29 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Jejak Sejarah Klungkung

Wayan SumahardikabyWayan Sumahardika
April 28, 2021
inKhas
Jejak Sejarah Klungkung

Kerta Gosa merupakan komplek bangunan atau balai pengadilan warisan Keraton Semarapura (1686-1908)

Setelah berhasil dikuasai Belanda pasca perang Puputan Klungkung, didirikanlah sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) pada 1920. Sekolah ini kemudian berganti nama menjadi SMP Negeri 1 Semarapura pada 1 Agustus 1947 sampai akhir 1990. Atas inisiasi dr. Tjokorde Gde Agung, Bupati Klungkung pertama kala itu, gedung SMPN 1 Semarapura diubah menjadi Museum Semarajaya. Peresmiannya dilakukan oleh Bapak Rudini yang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri Indonesia pada 28 April 1992. Acara ini juga bersamaan dengan HUT Kota Semarapura, peresmian Monumen Puputan Klungkung serta memperingati 84 tahun pasca perang Puputan Klungkung. Perang penghabisan raja serta masyarakat Klungkung melawan serbuan tentara Belanda.

Pada buku Kebangkitan Nasional Daerah Bali diuraikan kronologis sejarah Klungkung. Di dalamnya disebutkan perkenalan Belanda pertama kali dengan Bali, khususnya Klungkung terjadi pada masa pemerintahan Dalem Bekung yang didampingi oleh sang adik, Dalem Segening pada 1597. Comelis de Houtman adalah orang Belanda yang pertama datang ke Bali. Ia dan pasukannya mendarat di Pantai Gelgel (Batu Klotok). Mereka tinggal di Bali selama satu bulan yaitu dari tanggal 25 Januari sampai 26 Februari 1597. Hubungan antara Bali dengan Belanda kala itu hanya terbatas pada bidang perdagangan dan tukar menukar duta. Pada tahun 1601, misalnya, tercatat van Heemskerk singgah di Bali, mempersembahkan sepucuk surat dari Pangeran Mauritius. Sebagai balasannya, Raja Bali kemudian menghadiahkan seorang gadis Bali. Hubungan ini tetap terjalin setelahnya. Pada tahun 1633, Gubemur Jendral Hendrick Brouwer mengirim Jan Oosterwijck sebagai duta ke Bali. 

Sistem ikatan kontrak antara Belanda dengan Klungkung baru terjadi setelah Bali terpecah menjadi beberapa kerajaan kecil. Situasi ini menyebabkan Bali lemah dan memudahkan Belanda untuk menerapkan sistem kontrak. Belanda mengirim Huskus Koopman sebagai duta ke Bali. Koopman mencari dukungan Raja Klungkung sebagai susuhunan raja-raja Bali-Lombok untuk mengajukan kontrak. Isi pokok perjanjian tersebut ialah bahwa Dewa Agung Putra sebagai Raja Klungkung dan susuhunan di atas Pulau Bali dan Lombok, mengakui Bali sebagai bagian dari Hindia Belanda. Mereka tidak akan menyerahkannya kepada bangsa kulit putih lainnya dan akan menaikkan bendera Belanda setiap ada kapal atau perahu Belanda masuk Pelabuhan Bali. Surat-surat perjanjian dibuat di hadapan Raja Buleleng, Karangasem, dan Badung serta ditandatangani pada 6 Desember 1841 oleh Dewa Agung Putra dan Huskus Koopman yang disahkan oleh Gubernur Jenderal di Batavia. Raja Klungkung mau menandatangi karena Belanda menjanjikan bantuan untuk mengembalikan kekuasaannya atas Lombok.

Tanggal 24 Mei 1843 kembali ditandatangani sebuah perjanjian yang bertempat di Istana Klungkung, dimana Belanda menghendaki agar hak tawan karang dihapuskan. Intervensi Belanda menimbulkan perbedaan sikap di antara kerajaan-kerajaan di Bali. Tercatat dalam buku Bali pada Abad XIX: Perjuangan Rakyat dan  Raja-raja  Menentang Kolonialisme Belanda 1808-1908 oleh A. A. Gde Agung, pada akhir 1847, perkembangan politik di Bali semakin tegang. Konflik semakin runcing karena diterimanya laporan dari Batavia perihal kapal milik warga Hindia Belanda asal Pamekasan yang karam di Pantai Lirang, Buleleng, dirampas oleh penduduk sekitarnya. Hal yang sama terjadi pula di Pantai Kusamba wilayah Kerajaan Klungkung. Sebuah kapal dagang berbendera Belanda karam dan dirampas penduduk pantai. Gubernur Jenderal mengajukan tuntutan kepada Raja Buleleng dan Dewa Agung di Klungkung. Karena tidak dihiraukan, Gubernur Jenderal J. J. Rochussen melayangkan ultimatum pada 7 Maret 1848.

