyarakat atau belanja masyarakat, belanja modal pemerintah, kredit dari sistem perbankan dan ekspor netto ( khusus untuk Bali kedatangan tamu wisman ).
Dalam menjawab tantangan ini, pengambil kebijakan ekskutif dan legislatif tingkat provinsi, kabupaten dan kota, memfokuskan kebijakannya untuk: pertama, peningkatan daya beli masyarakat untuk menstimulasi konsumsi masyarakat, melalui trobosan kebijakan yang tersedia untuk itu. Diperlukan kebijakan ” out of the box “, keluar dari rutinitas kebijakan.
Kedua, belanja modal pemerintah yang lebih fokus: tidak dikorupsi, memenuhi syarat sebagai jaring pengaman sosial, lebih diarahkan kegiatan penciptaan kesempatan kerja produktif.
Ketiga, melakukan lobi ke OJK dan sistem perbankan, sehingga besaran kredit yang dikucurkan di Bali berfungsi mengungkit pertumbuhan ekonomi Bali sevara optimal.
Keempat, meningkatkan intensitas komunikasi dengan para pelaku usaha, sehingga lebih mendorong komunitas pengusaha berkontribusi dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Kelima, krisis ekonomi akibat pandemi, menjadi momentum untuk membuat keseimbangan dalam ekonomi Bali, antara sektor pariwisata dengan sektor-sektor lainnya: pertanian, industri pengolahan produk pertanian dan industri kreatif. [T]