Di tengah lelah fisik karena ada acara keluarga yang meninggal dan membahas pandemi Covid19 yang begitu menakutkan pukul 21.33 wita tanggal 20 Maret 2020 WA Grup Keluarga berdering. Nang Lepug mengirimkan pesan….”Nyama jani cang lakar metempurne ajak musuh….minta doa restu semoga diberikan kekuatan dan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan, suksma nyamane”…( Saudaraku sekarang saya akan bertempur melawan musuh…minta doa restu semoga diberikan kekuatan dan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan ….terima kasih saudara-saudarakau).
Pesan singkat namun cukup menebar ketakutan bagi kami sekeluarga, mendadak rame grup WA Keluarga yang biasanya mati suri. Semua bertanya-tanya apa maksudnya, pertanyaan yang hampir sama. Kok bisa kamu yang merawat, tempat kerjamu kan hanya rumah sakit pinggiran yang secara kelayakan sarana dan prasarana masih sangat terbatas. Nang Lepug menjelaskan itu sudah diperintahkan oleh yang berwenang mungkin sudah dipertimbangkan matang-matang. Kami hanya melaksanakan kewajiban saja sebagai petugas medis. Malam itu semua keluarga bergerilya mencari informasi kenapa bisa disana, ada yang menghubungi kenalan dokter, kenalan ajudan sang penguasa, dan mencari informasi diberbagai media. Kami sekeluarga malam itu benar-benar galau. Semua memegang Handphone sampil sesekali melihat grup WA. Sambil terus bergumam kenapa disana dan kenapa harus Nang Lepug yang merawat. Karena kami tahu rumah sakit itu hanya rumah sakit setingkat puskesmas dipinggiran kota.
Situasi itu membuat kecemasan kami semakin memuncak, berbagai saran pun disampaikan. Nang Lepug berupaya menenangkan kami. Kami semua dengan penuh keraguan mulai merasa nyaman. Ada secercah harapan di balik kegalauan kami, Nang Lepug dengan tegas menyampaikan ini sudah tugas profesi dan tugas kemanusiaan. Kami perawat dan dokter adalah garda terdepan untuk melawan musuh ini. Kami yakin akan bisa memenangkan perang ini. Ada perasaan lega dan juga bangga begitu hebat dedikasi dan pengabdian para petugas medis yang menjadi garda terdepan melawan Covid19 ini. Nang Lepug yang biasanya meboya malam itu menunjukkan kalau dia juga bisa begitu berwibawa dan punya tanggungjawab.
Keesokan harinya pagi-pagi Grup WA Keluarga kembali berdering. Nang Lepug minta kamar dan rumah yang dipakai untuk istirahat agar disterilkan. Bapak yang biasanya istirahat di sana diminta untuk pindah ke bangunan lainnya. Nang Lepug meminta disedikan termos, rice cooker, piring, sendok, dan peralatan lainnya untuk dipakai sendiri. Kami juga diminta untuk tidak masuk kerumah itu selama dia merawat pasien Covid19. Setiap minggu kamar dan tempat barang-barangnya harus di semprot disinpektan. Begitu juga ketika pulang semua barang yang dibawa dan pakaian disemprot disinpektan. Kami juga harus menyediakan air panas karena sehabis datang dari rumah sakit Nang Lepug harus mencuci dan merendam seluruh pakaiannya demi memastikan bahwa dia aman. Begitu displinnya Nang Lepug mencegah jika hal yang tak diinginkan terjadi pada dirinya. Karena dia menyadari bahwa Perawat dan Dokter adalah orang yang paling rentan tertular. Ini terbukti dari berbagai informasi di rumah sakit banyak perawat dan dokter menjadi korban karena covid 19.