Pada 19 April 1849, Belanda berhasil memukul hancur Jagaraga. Setelah Buleleng takluk, Belanda kemudian menduduki Karangasem. Keberhasilan Belanda dalam menduduki dua kerajaan di Bali ini telah membangkitkan semangat perang untuk menyerang Klungkung. Mayor Jenderal Michiels, setelah mendapat persetujuan dari Batavia, memutuskan untuk menyerang Klungkung sebagai hukuman atas penyelewengan terhadap apa yang telah dimuat dalam perjanjian dengan Belanda. Klungkung diketahui telah memberi bantuan kepada Buleleng dalam perang melawan Belanda. Pada saat itu, Klungkung diperintah oleh I Dewa Agung Putra Kusumba yang berkedudukan di keraton Kusamba. Dewa Agung Putra Kusamba dibantu oleh putrinya Dewa Agung Istri Kanya yang berkedudukan di istana Smarapura.

Monumen Puputan Klungkung

Tanggal 8 Mei 1849 Armada Belanda di bawah pimpinan Michiels mendarat di Padang (Teluk Padang). Setelah merebut Desa Padang, pada 24 Mei 1849, Kusamba diserang oleh Belanda dari timur. Walaupun Kusamba telah lebih dahulu mempersiapkan pasukannya yang dipusatkan di Pura Goa Lawah dengan garis pertahanan sepanjang Bukit Wates, namun serangan Belanda yang mendadak itu cukup mengejutkan laskar Kusamba yang hanya bersenjatakan keris, tombak, bambu runcing, dan beberapa pucuk bedil buatan sendiri. Hanya dalam waktu lima jam, pertahanan Goa Lawah telah berhasil direbut Belanda.

Mayor Jenderal Michiels dan Van Swieten, melanjutkan serangannya ke Kusamba. Belanda menyerang Kusamba dari tiga jurusan. Dari utara adalah angkatan darat pimpinan Van Swieten, dari timur dipimpin oleh Michiels sendiri, sementara dari selatan (pantai) adalah pasukan marinir di bawah pimpinan Bauricius. Pada jam tiga sore, tanggal 24 Mei 1849, pasukan mundur sambil melakukan politik bumi hangus dengan membakar kampung-kampung.

Kekalahan Kusamba didengar oleh Dewa Agung Istri Kanya yang telah diserahi takhta oleh ayahnya. Dewa Agung Istri Kanya memerintahkan panglima Anak Agung Made Sangging berangkat ke Kusamba. Tanggal 25 Mei 1849, pagi-pagi buta, laskar Kusamba melakukan serangan balasan. Penyerbuan tak terduga ini sangat mengejutkan pasukan Belanda dalam kemah sekitar istana Kusamba. Dalam kegaduhan dan hiruk pikuk ini, pasukan istimewa di bawah pimpinan Anak Agung Made Sangging menyusup dengan tugas utama membunuh Jendral yang berbintang tujuh (Yang dimaksud adalah Jenderal Michiels). Sebelum Belanda sadar akan sergapan yang mendadak ini, tiba-tiba terdengar suara ledakan. Jenderal Michiels pun roboh.

Pada 13 Juli 1849, perdamaian digelar antara Dewa Agung di Klungkung dengan pihak Gubernemen. Ekspedisi militer Belanda diakhiri dengan penandatanganan perjanjian perdamaian antara raja-raja Bali yang bersengketa dengan pihak Gubernemen di Kuta. Kerajaan-kerajaan Bali tidak lagi memiliki hak kedaulatan. Mereka harus mengakui kekuasaan tertinggi Ratu di Belanda. Salah satu butir perjanjian menegaskan kembali penghapusan praktik adat tawan karang untuk selamanya. Meski demikian, Belanda tampaknya belum merasa puas. Tanggal 23 September 1904, Belanda kembali menyodorkan sebuah perjanjian yang berkaitan dengan pengukuhan dan penobatan Raja Klungkung.

Dalam waktu setengah abad, Klungkung terus memperkuat persatuan dengan raja-raja di Bali. Ketika Belanda menyerang Badung 1906, Klungkung berada di belakangnya. Tindakan ini menambah sengketa dengan Belanda. Dengan berhasil mengalahkan Badung, Belanda dengan berani mengajukan kontrak pada 17 Oktober 1906 yang ingin menempatkan Klungkung dalam Stan Lannschap Colonial. Perjanjian yang terdiri dari 31 pasal ini tercatat merupakan perjanjian yang paling panjang yang pernah ditandatangani oleh raja Klungkung. Isinya memuat masalah-masalah perekonomian seperti penyerahan daerah Sibang dan Abiansemal, penyerahan hasil beacukai penjualan candu dan cukai pelabuhan. Perjanjian 17 Oktober 1906 dilengkapi dengan perjanjian 19 Januari 1908. Kedua perjanjian ini menetapkan kerajaan Klungkung sepenuhnya di bawah pemerintahan Belanda baik secara politik, ekonomi maupun sosial budaya. Punggawa Cokorda Gelgel, Paman Dewa Agung Jambe sangat menentang perjanjian ini. Ia dengan tegas mengatakan kepada Dewa Agung ketidaksetujuannya dan bertekad melawan Belanda.

