Saat pemilihan umum presiden dan wakil presiden di Indonesia atau negara lainnya, masyarakat selalu ada polarisasi. Ada yang pilih pasangan A dan ada yang pilih pasangan B begitu seterusnya. Hal yang lumrah masing-masing pendukung mengatakan yang terbaik tentang calon yang diusungnya. Sayangnya ini membuat pendukung cenderung mencari sumber data yang membuat calonnya terlihat semakin kuat, padahal ada data lain yang mungkin melemahkan calon yang diusung. Namun para pendukung lebih cenderung menggunakan data-data yang sesuai dengan keinginannya. Inilah yang disebut Confirmation bias.
Confirmation bias tidak hanya terjadi pada kasus tersebut namun juga termasuk dalam bidang pasar modal, pandemi COVID 19 saat pendukung teori-teori tertentu cenderung menutup mata dan telinga terhadap data-data yang ada dari sisi yang berlawanan, hingga industri otomotif. Sehingga hal ini akan mempengaruhi kedua belah pihak. Confirmation bias didefinisikan sebagai perilaku sesorang yang cenderung hanya memperhatikan informasi yang sejalan dengan pemikirannya saja.
Berkaca dari hal itu, mari kita kupas perang antara Tesla dan Toyota. Toyota merupakan perusahaan besar dari Jepang yang mendunia sekitar tahun 1980-an. Produk yang ada di lapangan sering berseliweran di jalan-jalan atau di garasi rumah kita. Kualitas dan efisiensinya yang lebih bagus dibandingkan mobil Amerika membuat Toyota mendunia.
Dalam buku Toyota Way oleh Jeffrey K Linker disebutkan bahwa Toyota memiliki konsistensi dalam hal produk dan prosesnya dengan penjualan lebih dari 6 juta mobil per tahun dengan keuntungan tahunan per Maret 2003 sebesar 8,13 miliar dolar. Berdasarkan laporan tahunan Toyota Maret tahun 2020 menunjukkan penjualan bersih sebesar 2.171,3 miliar yen, menurun 43,6 miliar yen (2%) dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan keuntungannya dari tahun 2018 hingga tahun 2020 mengalami penurunan tiap tahun yaitu 173.816 miliar yen turun menjadi 150,187 miliar yen di tahun 2020.
Lalu apa hubungannya dengan adanya kemungkinan bias confirmation? Hal ini terkait dengan pernyataan dari Presiden Toyota dalam The Wall Street Journal. Akio Toyoda mengatakan bahwa jika Jepang tergesa-gesa memutuskan untuk menggunakan mobil listrik maka akan menimbulkan runtuhnya bisnis industri mobil serta menyebabkan hilangnya jutaan pekerjaan. Selain itu menurutnya kebanyakan sumber lisrik dari membakar batu bara dan gas alami sehingga semakin banyak karbondioksida yang didapat serta harga baterai yang mahal. Hal ini respon dari laporan lokal di awal Desember dimana pemerintah Jepang akan tidak mengijinkan mobil berbahan bakar gas mulai tahun 2035.
Padahal listrik tidak hanya dihasilkan melalui batu bara maupun gas alam, tapi juga bisa melalui sumber energi terbarukan yang masih dikembangkan atau sudah dikembangkan seperti sinar matahari, angin, air, dan-lain-lain.Selain itu saat ini biaya baterai kendaraan listrik turun di bawah 100 dolar per kWh untuk pertama kalinya yang kemungkinan ke depan bisa lebih murah lagi.Selain itu mobil yang dikembangkan Toyota adalah mobil hibrid yang belum tentu diijinkan tahun 2035 di Jepang sehingga menguatkan kemungkinan mengapa CEO Toyota menyerang pernyataan pemerintah untuk beralih segera ke mobil listrik.
Sementara itu, Tesla merupakan merk kendaraan listrik yang pertama kali berkembang sejak tahun 2003 di Amerika Serikat. Tesla menjadi terkenal karena performanya yang dikatakan bagus untuk lingkungan dan konsumsi bahan bakar yang sedikit. Di tahun 2019 pasar Tesla di China mencapai 0,2-0,5% namun diprediksi semakin kompetitif semakin hari. Dari tahun 2018 ke 2019 terjadi peningkatan produksi kendaraan dari energi terbarukan di China dari 126 juta menjadi 160-170 juta.
CEO Tesla, Elon Musk, berpikir sebaliknya yaitu cahaya matahari dan angin akan menjadi sumber energi terbaharukan yang sangat potensial untuk disimpan di baterai. Kendaraan mobil listrik biayanya 35% lebih rendah dibandingkan kendaraan dengan bahan bakar minyak. Diperkirakan mobil sedan kecil menghabiskan biaya 6.957 dolar untuk dikendarai sejauh 15.000 mil. Sedangkan dengan mobil listrik hanya menghabiskan rata-rata 540 dolar dengan jarak yang sama.
Kedua pemimpin perusahaan otomotif ini memiliki pandangan yang berbeda terkait kendaraan listrik dengan kendaraan dari bahan bakar minyak. CEO Toyota beranggapan mobil listrik berakibat buruk terhadap lingkungan dengan kemungkinan ada pengurangan lapangan pekerjaan jika dilakukan secara dini. Sedangkan CEO Tesla beranggapan justru dengan mobil listrik dengan sumber energi terbarukan merupakan peluang mengurangi polusi global dan menghemat biaya. Lapangan kerja akan teralihkan ke proses pembuatan dan pengolahan energi terbarukan, penyimpanan, hingga pemasaran energy terbarukan yang efektif dan efisien.
Menurut penelitian dari Park dkk (2010) tindakan confirmation bias menyebabkan overconfidence/terlalu yakin. Masalahnya kemudian adalah kesalahan dalam mengambil keputusan dan tidak terkontrol dengan baik. Untuk mengurangi bias confirmation yang menghasilkan overconvidence seperti jangan meremehkan risiko penurunan dengan menunjukkan penelitian praktisi akademisi.
Tanda warning ini mulai terlihat dari penurunan keuntungan Toyota dari 3 tahun terakhir. Begitu pula Tesla bukanlah pemain solo dalam industri kendaraan dari bahan bakan listrik, masih banyak produsen-produsen lain yang sudah mulai membuka kesempatan untuk menyalip dan memanfaatkan momentum. Siapakah yang tergelincir? Atau malah keduanya semakin lari makin cepat? Semoga tidak mengalami overconfidence yang pada akhirnya berakhir dalam catatan buku-buku masa lalu yang tinggal kenangan. [T]