BATU DAN POHON
Ada batu-batu yang kita lukis sepanjang jalan
Batu-batu yang menjadi hujan air mata
Batu-batu yang memiliki nama di keningnya
Batu-batu setua bumi yang membelah dada
Ada pohon-pohon yang kita gunakan untuk berteduh
Pohon tua yang menyimpan segala aroma
Aroma kematian yang sunyi
Aroma liar perjalanan
Aroma doa-doa yang tercelup air mata
Dan aroma tubuh-tubuh yang cemas
Pohon dan batu dapat mengirim gerimis di ranjang kita
Gerimis penuh lara bara
Pohon dan batu dapat mengirim serbuk cahaya bagi gelap
Kamar kita
Kita, pengembara yang tak kenal musim
Mencuri ayat-ayat tua darinya
Kita jadikan rasi bintang penunjuk arah
Dan kita seringkali meminjam hening darinya
Keluar beberapa jenak dari kesesatan yang fana
(November 2020)
BULAN TUA
Di Bulan tua. Di ranjang bisu aku menemukan potongan-potongan tubuhku
Yang masih saja bingung
Aku menemukan pecahan-pecahanmu menggeliat
Bagai bara
Bulan tua tak boleh mati
Oleh kecemasan dan sesal
Bulan tua biarlah tetap tinggal
Dalam peraduan purnama
Tempat sajak-sajak membuai musim-musim
Tempat tangis menjelma doa
Bulan tua menyimpan kemarau dalam hujan
Menyimpan cahaya dalam lapis awan
Sepasang matamu sendu dikulumnya
Rumah-rumah pohon dan laut disimpannya
Bolehkah aku tinggal sebentar saja?
Sebelum kerbau logam memanggil – manggil namaku
Menarik tubuhku ke pusarannya yang dalam
(Desember 2020)
SEPULUH JARI TANGANMU
Di sepuluh jari tanganmu telah tumbuh kesabaran,
Kesetiaan dan pertanyaan-pertanyaan yang tak mampu kau jawab
Dalam sepuluh jari tanganmu, malaikat menitipkan rohnya
Hingga tumbuhlah pohon api dengan nyala abadi
Lalu ribuan mil jalan dibentangkan bagimu untuk berjalan
Menyusun doa-doa dari musimmusim
Menyusun rasa paling rasa sekaligus monyet-monyet liar
Yang tak henti menuntunmu mencari dunia
Lalu semakin lama kau tenggelam dalam amis kehidupan
Dan Anyir kehilangan
Sepuluh jari tanganmu menyulam pelangi
Menyimpan tangis diam-diam
Dalam racikan bumbu khas untuk diawetkan di kepalaku
Sepanjang usia
Seluas tualang yang fana
Barangkali sepuluh jemarimu yang menjadi akar bagiku
Akar bagi cintaku, angkasa bagi kotaku
Barangkali sepuluh jari tanganmu
Meniupkan bumbu rempah yang terlalu tajam
Bagi rapuh tubuhku
Hingga aku mengabu dalam kenangan berpasir
(Desember 2020)
SEORANG GADIS KECIL MENANAM PUISI
Seorang gadis kecil menanam puisi
Di depan barisan epitaf
Yang melahirkan cahaya – cahaya
Yang melahirkan rupa – rupa dunia
Dalam gurun yang teramat luas
Dalam belantara yang gelap
Puisi- puisi tumbuh
Menjelma pelangi
Menjelma jeritan malam
Dan lonceng gereja
Memanggil-manggil tubuhnya yang kuyup angka – angka
Puisi – puisi meluaskan hatinya
Puisi – puisi membentangkan sayap kecilnya
Puisi – puisi esok akan menyanyikan obituari baginya
Pada waktu rahasia
Berbisik lantang
Tak ada yang tahu,
Tak ada yang tahu
(September 2020)
DI PERADUAN
Malam ini,
Biar kupeluk dingin tubuhmu
Menidurkan keliaran kata-kata
Di panas kepalamu
Yang belum sampai di suatu tempat
Bernama mimpi
Biar kunyanyikan sebait pupuh
Yang masih kuhafal kelokan jalannya
Di tengah kesesatan demi kesesatan
(Januari 2021)
RENDEZVOUS
Aku berangkat menemuimu
hanya dengan puisi di dada
Tak ada lain bekalku
Selain puisi diikat seutas keyakinan
Berkali aku menyadap getah mimpi
Dari syair-syairnya
Berkali pula cemas mengintip dari celah pintu
Memainkan bayang-bayang
Pergilah !
Kali ini biar kutuntaskankan catatan kakiku
Kulunasi segenap hutang piutang
Di rendezvous ini
(Desember 2019)