Kecemasan atau ke-tidakpede-an terhadap diri sendiri (insecurity) semakin menjadi topik yang hangat dewasa ini terutama bagi kaum muda. Entahlah, mungkin ada juga kaum orang tua yang merasakan insecurity ini.
Siapapun itu, perasaan cemas terhadap diri sendiri sangatlah wajar terjadi. Akan tetapi, di masa ini kecemasan tersebut seolah mudah sekali untuk terjadi. Tentu hal ini dipicu oleh beberapa faktor yang, salah satunya adalah kemajuan teknologi.
Hadirnya media sosial menjadi pemicu utama atas terjadinya rasa insecure di kalangan anak muda. Media sosial kerap menjadi media dengan momok terbesar bagi mereka yang memiliki tingkat ke-pede-an yang rendah dalam diri mereka.
Ini dikarenakan seluruh hal yang terunggah di media sosial kini sangatlah beragam dan “menggila” tanpa batas. Orang-orang bisa mengunggah hal mulai dari kegiatan mereka sehari-hari, aktifitas hangout, pamer barang baru, aktifitas seru bersama pasangan bahkan pamer proses glow up tubuh mereka dari yang dulunya gendut sampai sekarang sudah mencapai body goals.
Tentu, tidak ada yang salah dengan apa yang mereka unggah karena itu merupakan hak setiap orang.
Hanya saja, terkadang tanpa kita sadari sesuatu yang kita unggah di media sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap orang lain baik secara langsung maupun tak langsung. Itulah mengapa, banyak orang yang berkata untuk berhati-hatilah atas apa yang kamu unggah di media sosial karena hal tersebut bisa saja merugikan diri sendiri dan atau orang lain.
Nah, pastinya kita tak bisa menyuruh terlebih membatasi seseorang untuk hal yang ingin mereka unggah. Maka, di sinilah kita sendiri yang harus membiasakan serta menguatkan diri agar tidak mudah merasa rendah diri atas kehidupan orang lain yang terunggah di media sosial.
Berikut adalah tips yang akan saya berikan kepada para pembaca tentang cara mensyukuri hidup yang (mungkin) akan jadi berbahaya apabila tips ini disalahgunakan. Tips ini sebenarnya sudah sering disampaikan dari mulut ke mulut dan sudah lumrah terjadi ditengah masyarakat.
Di sini, saya hanya mempertegasnya kembali dan menambahkan sedikit penjelasan terkait hal ini. Tips mensyukuri hidup yang saya maksud di sini erat kaitannya dengan mind-set atau pola pikir.
Nah, agar bisa menjalankan tips ini dengan baik terlebih dahulu seseorang harus mematangkan mind-set nya untuk bisa memandang sesuatu sebagaimana yang akan saya jelaskan nanti.
Baiklah, tanpa berlama-lama lagi ini adalah tips mensyukuri hidup yang (mungkin) berbahaya yaitu:
“Pahamilah bahwa setiap orang memiliki kekurangan dalam hidup mereka yang tidak mereka unggah/ceritakan”.
Bagaimana tips dari saya kali ini? Terdengar biasa saja bukan? Memang, ini hanyalah ucapan biasa yang mungkin sudah sering pembaca dengar entah dari orang tua atau mungkin teman sejawat. Tetapi, tips ini sudah mampu membantu saya mengurangi insecurity dalam diri saya setidaknya hingga 80%.
Bagaimana caranya? Jadi begini, saya pun adalah orang yang memiliki banyak insecurity dalam diri saya apalagi saat melihat orang-orang di sekeliling saya lebih baik, lebih sukses daripada diri saya (setidaknya, saya merasakan demikian).
Namun, belakangan ini saya kerap melihat berbagai pemberitaan di media massa dan atau media elektronik tentang kasus perceraian, pembunuhan, narkoba, kriminalitas dan lain-lain yang notabene berasal dari public figure yang kehidupannya saya anggap sudah bahkan sangat sempurna.
Kita ambil saja salah satu contoh kasus yang masih hangat dari seorang public figure yakni Nia Ramadhani. Seperti yang kita semua tahu bahwa Nia adalah seorang artis dan juga istri dari seorang pengusaha ternama. Tentunya, harta bukan lagi permasalahan besar bagi Nia dan suaminya.
Hidup mereka terlihat sempurna di mata publik hingga akhirnya mereka terjerat kasus penggunaan narkoba yang isunya disebabkan oleh kejenuhan mereka menghadapi situasi pandemi seperti ini.
Berangkat dari hal ini, saya percaya bahwa orang yang kita inginkan atau iri-kan kesempurnaan hidupnya pun sesungguhnya memiliki permasalahan mereka sendiri yang mungkin saja mereka menganggap itu sebagai kekurangan mereka dan memilih untuk tidak menunjukkannya ke hadapan khalayak ramai.
Sekarang, mari kita tarik contohnya lebih dekat ke lingkungan di sekitar kita. Sebelumnya, saya mohon maaf jika contoh kali ini menyinggung beberapa dari para pembaca.
Saya memiliki seorang kolega yang secara karir terbilang sudah menjanjikan. Benar, beliau adalah seorang PNS. Sebuah pekerjaan yang hingga saat ini sangat diminati oleh masyarakat pada umumnya.
