Ada banyak hasil terjemahan Tim Penerjemah Pusat Dokumentasi Bali di tahun 1990an. Beberapa di antaranya diterbitkan oleh UPADA SASTRA.
Bisa dikatakan yang terdepan dalam terjemahan lontar sepanjang sejarah Pusdok adalah Bapak Gede Sura dkk. Timnya terdiri dari Ida Bagus Maka, I Wayan Djapa, I Nyoman Sujana, Ida Bagus Sunu, I Wayan Dunia, Ida Bagus Kade Sindhu, I Gusti Ketut Dalem, I Wayan Sukayasa, dll.
Menurut pengakuan dari Bapak Gede Sura, Prof Mantra memang menugasi Bapak I Gede Sura menterjemahkan kitab-kitab penting di Bali. Maka tidak heran, pukul rata semua lontar-lontar penting di Bali hampir dibabat habis diterjemahkan oleh tim bentukan Bapak I Gede Sura dkk.
Belakangan muncul buku-buku terjemahan Pusdok tersebut. Diterbitkan penerbit lain. Isinya sama, dari titik koma dll, hanya layout dan cover beda, yang lain tidak ada beda, CILAKA TIGA BELAS, nama yang dicantumkan (mengaku menterjemahkan) orang lain.
Pesannya apa?
Seingat saya Upada Sastra mendapat ijin dan kerjasama dengan Pusdok ketika menerbitkan terjemahann tim Pusdok.
Mahasiswa Sastra Bali dan Jawa Kuno di tahun 1990-an, banyak yang nongkrong di Upada Sastra, bahkan jadi tukang ketik sambil kuliah, dan juga bantu-bantu. Kami mengikuti siapa penerjemahnya dan tahu prosesnya terjemahannya Pusdok tersebut. Ketika itu memang diniatkan terjemahan lontar-lontar di Posdok bisa dibaca publik yang lebih luas dan terjadilah kerjasama penerbitan terjemahan tim penerjemah Pusdok, diterbitkan Penerbit Upada Sastra.
Sekarang?
Ada beberapa terjemahan oleh Tim Penerjemah Pusdok diterbitkan oleh penerbit lain. Sekali lagi, CILAKA TIGA BELAS, dengan mencantumkan nama orang lain yang mengaku sebagai penerjemahnya, dicetak dan diperjualbelikan. Sungguh tragisnya hasil terjemahan Tim Penerjemah Pusat Dokumentasi dicaplok orang dengan pongah diakui sebagai hasil terjemahannya, dan sekali lagi, diperjualbelikan.
Saya pernah menyurati lewat email ke penerbit yang mencetak dan memperjualbelikan hasil plagiat dan caplok cetak tersebut. Tidak ada jawaban. Bukan oleh satu orang. Bahwa beberapa orang menerbitkan hasil terjemahan Pusdok, diaku sebagai hasil karya terjemahannya.
Catatan ini bisa diperpanjang dengan munculnya terjemahan disertasi dan atau buku- orang lain, seperti contohnya serial terjemahan lontar Bali, Dvipantara- Pitaka Series Pitaka, oleh Prof Raghu Vira, Sudarshana Devi, Sharada Rani, dll yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diaku-aku oleh penerjemahnya seolah karyanya.
Catatan Harian, 1 Juni 2020.