Cang Mulih jani….begitulah isi pesan di Grup WA keluarga jika Nang Lepug sudah pulang dari rumah sakit tempatnya bertugas. Berarti di rumah sudah harus memasak air panas, menyediakan makanan dan lauknya. Terkadang sedih dan terharu jika diingat, ketika Nang Lepug minta makan atau minum dia akan melemparkan atau mendorong piringnya dari dalam rumah ke teras rumah. Kemudian datang adiknya Jhon atau keluarga yang lain membawa nasi kemudian diisi dipiring lengkap dengan lauknya. Setelah Si Jhon mengisi nasi dan beranjak pergi, sambil bilang sudah Lepug dan dia berlalu. Baru Lepug keluar mengambil nasi itu. Jaga jarak benar-benar diterapkan, tidak hanya sekedar wacana dan retorika pemanis bibir belaka. Itu sudah dilakukan hampir sebulan ini. Setiap hari dia hanya berdiam di kamar mengisolasi diri. Lazimnya Lepug selalu nongkrong dengan teman sebayanya. Tetapi kini hanya bisa tercengkrama di media sosial tertawa dan saling suport di grup WA dan medsos lainnya.
Sedangkan di luar sana ada informasi pemerintah daerahnya menyediakan hotel, Pekerja Migrasi Indonesia (PMI) dikarantina di hotel disediakan makan dan semua biaya di tanggung pemerintah. Sedangkan Nang Lepug harus begitu dan mungkin banyak Nang Lepug lainnya yang tidak tersentuh bergulat dengan APD berjam-jam melawan rasa lapar dan haus, mengisolasi diri, melawan lelah tak ada yang tahu. Belum lagi adanya penolakan Perawat tinggal di rumah kost, penolakan pemakaman jenazahnya, ada gosip-gosip yang mencibir bahwa perawat dan dokter bisa membawa virus terus bergulir. Sering kami berharap apakah tidak bisa mereka juga disedikan tempat tinggal sementara semacam kost atau hotel kayak PMI. Jika melihat pengorbannya tak berlebih jika mereka mendapatkan fasilitas itu demi keselamatan dan kenyamanan mereka bekerja.
Untungnya perawat dan dokter seperti Nang Lepug tidak seperti masyarakat yang menolak pemakaman mereka. Coba jika mereka menolak merawat kita yang sakit, kita bisa berbuat apa. Kalau tidak bisa membantu janganlah anda mempersulit disituasi yang sulit ini. Mereka sudah mengorbankan banyak hal untuk melawan covid19 dari nyawa, harta, dan kesempatan berkumpul dengan keluarga. Sedangkan kita hanya harus berdoa dan mendukung dengan diam dirumah sambil bercengkrama dengan yang terkasih.
Wahai kalian yang masih keluar tidak pakai masker, yang masih menganggap kumpul-kumpul tidak bermasalah, yang tidak mendengarkan dan melaksanakan himbauan pemerintah. Sadarlah kasihan Nang Lepug kasihan Dokter, kasihanilah keluarga dan masyarakat di sekitar anda. Kalian mungkin tidak akan berdampak karena imunitas tubuhnya kuat. Tidak terimbas karena uang di tabungan masih banyak. Tidak bekerja setahun masih bisa makan enak. Tetapi anak kecil, orang tua yang renta, Nang Lepug, masyarakat pekerja harian mereka tidak bisa hidup aman. Tidak bisa mencari nafkah, tidak bisa hidup normal berinteraksi dengan yang lainnya. Semakin lama pandemi ini berlangsung, kita semua tidak akan mati karena Corona tapi mati karena merana tidak makan, stres dirumah saja.
Sadarlah bahwa ini adalah masalah kita semua, mari bekerja sama saling bahu membahu, bekerja sama saling meringankan, tinggallah di rumah, jaga kebersihan, pakailah masker jika keluar. Agar pandemi ini segera berakhir dan kita bisa hidup normal lagi. Mari tunjukan kalian masih punya otak untuk berpikir dan punya hati untuk merasa. Pemerintah sudah memberikan berbagai kebijakan tentu tidak bisa menyenangkan semua orang dan tidak secepat memperbaharui status medsos kita. Kita sebagai masyarakat harus membantu meringankan pekerjaan ini dengan melakukan social distancing/ physical distancing, menghindari kerumuman, tinggal dirumah saja, mencuci tangan setiap waktu dengan sabun. Astungkara semua akan baik-baik saja. Swaha. [T]