7 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Sejarah Panjang Kemunculan Wayang

Nyoman MariyanabyNyoman Mariyana
November 8, 2021
inEsai
Sejarah Panjang Kemunculan Wayang

Kata wayang berasal dari kata bayang atau bayangan (Simpen, 1974:1). Sesuai dengan kenyataan bahwa dalam pertunjukan wayang kulit, Ki Dalang yaitu orang yang memainkan wayang ada di balik layar yang disebut kelir diterangi dengan sejenis pelita disebut belencong. Bayangan yang ditimbulkan dapat dilihat oleh penonton dari depan kelir sehingga pertunjukan ini disebut wayang. Namun, beberapa ahli menyebutkan bahwa wayang sama dengan bayang, karena lahir dari pertunjukan bayang-bayang suatu benda. Bayang-bayang tersebut secara simbolik dan kepercayaan merupakan personifikasi bayangan roh nenek moyang (leluhur: Hyang) yang turun ke dunia.

Wayang sebagai salah satu bentuk seni pertunjukan, tidak diketahui secara pasti kapan pertama kali munculnya. Menurut Dr.G.A. J Hazeu yang didukung oleh Brandes, Wayang berasal dari Jawa bukan dari Hindu. Wayang sudah ada sebelum pengaruh Hindu/Budha dan merupakan kebudayaan asli Indonesia yang timbul sejak jaman Neolithik lebih kurang tahun 1500 SM (Sri Mulyono dalam Wardana, 2003:7). Setelah kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya agama Hindu kira-kira abad ke-5 Masehi, maka terjadilah alkulturasi kebudayaan antara kebudayaan lama dengan kebudayaan baru yang dibawa oleh agama Hindu. Seni pewayangan mendapat pengaruh lebih luas terutama pada bentuk dan tema ceritanya. Bentuk wayang mulanya sederhana, menjadi lebih sempurna. Demikian temanya mengambil ceritera epos agama Hindu Mahabharata dan Ramayana.

Pendapat Dr.W.H. Rassers, dalam bukunya yang berjudul, Over den Orsprong van Het Javaansche Tooneel (1931), menyatakan bahwa asal dan fungsi pertunjukan wayang tidak bisa hanya dilihat dari segi filologi, tetapi harus dilihat dari segi seni drama pemain wayang itu sendiri. Rassers mengatakan bahwa di India sejak abad ke III telah ada pertunjukan wayang yang mirip sekali dengan di Jawa. oleh karena itu, ia menyimpulkan bahwa pertunjukan wayang di Jawa berasar dari jaman Hindu Jawa. Menurut Rassers ada unsur kesengajaan secara tradisional dan stationatis untuk menempatkan unsur-unsur falsafah dan faham kejawaan dalam cerita Mahabaratha, sehingga seolah-olah apa yang terjadi dalam pewayangan itu adalah asli Jawa atau Indonesia. Ada tiga hal pokok yang diulas pada bukunya adalah asal mula wayang, peranan kelir, dan kayonan/gunungan (Sri Mulyono dalam Saramasara, 2000: 11).

Prof. G. Schlegel dalam bukunya yang berjudul Chineesche Brauche Und Spiele in Europa, mengemukakan bahwa di Cina dikenal ada pertunjukan bayang-bayang yang diketemukan sejak pemerintahan kaisar Wu dari dinasti Han. Asal mula pertunjukan wayang ini adalah kaisar Wu sangat bersedih karena istrinya yang paling dicintainya meninggal. Pada saat itu datanglah seseorang yang mengatakan dirinya bisa memanggil bayang-bayang istrinya itu dengan cara membentangkan tabir, kemudian dibelakangnya dinyalakan sejumlah lampu, tiba-tiba sang kaisar melihat bayang-bayang istrinya muncul pada tabir tersebut. Tidak mungkin pertunjukan bayang-bayang ini berkembang ke Jawa karena istilah-istilah teknis seperti yang dikatakan Brandes sangat berbeda, serta masa kemunculannyapun baru tahun 140-86 SM. Ditemukan istilah “ringgit” dalam beberapa prasasti tembaga di Indonesia baik di Jawa maupun Bali, yang sampai saat ini masih digunakan sebagai sinonim istilah wayang. Maka Dr. Brandes dan Dr. Van Der Tuuk berkesimpulan bahwa pertunjukan wayang di Jawa dan Bali sudah cukup tua umurnya (Sri Mulyono dalam Saramasara, 2000: 10).

