— Catatan Harian Sugi Lanus, Purnama 30 November 2020.
Jika menemukan lontar “longgar” aksaranya seperti dalam gambar di atas, antara aksara satu dengan lanjutannya dibiarkan terbuka, ini artinya saat menyalin lontar babonnya (sumbernya) telah rusak atau lobang tidak terbaca.
Penyalin konsisten menyalin dengan “melonggarkan” sebanyak berapa aksara tidak terbaca atau lobang.
Ada harapan nantinya kalau ketemu lontar-lontar sejenia bisa ditambahkan yang “longgar” tersebut sesuai acuan lontar yang sama.
Lontar longgar dalam foto ini adalah lontar sangat langka, mungkin satu-satunya lontar yang masih selamat berisi, tabik, Agastya Stawa. Satu lagi berisi Gayatri Mantra.
Kedua lontar longgar ini punya isi sangat penting.
— Sebab ada terdengar keraguan atau selentingan yang mempertanyakan: Apakah Gayatri Mantra itu ada di Nusantara secara utuh? Gayatri Mantra dalam Puja Trisandhya kita sekarang, dalam lontar ini, disebut sebagai SANG HYANG BRAHMA GAYATRI. Ada juga SIWA GAYATRI atau RUDRA GAYATRI. Setidaknya ada dua lontar kuno saya baca berisi Mantra Gayatri. Penelitian lain, Goudriaan and Hooykaas (1971), telah memberikan titik terang keberadaan Gayatri Mantra dari tradisi kuno Bali dan Jawa Kuno.
— Sementara itu, dengan ada stawa pada Rsi Agastya dengan bahasa Sanskerta sangat utuh dan gramatika luar biasa dalam lontar ini, bisa memunculkan pertanyaan: Apakah stawa ini warisan puja dari tradisi Prambanan? Medang Kemulan? Lontar salinan ini bisa jadi telah berusia 400 tahun. Jika demikian, tentunya, lontar yang disalin pasti dari abad-abad sebelum.
Lontar-lontar longgar seperti ini sangat menarik karena kita bisa melihat konsistensi penyalinannya, dan punya potensi kalau sumber atau babonnya dari masa silam yang jauh. [T]