Belakangan ini, banyak yang menanyakan pada saya tentang kasus seorang pejabat terkenal dan kontroversial karena dianggap menyinggung masyarakat Bali. Beberapa waktu lalu ia meminta maaf, namun justru banyak orang yang tersulut dengan cara permintaan maafnya. Perlu diketahui, saya adalah psikiater yang dipagari etika yang tidak memperbolehkan saya mengomentari apalagi mendiagnosis seseorang hanya dari berita tanpa pemeriksaan khusus. Tulisan ini bukan dalam rangka itu.
Namun, izinkan saya memberikan edukasi untuk kita semua agar bisa mawas diri, tentang apa yang dinamakan Narcistic Apology atau permintaan maaf yang dilakukan orang yang narsistik. Pada intinya, permintaan maaf baiknya tanpa disertai alasan pembenar atau menimpakan kesalahan pada orang lain. Mari belajar dan bercermin pada diri masing-masing, apakah kita pernah melakukannya?
Berikut 13 jenis permintaan maaf orang yang mengalami gangguan kepribadian narsistik:
- Permintaan maaf yang mengecilkan, adalah permintaan maaf yang mengecilkan sesuatu dan memanipulasi perilaku menyakitkan sebagai sesuatu yang dilakukan untuk kebaikan. Permintaan maaf semacam ini biasanya dilakukan dengan kalimat “Aku hanya bercanda” atau “Aku hanya berusaha membantu”
- Permintaan maaf yang melempar tanggung jawab ke orang lain. Permintaan maaf kosong seperti ini membuat orang yang tersakiti menjadi sumber masalah. Misalnya dengan kalimat: “Aku minta maaf kalau kamu merasa aku melakukan hal yang salah”, atau “Maaf, tapi sepertinya kamu terlalu sensitif”
- Permintaan maaf yang bersyarat. Permintaan maaf bersyarat bukanlah permintaan maaf yang lengkap, hanya menunjukkan ada sesuatu yang menyakitkan. Biasanya dikatakan dengan kalimat seperti “Aku minta maaf jika perasaanmu terluka”, atau “Aku minta maaf jika aku mungkin telah melakukan kesalahan”
- Permintaan maaf ‘Deja-vu’. Permintaan maaf seperti ini tidak mengandung permintaan maaf yang sebenarnya. Mereka menyiratkan bahwa masalah sudah selesai, misalnya dengan kalimat “Aku sudah bilang kalau aku minta maaf”, atau “Aku sudah minta maaf berulang kali”
- Permintaan maaf ‘Hantu’. Penyesalan adalah perasaan, sedangkan meminta maaf adalah tindakan. Memberi tahu seseorang bahwa Anda menyesali yang terjadi tidak berarti Anda mengakui perbuatan Anda. Contoh kalimat dalam permintaan jenis ini adalah “Aku menyesal kamu merasa kesal”, atau “Aku menyesal telah membuat kesalahan”
- Permintaan maaf ‘Whitewashing’. Permintaan maaf seperti ini meminimalisir kerugian tanpa bertanggung jawab pada konsekuensinya. Biasanya disampaikan dengan kalimat “Aku mungkin seharusnya tidak melakukan itu”, atau “Mungkin seharusnya aku bertanya dulu padamu”
- Permintaan maaf ‘tidak-ada-yang-harus-dimintai-maaf’. Ini menyiratkan bahwa Anda tidak boleh marah atau mencoba berbicara tentang perasaan Anda., misalnya dengan kalimat “Kamu tahu aku tidak akan pernah menyakitimu.”,“Kamu tahu aku minta maaf”, atau Kamu tahu aku tidak bermaksud begitu”
- Permintaan maaf ‘tak terlihat’. Ini menyiratkan perlunya permintaan maaf tetapi sebenarnya tidak menawarkannya. Permintaan maaf jenis ini biasanya disampaikan dengan kalimat “Kurasa aku berhutang maaf padamu”, atau “Kurasa aku harus minta maaf”
- Permintaan maaf bersyarat. Pribadi narsistis bersifat transaksional. Permintaan maaf mereka tidak bersifat cuma-cuma. Contoh kalimat permintaan maaf bersyarat adalah “Aku akan meminta maaf jika kamu setuju untuk tidak membicarakannya lagi”, atau “Aku akan minta maaf, tapi kamu harus memaafkanku.”
- Permintaan maaf ‘bukan-permintaan-maafku’. Permintaan maaf semacam ini menunjukkan bahwa orang tersebut meminta maaf hanya karena orang lain yang menyarankannya. Anda akan bertanya-tanya apakah orang narsisitis itu percaya bahwa mereka telah melakukan kesalahan. Kalimat berikut adalah contoh permintaan maaf jenis ini: “Ibumu menyuruhku untuk meminta maaf padamu.” atau, “Temanku berpikir aku memberi tahumu bahwa aku minta maaf”
- Permintaan maaf disertai pengelakkan. Permintaan maaf yang disertai pengelakkan bisa menjadi lebih buruk daripada tidak meminta maaf sama sekali, karena menambahkan penghinaan pada luka aslinya. Biasanya disampaikan dengan contoh kalimat “Aku minta maaf, tapi orang lain menganggap apa yang kukatakan lucu” “Saya minta maaf, tapi saya hanya mengatakan yang sebenarnya”
- Permintaan maaf ‘untuk semuanya’. Permintaan yang menyeluruh seperti ini berusaha untuk membersihkan batu tulis tetapi mungkin tidak memberikan indikasi bahwa orang narsistis tahu apa yang dia katakan atau lakukan adalah menyakitkan. Misalnya dengan kalimat “Aku minta maaf atas semua hal yang telah aku lakukan yang membuatmu kesal” atau “Aku minta maaf untuk setiap hal buruk yang telah aku lakukan”
- Permintaan maaf ‘pergilah-dariku’. Baik dalam kata-kata atau nada, permintaan maaf dengan dendam seperti ini tidak menawarkan penyembuhan. Mereka bahkan mungkin merasa seperti ancaman. Dalam upaya pribadi narsistis untuk menghindari kesalahan, mereka sering menggabungkan beberapa permintaan palsu sekaligus, seperti “Maaf jika aku mengatakan sesuatu yang menyinggung perasaanmu, tetapi aku memiliki pendapat yang kuat. Mungkin kamu terlalu sensitif”, atau “Aku rasa aku harus memberi tahumu bahwa aku minta maaf. Tapi tahukan kamu, aku tidak akan pernah dengan sengaja menyakitimu. Aku hanya mencoba membantu.”
Contoh kalimat permintaan maaf semacam ini misalnya “Baik! Aku minta maaf, oke!”, “Oke, aku minta maaf, demi Tuhan”, atau “Beri aku waktu istirahat, maafkan aku, oke?”
Setelah membaca jenis permintaan maaf yang narsistik di atas, tentu pembaca akan bertanya, bagaimanakah permintaan maaf yang baik? Permintaan maaf yang baik memiliki sebagian besar atau semua karateristik berikut, di antaranya: tidak mengandung kondisi atau meminimalkan apa yang telah dilakukan; menunjukkan bahwa orang yang meminta maaf memahami dan memiliki empati atas pengalamandan perasaan orang yang tersinggung; menunjukkan penyesalan; menawarkan komitmen untuk menghindari terulangnya perilaku yang menyakitkan di masa depan; menawarkan untuk menebus atau memberikan restitusi jika sesuai. Semoga kita semua dalam keadaan mantap jiwa dan raga. Salam mantap jiwa.