Di Bali pertunjukan wayang kulit telah dikenal pada tahun 818 (896 M) yaitu pada waktu pemerintahan Raja Ugrasena (Simpen, 1974:3). Hal itu dapat dibuktikan seperti yang disebutkan dalam prasasti Bali oleh Dr. Goris, turunan prasasti Bebetin M. 55 II b, isinya antara lain: pande mas, pande besi, pande tembaga, pamukul (juru tabuh bunyi-bunyian), pagending (biduan), pabunjing (penari), papadaha (juru gupek), pabangsi (juru rebab), partapukan (topeng), parbwayang (wayang).

Dalam kitab Epigraphia Balica I door Van Colanfels, Bali Musium No. 80/V, turunan prasasti Gurun Pai Desa Pandak Bandung (Simpen, 1974: 3) tersebut seperti ini: yan amukul (juru tabuh), anuling (seruling), atapuken (tapel), abawol (babanyolan), pirus (badut), menmen (tontonan), aringgit (wayang). Prasasti dibuat pada masa pemerintahan Anak Wungsu di Bali tahun Caka 993 atau dari tahun 1045-1071 Masehi. Di dalam Kitab Kekawin Arjuna Wiwaha (1036 M) jaman Erlangga Kahuripan Jawa Timur kita mendapat keterangan lebih jelas, bahwa yang dimaksud dengan kata ringgit adalah wayang kulit. Di dalam nyanyian V bait ke 9 kita temukan kalimat:

“Hana nonton ringgit menangis asekal muda hidepan, huwus wruh towin yan walulang inukir malah angucap”

Terjemahan:

“ada orang melihat ringgit, ia menangis dan merasa susah, itu bodoh jikalau dipikir, bukankah itu sudah tahu juga., bahwa yang bergerak dan berbicara itu hanya wayang kulit yang diukir (Padmopuspito, dalam Wardana, 2003: 3).

Berdasarkan data-data di atas ternyata wayang kulit sebagai sebuah seni pertunjukan telah dikenal sejak lama di Bali. Tentang bentuk wayang kulit yang ada sekarang ini terutama yang pagelarannya masih bertema klasik yakni Ramayana dan Mahabharata tidak mengalami perubahan bentuk yang berarti. Proto tipe wayang kulit Bali kita dapati pada petirtaan Jalantula berupa relief yang dipahat pada batu dari masa pemerintahan Airlangga di Jawa Timur. Bentuk yang sama kita dapati juga pada relief candi Jago tahun 1268 M, Candi Penataran tahun 1369 M, Candi Surawan dan Candi Tegalwangi tahun 1371. Pada relief Candi Penataran para punakawannya tidak jauh berbeda dengan punakawan pada wayang kulit Bali seperti: Tuwalen, Merdah, Delem dan Sangut.

Gambar: Tokoh Punakawan Tuwalen Pada Relief Candi Penataran, Jawa Timur
Dokumentasi I Nyoman Mariyana, Tahun 2019

Bentuk wayang tertua di Bali dapat ditemukan pada sebuah relief perunggu yang menggambarkan Semara-Ratih. Prasasti ini disimpan bersama dengan prasasti Anak Wungsu dari tahun 1071 M, dipergunakan untuk hiasan gantungan sebuah lontar. Selain itu, didapat pula lukisan Bhatara Guru yang ditorehkan pada prasasti Kehen yang sekarang tersimpan di Pura Kehen Bangli.

