15 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Harapan dan Kematian: Simbiosis Angga Wijaya

Kiki SulistyobyKiki Sulistyo
March 31, 2021
inUlasan
Harapan dan Kematian: Simbiosis Angga Wijaya

Ilustrasi pada sampul buku Menulis Halusinasi karya Angga Wijaya

Tahun 2020 adalah tahun istimewa. Bukan karena kembar angka yang menandainya, melainkan karena peristiwa yang terjadi di dalamnya. Pandemi Covid-19 menunda nyaris semua rencana manusia, memaksa kita menata ulang cara-cara kita berhadapan dengan kenyataan. Pada proses penataan ulang itu kita berhadapan dengan dua kemungkinan yang bertolak belakang: putusnya harapan atau terbitnya harapan baru.

Situasi spekulatif tersebut menebalkan peran empat pilar dalam medan kehidupan kita: sains, agama, filsafat, dan seni. Kita menengok ke sains untuk mencari tahu apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Kita menengok ke agama untuk mencari pegangan di tengah keadaan yang belum terjelaskan. Kita menimbang filsafat untuk menjawab sekaligus memproduksi pertanyaan-pertanyaan perihal posisi kemanusiaan kita. Dan kita berpaling ke dalam seni guna memberi ruang bagi kompleksitas ekspresi yang terpendam dalam diri kita.

Abad 21 baru berjalan tak sampai seperempatnya, namun pandemi telah memaksa kita membongkar peti sejarah untuk mencari tahu apakah hal semacam ini pernah terjadi. Sebagian kita mungkin lega beroleh informasi bahwa wabah ini tak seganas wabah yang terjadi di abad-abad lampau ketika ilmu pengetahuan belum berkembang seperti sekarang. Sayangnya, tak ada satupun situasi, baik alamiah maupun buatan, yang bisa membuat kita dengan persis membandingkan situasi masa lalu dan masa kini ketika pada kenyataannya kita hanya mampu merasakan masa kini. Dengan kata lain, penderitaan (sebagaimana kebahagiaan) tak bisa dibandingkan. Sementara ketika kita menarik garis baik dari masa lalu ke masa kini, maupun sebaliknya, suka atau tidak kita juga akan menarik garis ke masa depan. Pada garis inilah putus atau terbitnya harapan sama-sama dimungkinkan.

Di antara keempat pilar tadi, adalah seni yang paling egaliter dalam memberikan kesempatan bagi ekspresi atas kedua kemungkinan itu, baik yang berpihak pada harapan maupun sebaliknya. Seni sebetulnya tak pernah benar-benar institusional, seni bergerak dari wilayah personal ke wilayah sosial, meski pada medium-medium tertentu dia dibatasi oleh alat ekspresinya sendiri. Sepanjang 2020 banyak karya maupun acara seni di seluruh dunia diciptakan dan berlangsung untuk merespons pandemi dan spektrum di seputarnya, dan karenanya beririsan juga dengan tegangan antara putus dan terbitnya harapan.

Album puisi Menulis Halusinasi karya Angga Wijaya ini nampaknya juga berada di medan itu. Hampir semua puisi di dalamnya ditulis tahun 2020 dan langsung atau tidak berhubungan dengan pandemi Covid-19 sehingga tak terhindarkan pula masuk dalam situasi tegangan antara putus atau terbitnya harapan. Dalam puisi-puisinya, Angga tak berambisi menyusun, meretakkan, atau memelintir bahasa guna menghasilkan efek-efek imaji tertentu. Sebagai penyair Angga memperlakukan bahasa dengan sederhana. Strategi itu memungkinkan kita dapat melihat (dan merasakan) dengan jelas bahwa di dalam puisi-puisi tersebut sedang berlangsung pertarungan sang subjek dengan situasi di sekitarnya untuk menentukan posisi dalam hubungannya dengan putus atau terbitnya harapan.

Dalam puisi-puisi Angga kata ‘harapan’ sering muncul, tapi itu tidak menunjukkan posisinya yang kokoh; Harapan kurasa tak ada lagi/Lari atau hadapi kenyataan (“Kerinduan Doa-doa”), Kita semua akan mati/Bukan oleh penyakit/Tapi karena padamnya/bara harapan (“Kematian Penyair”), Harapan.Hanya itu yang kini tersisa./Kulihat senyum mengembang pagi ini. (“Secangkir Kopi untuk Pak Nyoman”), Kota Semakin sepi, tak ada harapan lagi (“Menulis Halusinasi”), Adakah kau rasakan itu, Kekasih? Kita pecinta sejati.Harapan datang, (“Di Canggu, Sajak Ini Untukmu”).

Dari kutipan-kutipan itu kita bisa melihat betapa harapan terayun-ayun antara ‘padam’ atau ‘tak ada lagi’ dengan yang ‘tersisa’ atau (yang) ‘datang’. Harapan tidak ditempatkan sebagai sesuatu yang pasti sebagai representasi dari optimisme yang sering tidak realistis. Harapan sesungguhnya dikepung oleh fitur-fitur lain yang terus-menerus mencoba mereduksi keberadaannya. Di antara fitur-fitur itu, ‘kematian’ adalah yang paling rajin. Dalam hal ini, puisi-puisi Angga menempatkan ‘kematian’ jauh lebih pasti ketimbang ‘harapan’; Pengarang sudah mati,/walau tubuh masih sehat./Mata tak nanar lagi melihat/kenyataan hidup tak adil (“Kematian Penyair”), Perawat diam menangis/Kematian di depan mata (“Jika Corona Berlalu”), Berita kematian terus hadir di telinga (“Suatu Hari di Tahun Epidemi”), Kata-kata bagiku hanyalah kematian (“Berpisah di Persimpangan Jalan”).