Pada tanggal 18 April 1908 tiba-tiba di Gelgel terjadi kebakaran di seluruh kompleks rumah candu. Mantri candu terbunuh namun tidak diketahui siapa pelakunya. Belanda menganggap bahwa peristiwa ini adalah perbuatan Cokorda Gelgel sebagai suatu pernyataan perang. Pada tanggal 19 April 1908 pasukan gabungan Belanda didatangkan dari Gianyar dan Karangasem untuk menyerbu Gelgel. Rakyat Gelgel di bawah pimpinan Cokorda Gelgel dan putranya antara lain Cokorda Made Gelgel dan Cokorda Pegig dengan gigih mempertahankan daerahnya. Hal ini kemudian diketahui oleh raja Klungkung Dewa Agung Jambe yang segera mengirim laskar menuju Gelgel di bawah pimpinan Ida Bagus Jumpung. Perlawanan ber1angsung selama setengah hari dan akhirnya kemenangan ada di pihak Belanda. Cokorda Made Gelgel, Cokorda Pegig dan Ida Bagus Jumpung gugur dalam pertempuran itu. Perlawanan dilanjutkan pada malam harinya di mana pihak laskar Gelgel mengadakan serangan. Belanda pun membalas serbuan sampai ke kota Klungkung.

Tanggal 21 April 1908 Klungkung segera mendapat serangan dari pihak Belanda. Raja Klungkung Dewa Agung Jambe beserta pemimpin masyarakat lainnya telah bertekad untuk menghadapi serangan Belanda. Di bawah pimpinan Overste Schuroth, armada perang Belanda mendarat di Kusamba. Sebagian lagi mendarat di pantai lebih. Belanda menyerang Klungkung melalui tiga arah yaitu: dari sebelah timur dipimpin oleh Kolonel Carpentier Alting, dari sebelah selatan dipimpin oleh Mayoor H. Missofer. Laskar Banjarangkan di bawah pimpinan Cokorda Gde Oka membendung pasukan Belanda dari arah barat.

Pada saat Belanda memasuki kota, keluarga raja telah bertekad untuk melaksanakan puputan. Dalam perlawanan ini tampil ke depan Dewa Agung Semara Bawa saudara raja Klungkung dan putra mahkota Dewa Agung Gde Agung bersama ibunda beliau Dewa Agung Muter. Mereka menyerbu pasukan Belanda. Semua gugur dalam perlawanan. Dewa Agung Jambe bersama laskar Klungkung juga gugur dalam perlawanan. Jatuhnya Klungkung ini kemudian menandai kekuasaan Belanda yang berhasil menaklukkan seluruh wilayah kerajaan di Bali. [T]

Denpasar, 2021

Tags: baliHari Ulang Tahun KlungkungKlungkungsejarah
Previous Post

Monyet Cerdik dan Babi Hutan | Dongeng dari Jepang

Next Post

Ketut Bimbo Meninggal, Satirnya Hidup | “Mau Gantung Diri, Tak Bisa Ngebon Tali”

Wayan Sumahardika

Wayan Sumahardika

Sutradara Teater Kalangan (dulu bernama Teater Tebu Tuh). Bergaul dan mengikuti proses menulis di Komunitas Mahima dan kini tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Pasca Sarjana Undiksha, Singaraja.

Next Post
Ketut Bimbo Meninggal, Satirnya Hidup | “Mau Gantung Diri, Tak Bisa Ngebon Tali”

Ketut Bimbo Meninggal, Satirnya Hidup | “Mau Gantung Diri, Tak Bisa Ngebon Tali”

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more

Karya-karya ‘Eka Warna’ Dollar Astawa

by Hartanto
May 28, 2025
0
Karya-karya ‘Eka Warna’ Dollar Astawa

SALAH satu penggayaan dalam seni rupa yang menarik bagi saya adalah gaya Abstraksionisme. Gaya ini bukan sekadar penolakan terhadap gambaran...

Read more

Waktu Terbaik Mengasuh dan Mengasah Kemampuan Anak: Catatan dari Kakawin Nītiśāstra

by Putu Eka Guna Yasa
May 28, 2025
0
Pawisik Durga, Galungan, dan Cinta Kasih

DI mata orang tua, seorang anak tetaplah anak kecil yang akan disayanginya sepanjang usia. Dalam kondisi apa pun, orang tua...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space
Pameran

Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space

ANAK-ANAK muda, utamanya pecinta seni yang masih berstatus mahasiswa seni sudah tak sabar menunggu pembukaan pameran bertajuk “Secret Energy Xchange”...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co