Dalam Prasasti Dawan (Klungkung) yang berangka tahun 975 Saka (1053 masehi) disebutkan sebagai berikut:

“… yan ana agending ihaji maranmak ngkana ku 2 pawehanya, agending ambaran ku 1 amukul sa 3 pawehanya ing satunan aringgit atali tali banjuran wehanya ku iri satuhun”

Artinya:

“Jika ada juru gending/penyanyi yang bermain di hadapan raja diberikan upah 2 kupang, juru tabuh gamelan diberikan 3 kupang, perkumpulan wayang dan atali-tali diberikan 1 kupang (Aryasa dalam Linggih, 2021: 11).

Prasasti Blantih yang berangka tahun 980 Saka (1058 Masehi) menyebutkan bentuk-bentuk kesenian antara lain:

“… mangkana yang ana abanwal, atapukan, aringgit, pirus, menmen, I haji maranmak ku 2 pawehanya I riya anuling ku 3, agending ambaran maranmak ku 2 pawehanya I riya…

Artinya:

“demikian kalau ada pertunjukan lawak, topeng, wayang, badut/pemain drama yang bermain dihadapan raja, mereka diberi upah 2 kupang, juru kidung/penyanyi 2 kupang, juru suling 1 kupang, juru tabuh gamelan 2 kupang (Simpen AB.1974 dalam Linggih, 2021: 11) ”.

Dari uraian prasasti-prasasti di atas, keberadaan wayang di Bali sudah ada sekitar tahun 896 masehi. Dibuktikan dengan sudah adanya pertunjukan wayang dengan kelompok yang sudah teratur dan keahlianya dalam mempertunjukan wayang. Kala itu juga sudah adanya bentuk-bentuk pertunjukan wayang serta keberadaan pemain gamelan (juru gender) dengan upah sesuai dengan profesinya.

Pada masa kerajaan Gelgel waktu pemerintahan Raja Dalem Waturenggong abad ke XV M, setelah kembali dari suatu kunjungan ke Majapahit mendapat hadiah satu gedog (peti) wayang kulit. Bentuk wayang ini kiranya tidak berbeda dengan wayang kulit Bali sekarang ini dan sama pula bentuknya seperti relief wayang yang terdapat di Pura Taman Sari Klungkung yang berasal kira-kira dari abad XVI-XVII M. Oleh karena itu, jelas kiranya bahwa bentuk wayang kulit Bali tidak banyak mengalami perubahan bentuk sejak jaman dahulu hingga sekarang.

Cerita Panji Malat Rasmin, pada jayanya pemerintahan Raja-raja Klungkung yang dimulai pada tahun 1704-1908 masehi, muncul sejumlah karya berbentuk Kidung dan Macepat (Geguritan), antara lain Anak Agung Gde Pameregan pada tahun 1810-1820 Masehi melahirkan karya-karya seperti, Geguritan Duh Ratnayu, Senepati Salya, Kidung Matutu rin Raga, Kidung Ngiket Ipian, Kidung Tetajen, Kidung Indik Daging Weda, Kidung Uwug Gianyar, Geguritan Anggastya, Tatwa Pemargin Surya, Peparikan Parwa Calonarang, Istri Sesana, dan Geguritan Boma. Sebagaian karya-karya itu menjadi lakon Wayang Kulit dan dramatari Arja yang memberi inspirasi munculnya gamelan Batel Pewayangan dan Arja (Bandem, 2013:33).

