Perjalanan waktu telah membuat setiap orang untuk terus belajar, belajar meyakini bahwa setiap hal di alam ini, selalu ada gunanya. Begitukah juga droplet? Satu kata yang setahun belakangna ini telah menjadi sedemikian populer dan menjadi sorotan oleh jutaan orang di seluruh dunia. Droplet adalah percikan pernapasan atau titis pernapasan berupa partikel yang sebagian besar terdiri dari air yang dihasilkan oleh saluran pernapasan dan cukup besar untuk jatuh ke tanah dengan cepat setelah diproduksi.
Partikel-partikel berukuran 5-10 mikron inilah yang bertanggung jawab telah menyebarkan secara masif dan progresif virus SARS-CoV-2 penyebab infeksi Covid-19 ke hampir seluruh dunia yang telah memicu sebuah pandemi mengerikan. Tak kurang dari 30 juta manusia telah terinfeksi Covid-19 dan membunuh hingga satu jiwa orang darinya. Nilai kerugian ekonomi global telah ditaksir mencapai lebih dari 100 kuadrilium dan dipastikan terus bertambah jika skema efektif belum juga ditemukan guna menghentikan wabah ini.
Tanpa droplet, SARS-CoV-2 takkan bisa menyebar. Kenapa harus ada droplet? Droplet yang dihasilkan oleh saluran nafas manusia sesungguhnya merupakan respon fisiologis (normal) terhadap berbagai kuman yang telah menyusupi sistem pernafasan manusia. Ini merupakan manuver gesit dari sistem pertahanan lokal saluran nafas dengan memproduksi lendir yang mengandung antibodi untuk menyapu virus dan produk berbahayanya (toksin).
Lendir yang membanjiri saluran nafas hingga saluran cerna bagian atas (orofaring) lalu merangsang refleks batuk dan bersin yang itu pun dimaksudkan sebagai upaya tubuh untuk membersihkan diri dari kontaminasi kuman beserta toksinnya. Hal identik juga terjadi pada keadaan-keadaan lain seperti seseorang muntah dan diare saat tak menyadari telah mengkonsumsi makanan terkontaminasi racun atau air mata yang mengucur berlebihan saat mata kemasukan benda asing seperti pasir misalnya.
Contoh lain adalah sesorang wanita akan mengalami keputihan saat ada infeksi atau radang pada saluran peranakannya. Saat mana, upaya pertahanan-pertahanan tubuh lokal ini tak mampu melawan deraan aksi kuman yang lebih kuat, maka sistem antibodi sistemik tubuhlah yang akan diterjunkan. Kekuatan sistem imun sistemik ini secara langsung menentukan nasib seorang pasien kelak, selamat atau terhenti hidupnya.
Kembali pada keberadaan droplet, sampai pada penjelasan di atas, itu sepenuhnya baik dan mudah dipahami. Persoalan kemudian muncul, saat keberadaan droplet yang sejak awal bertujuan baik itu tanpa disadari telah berpindah ke tubuh inang yang sehat. Fakta yang masih enggan dipahami dan disikapi dengan tepat oleh masyarakat dan berakhir buruk bahkan fatal. Inilah prinsip penularan penyakit-penyakit saluran pernafasan akibat virus, termasuk Covid-19. Tentu saja virus tak pernah berpikir atau punya rencana untuk membunuh manusia. Satu-satunya tujuan maha penting mereka adalah, melakukan apa pun segala cara untuk lestari. Sepenuhnya itu dikelola oleh sebuah insting mengagumkan yang membuat pusing segenap ahli dan ilmuwan di seluruh dunia.
Sebuah fakta yang tak dapat dipungkiri, hari ini kita bertekuk lutut oleh segerombolan jasad renik bernama SARS-CoV-2 dan memaksa kita pulang lebih cepat. Namun ini masih jauh lebih beradab ketimbang segala macam agresi yang telah dilakukan segerombol manusia terhdap manusia lain untuk meraih tahta kekuasaan dan gelimang kekayaan yang bukan haknya. Ini, jelas bukan atas dasar motif instingtual pelestarian spesies, namun sebaliknya sebuah ironi, kesadaran intelek untuk menghancurkan dan menguasai yang lain.
Droplet, telah mengajarkan kita tentang cara berpikir yang multidimensional. Tampaknya kehidupan manusia memang dibentuk oleh anyaman persepsi. Semakin ramai persepsi yang diajukan oleh banyak manusia, akan menjadi kian rumit anyaman persepsi yang akan terjalin. Hal buruk terjadi saat kita terjebak dalam kerumitan tersebut. Manusia akan diberikan jalan keselamatan saat kuasa mengelak dari jebakan kerumitan anyaman persepsi tersebut dan tetap berada di atasnya dalam ketenangan.
Droplet selamanya diperlukan manusia untuk melawan virus yang telah menginvasi saluran pernafasan dirinya, namun pada sisi lain, ia dapat saja menyajikan kerumitan bagi manusia yang lain. Pada anak muda dengan sistem imun yang lebih baik, itu dapat membawa berkat kekebalan alami lebih cepat pada tubuhnya, sebelum diciptakan vaksin terhadap virus tersebut. Sebaliknya pada populasi yang rentan, entah itu karena faktor usia atau pun penyakit penyerta (komorbid), droplet yang membawa virus kepadanya dapat saja menjadi eksekutor tanpa belas kasihan baginya.
Manusia sering kali keliru, selalu berambisi menjadi kuat, sekuat-kuatnya, bukannya menjadi cerdas dan bijak, sebijak-bijaknya. Bahkan antibodi yang terlampau kuat dalam tubuh manusia pun, sering menyebabakan kerusakan pada tubuh sendiri yang terkenal disebut sebagai penyakit autoimun. Itulah yang terjadi pada Korea Utara, negeri yang oleh penguasanya yang tiran hendak didaulat menjadi bangsa dengan kekuatan nuklir terhebat sepanjang masa, justru telah merusak mereka ke dalam. Kehidupan yang tentram, aman dan sentausa serta berkecukupan layaknya bangsa-bangsa ras mongoloid modern lain seperti Korea Selatan, Jepang, China atau Taiwan hanyalah mimpi yang saat terbangun menjadi horor kehidupan yang telah merenggutkan kebebasan dan kedamaian mereka. Dan seorang lelaki lain, pemuja kekuatan bernama Donald Trump, pun saat ini sedang dibekap oleh mimpi buruk keruntuhannya, dalam kekuasaan politiknya, juga sepercik droplet yang telah memberinya pelajaran penting.