Tak banyak orang bisa lulus tes CPNS pada kali pertama mencoba. Namun tidak dengan kolega saya yang langsung lolos CPNS saat kali pertama mencobanya. Tentu, hal ini sangat didambakan oleh orang lain dan menganggap kolega saya tersebut adalah orang yang sangat beruntung dan kini kehidupannya telah terjamin.
Tetapi di sisi lain hingga 10 tahun lebih usia pernikahannya, ia belum juga dikaruniai seorang anak. Anak tentunya merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri bagi mereka yang telah menikah terlebih bagi mereka yang sangat mendambakan kehadirannya di tengah keluarga. Mungkin, Tuhan belum mengizinkan rezeki tersebut datang pada kolega saya.
Contoh lain saya ambil dari masa saya berkuliah dulu. Saya adalah tipe orang yang santai, cenderung ceroboh dalam mengerjakan sesuatu namun selalu bisa menyelesaikan segala tugas yang diberikan kepada saya dengan baik. Saya selalu ingin menjadi seperti salah seorang teman sekelas saya yang sangat pintar dan disiplin dalam mengerjakan segala tugas-tugasnya.
“Jadi dia mah enak, apa aja pasti cepet selesai,” begitu pikir saya.
Hingga sebuah diskusi bersamanya mengubah cara pandang saya terhadap teman saya tersebut. Suatu hari, kami berkeluh kesah tentang tugas individu yang baru saja kami kumpulkan.
“Eh, aku pengen deh punya jiwa santai dalam dirimu itu,” celetuk teman saya
“Maksudnya?” tanya saya bingung
“Iya soalnya aku orangnya tu tegang banget dan kadang lama buat ngerjain sesuatu karena kelamaan mikir. Pengen aja gitu tugasnya itu dibawa santai biar aku juga bisa nikmatin hal lain. Gak sampe berjam-jam mengurung diri dalam kamar” jawab teman saya
Benar, curhatan teman saya itu mengubah sedikit tidaknya cara pandang saya dalam melihat diri sendiri. Saya yang sebelumnya merasa bahwa diri ini tidak ada apa-apanya, ternyata ada seseorang yang secara diam-diam menginginkan salah satu karakter dalam diri saya yaitu sikap santai yang saya miliki (ya meskipun hanya itu yang diinginkan teman saya dari diri saya tetapi hey! Itu artinya saya spesial dimata seseorang kan?)
Cerita tentang kolega saya yang karirnya PNS namun tak kunjung memiliki anak hingga lebih dari 10 tahun dan cerita tentang teman kuliah saya yang pintar namun menginginkan agar bisa lebih santai dalam menjalani hidup seperti saya membuat saya semakin yakin bahwa bahwa setiap orang memiliki kekurangan dalam hidup mereka yang tidak mereka unggah/ceritakan kepada orang lain.
Di saat kita membanggakan orang lain atas kesuksesan yang mereka miliki entah itu punya rumah/mobil baru, punya bentuk tubuh yang sempurna, punya karir yang cemerlang dan lain-lain, di saat yang sama yakinlah bahwa di balik itu semua ada sebuah kekurangan yang mereka sembunyikan dan tidak mereka ceritakan pada siapapun.
Lalu, percayalah bahwa disekelilingmu bisa saja ada seseorang yang sedang mendambakan sesuatu dalam dirimu yang mungkin mereka tak miliki dalam diri mereka dan bisa saja seseorang tersebut adalah dia, orang yang kau banggakan selama ini.
Haha, memang kunci dalam pola pikir seperti ini adalah ke-GR-an atau kepercayaan diri yang tinggi. Terlepas dari benar atau tidaknya ada seseorang yang sedang mengagumi kita diam-diam dan terlepas dari ada atau tidaknya kekurangan yang disembunyikan oleh mereka yang kita kagumi, hal-hal tersebut biarkanlah tetap menjadi “imajinasi” kita saja agar kita bisa tetap mensyukuri apa yang diri kita miliki dan tidak mudah membanding-bandingkan diri dengan orang lain sehingga kita tidak mudah merasa insecure.
Nah, mengapa pola pikir atau tips ini mungkin saja menjadi berbahaya? Hal ini bisa menjadi berbahaya terutama bagi diri sendiri apabila tips ini terlalu paten kita tanamkan dalam pikiran kita.
Kerugiannya bagi diri kita adalah kita akan menjadi pribadi yang pemalas dan pasrah akan hidup yang kita miliki karena merasa bahwa “Mereka juga pasti ada jeleknya kok. Jadi, ngapain aku repot-repot menjadi yang terbaik?”.
Dalam fase ini, kita cenderung tidak lagi ingin berproses dalam hidup. Padahal sejatinya hidup adalah tentang bersyukur juga tentang menjadi pribadi yang lebih baik dari waktu ke waktu sehingga kita bisa beradaptasi pada perubahan yang terjadi.
Nah, kunci daripada tips mensyukuri hidup ini adalah keseimbangan dalam melihat segala sesuatunya. Mana saat kita harus bersyukur dan bangga terhadap diri sendiri dan mana saat kita harus berbenah dan berproses menjadi lebih baik lagi.
Intinya adalah kita sesungguhnya adalah orang yang berguna dan sempurna (setidaknya lebih dari cukup agar bisa menjalani hidup setiap hari). Maka, jangan pernah berkecil hati karena hidup bukan buku katalog yang untuk dicari mana manusia yang terbaik. Terima kasih. [T]