Pada Geguritan Jayaprana (belum jelas pengarangnya) memunculkan tentang istilah-istilah gamelan termasuk beberapa jenis gending yang ada pada Gender Wayang kini. Geguritan Jayaprana memuat istilah seperti, gamelan (ansambel), kukul (kentongan), pagambuhan (dramatari gambuh), wayang (wayang kulit), gelagah ketunuan (nama gending gender), preret (terompet), kendang Cina (gendrang Cina), cumangkirang (ansambel angklung), dadap, prasi, panah, cendekan, macan (berjenis-jenis tari baris upacara), kadingkling (sejenis wayang wong), solah (menari), wayang wong (dramatari dengan lakon Ramayana), jojor, jangkang, pedang (nama-nama tari baris), dan ilen-ilen (seni pagelaran) (Bandem, 2013: 34).

Di Bali, wayang sangat dihormati. Wayang merupakan bagian terpenting dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat Bali memelihara dan mendukung kesenian Wayang dalam kehidupan masyarakat. Wayang hingga saat ini masih digunakan sebagai media untuk penyampaian informasi kepada masyarakat. Didalam pertunjukan wayang terdapat pesan, etika, epos, karakter, yang bisa diambil sebagai pembelajaran dalam menjalankan kehidupan. Berdasarkan waktu pertunjukannya wayang dibedakan menjadi dua, ada wayang lemah (pertunjukan wayang pada siang hari) dan wayang peteng (pertunjukan wayang pada malam hari). Ada macam-macam wayang kulit di Bali, diantaranya:

  1. Wayang Parwa; mengambil pokok lakon dari Mahabrarata, Sutasoma, dan lain-lain.
  2. Wayang Ramayana; mengambil lakon Ramayana
  3. Wayang Calonararang; mengambil lakon Rangda Nateng Dirah
  4. Wayang Cupak; mengambil lakon Cupak Gerantanf (Panji cyclus).
  5. Wayang Sasak; mengambil lakon Serat Menak
  6. Wayang Arja; merupakan pertunjukan eksperimen pada tahun 1975, dengan lakon sam dengan dramatari Arja (Panji Cyclus) (Sumandhi, 1987:87).

Sumber Referensi

  • Bandem, I Made. Gamelan Bali Di atas Panggung Sejarah. Denpasar. STIKOM Bali. 2013.
  • Linggih, I Nyoman. Orasi Ilmiah: Wayang Emas (Kajian Estetika Hindu). Denpasar: Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Estetika Pada Fakultas Dharma Acarya Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, 2021
  • Saramasara, I Gusti Ngurah. Sejarah Pewayangan I Buku Ajar. Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar, 2000.
  • Sumandhi, I Nyoman. 1987. Pakem Wayang Parwa Bali. Yayasan Pewayangan Daerah Bali. Denpasar: Proyek Penggalian/Pemantapan Seni Budaya Klasik dan Baru.

Tags: Hari Wayangkisah pewayanganwayang
Previous Post

“Furious Mother Earth” karya Arahmaiani: Warna Lain Ibu Pertiwi pada Dinding Putih

Next Post

Galungan, Ayo Ngelawang Barong Lagi di Ubud

Nyoman Mariyana

Nyoman Mariyana

I Nyoman Mariyana, S.Sn., M.Sn. Lahir di Sempidi, 08 Maret 1985. Kini dosen Seni Karawitan di Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar. Penulis buku Gamelan Gender Wayang (Mahima, 2021)

Next Post
Galungan, Ayo Ngelawang Barong Lagi di Ubud

Galungan, Ayo Ngelawang Barong Lagi di Ubud

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Menguatkan Spiritualitas dan Kesadaran Budaya melalui Tumpek Krulut

by I Wayan Yudana
June 7, 2025
0
Tumpek Landep dan Ketajaman Pikiran

TUMPEK Klurut, sebagai salah satu rahina suci dalam ajaran agama Hindu di Bali, memiliki makna yang sangat mendalam dalam memperkuat...

Read more

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas
Khas

Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

“Kami tahu, tak ada kata maaf yang bisa menghapus kesalahan kami, tak ada air mata yang bisa membasuh keburukan kami,...

by Komang Sujana
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

June 7, 2025
Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

June 7, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co