‘Kematian’ dalam kutipan-kutipan itu betul-betul pasti, baik sudah maupun akan, dan ia hadir terus-menerus dengan kemantapan yang tak tergoyahkan. ‘Kematian’ dan ‘harapan’ mengambil posisi berbaku punggung; harapan tak pernah secara verbal dikatakan mati, dan kematian tak pernah disebut akan mendatangkan harapan. Keduanya seolah dua sisi dari jalan melingkar yang tampaknya tak bersinggungan; kita sibuk menjaga harapan meski kita tahu pasti kematian datang/pada malam yang asing/dan bising oleh kata-kata (“Kematian Penyair”).

Sikap itu tampak absurdis –harapan adalah batu di tangan Sisifus dan kematian adalah bukit itu. Namun, jika harapan dan kematian beradu punggung maka akan terbentuk garis/ruang di antara punggung-punggung tersebut, garis/ruang itu tiada lain adalah kehidupan. Kata ‘hidup’ dalam puisi-puisi Angga hadir lebih banyak ketimbang ‘harapan’ atau ‘kematian’. Berbeda dengan keduanya, ‘hidup’ bukanlah sesuatu yang ‘telah’ atau ‘akan’ (berlangsung), ‘hidup’ adalah sesuatu yang ‘sedang’ (berlangsung). Dengan kerangka seperti itu puisi-puisi Angga menempatkan ‘harapan’ dan ‘kematian’dalam suatu simbiosis yang dimungkinkan oleh adanya kehidupan. Maka keduanya bukanlah ‘benda’ (bukan ‘batu’ atau ‘bukit’) melainkan peristiwa ulang-alik (terdaki dan terturuni, terangkat dan tergelinding) yang meski identik, tak pernah benar-benar sama.

Pandemi Covid-19 mendesak kita untuk memperbarui situasi simbiosis tersebut. Seluruh manusia yang sebelumnya tampak terpecah-pecah dalam perbedaan suku, ras, agama, negara, dan kelas sosial saat ini berada dalam medan yang sama, berupaya sekuat bisa dengan bermacam variasi pemikiran, sikap, tindakan, kesepakatan, pertentangan, bahkan benturan untuk kembali dapat ‘menjalani’ kehidupan dengan wajar.

Sebagai deus dari puisi-puisinya, Angga Wijaya telah menciptakan subjek yang ‘menjalani’ kehidupan untuk mencapai titik kewajaran. Maka wajar pula jika Angga mengambil bahan-bahan -dan lalu mengabstraksinya- dari kehidupannya sendiri. ‘Menjalani’ kehidupan adalah pilihan yang ditempuh leluhur-leluhur kita, sehingga kita bisa berada di sini, saat ini, menjalani pula kehidupan ini. [T]

  • Tulisan di atas adalah kata pengantar untuk buku kumpulan puisi ‘Menulis Halusinasi’ karya Angga Wijaya yang baru saja terbit.

Tags: kumpulan puisiPuisi
Previous Post

Tuhan Maha Tahu, Tapi Dia Menunggu | Cerpen Leo Tolstoy

Next Post

Perempuan Bali | Sastra dan Mode Berpakaian

Kiki Sulistyo

Kiki Sulistyo

Lahir di Kota Ampenan, Lombok. Buku puisi terbarunya berjudul Dinding Diwani (Diva Press, 2020). Ia mengelola Komunitas Akarpohon, Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Next Post
Perempuan Bali | Sastra dan Mode Berpakaian

Perempuan Bali | Sastra dan Mode Berpakaian

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

‘Prosa Liris Visual’ Made Gunawan

by Hartanto
May 15, 2025
0
‘Prosa Liris Visual’ Made Gunawan

SELANJUTNYA, adalah lukisan “Dunia Ikan”karya Made Gunawan, dengan penggayaan ekspresionisme figurative menarik untuk dinikmati. Ia, menggabungkan teknik seni rupa tradisi...

Read more

Mengharapkan Peran Serta Anak Muda untuk Mengembalikan Vitalitas Pusat Kota Denpasar

by Gede Maha Putra
May 15, 2025
0
Mengharapkan Peran Serta Anak Muda untuk Mengembalikan Vitalitas Pusat Kota Denpasar

SIANG terik, sembari menunggu anak yang sedang latihan menari tradisional untuk pentas sekolahnya, saya mampir di Graha Yowana Suci. Ini...

Read more

‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

by Hartanto
May 14, 2025
0
‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

BERANJAK dari karya dwi matra Diwarupa yang bertajuk “Metastomata 1& 2” ini, ia mengusung suatu bentuk abstrak. Menurutnya, secara empiris...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
Khas

Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

by I Nyoman Tingkat
May 12, 2025
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co