Buda Kliwon Wuku Sinta, hari yang dimaknai dengan perayaan untuk memuliakan Sanghyang Pramesti Guru yang merupakan menifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sebagai Guru sejati, guru semesta dan manusia yang tertuang dalam Lontar Sundarigama. Pagerwesi begitu nama hari rayanya, Aku tidak akan banyak menggurai tentang makna mendalam tentang Hari Raya Umat Hindu yang dinamakan Pagerwesi, karena aku yakin umat Hindu khususnya di Bali paham dan sangat mengerti terkait nilai-nilai suci Pagerwesi, kenapa ? coba saja kau tenggok sejenak baik dalam dunia maya maupun nyata, Kabeh orang-orang berlomba menunjukan eksistensi identitas melalui kemasan agama layaknya pacuan kuda berkompetisi, aku yang paling suci, aku yang paling beragama, aku tangan kanan dewa, begitu ucapnya, silakan tertawa, cukup dengan “Nah yen kake mase dewek” untuk mengomentarinya.
Yang lebih inginku ungkapkan hari ini adalah guru siapa yang dimaksud sebagai guru semesta dan manusia, jika kembali pada tatanan ajaran agama Hindu yakni ada 4 jenis guru utama yang dimuliakan dan wajib diberikan penghormatan, jelas tentunya, Catur Guru, Guru Swadyaya (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), Guru Wisesa (pemimpin pemerintahan), Guru Pengajian (guru di sekolah) dan Guru Rupaka (orang tua). Apakah semuanya termasuk guru semesta dan manusia? tentu bisa saja, namun aku pilih satu saja, yang nyata bagiku dan membuatku hidup, menikmati rasa tanah sembari berpayung biru sampai saat ini. Aku ini orang yang kosong, kurang memiliki pengetahuan, tapi aku tidak mampu membungkam pendapatku tentang guru semesta dan manusia, meskipun ada keraguan tapi keyakinanku berteriak, Guru Rupaka !, orang tua itu sendiri yang merupakan guru semesta dan manusia bagi diriku, entah kalian yang mana, silakan pilih yang sama, atau ambil semuanya.
Kenapa orang tua? Karena dalam masa hidupku saat ini, orang tua selalu memberikan semesta, cinta kasihnya melebihi teduhya beringin, keadilan selalu hinggap dalam setiap langkah maupun hangat selimut dalam tidur. Materi dan teorinya mampu membentukku menjadi manusia seutuhnya, lebih hebat dari kurikulum negeri ini. Apakah keyakinan ku berlebih? Tidak ! sedikitpun nadiku tidak bergeming, sekali lagi aku yakin, meskipun setiap anak terlahir berbeda di lingkungan masing-masing, guru semesta dan manusia yang aku sebut sebagai orang tua, kuyakin bahan ajarnya sama, dengan tema cinta dan damai, karena dalam doanya yang terkabulkan, bahwa aku sebagai anaknya adalah siswa terbaik yang wajib diberikan hal-hal yang terbaik pula, meskipun dalam perjalanannya, angin ekonomi menari, membuat pelita kompor dapur berkelip-kelip, tetapi keteguhan dan ketangkasannya perkasa menjaga pelita itu tetap menyala. Masih banyak lagi jasa-jasanya yang membuatku hidup sehidupnya, mungkin jika kalian kembali melihat orang tua kalian, niscaya akan merasakan hal yang sama.
“Apan lwih temen bwatning ibu, sangkeng bwatning lemah, katwangana, tar bari barin kalinganya, aruhur temen sang bapa sangke langit, adrs temen ang manah sangkeng bayu, akweh temen angenangen sangkeng dukut “ sarasmuscaya, sloka 240.
“Sebab jauh lebih berat kewajiban ibu daripada beratnya bumi, karenanya patut dihormati beliau dengan sungguh-sungguh, tanpa ragu-ragu, demikian pula lebih tinggi penghormatan kepada bapak daripada tingginya langit, terlebih deras jalannya pikiran daripada jalannya angin, terlebih banyak adanya angan-angan daripada banyaknya rumput”.
Namun setiap orang dan setiap keyakinan memiliki tempatnya masing-masing, mungkin kalian katakan aku salah, monggo tapi aku yakin tidak ada kekeliruan dalam menempatkan kemuliaan orang tua setinggi-tingginya selama aku hidup dan Aku wajib memuliakan orang tua ku sebagai guru semesta dan manusia karena aku ada dibalik usaha yang luar biasa dari hidup mereka.