- Judul: Aud Kelor
- Penulis: Carma Citrawati
- Penerbit: Mahima Institute Indonesia
- Tahun: Cetakan Kedua, Maret 2020
- Tebal: iv + 125 halaman
- ISBN: 978-623-7220-18-3
_______
Buku kumpulan cerpen Aud Kelor karya Dewa Ayu Carma Citrawati ini diterbitkan Oktober 2019 dan mengalami cteak ualng Maret 2020 oleh penerbit Mahima. Dalam buku setebal 126 halaman ini, terdapat 13 judul cerpen yaitu cerpen Wayan Kelor, Gamongan Kladi Jae, Maberuk Tanah, Ka-rauh-an, Pingit, Siaappp Presiden!, Keneh Pasih, Kurungan, Uled, PNS, Me!, Majalan Puyung, dan Kuluk Bengil. Pada bagian depan buku, terdapat judul cerpen, penulis, penerbit serta tahun terbit, pembukaan, dan daftar isi. Sedangkan pada bagian belakang buku ini terdapat biografi pengarang serta hasil-hasil karya yang telah diciptakan oleh pengarang.
Ada beberapa alasan buku ini menarik untuk di bedah, pertama, buku Aud Kelor ini salah satu buku kumpulan cerpen berbahasa Bali yang baru diterbitkan, sehingga masih sangat hangat untuk dibicarakan. Alasan yang kedua adalah isi dari buku ini, cerita pada cerpen yang ada sangat menarik dan menghibur sehingga beberapa kalipun membaca, pembaca tidak merasa bosan dengan cerita yang ada. Cara atau gaya pengarang dalam bercerita pun sangat unik jadi buku ini sangat menarik untuk dibahas.
Buku kumpulan cerpen berbahasa Bali Aud Kelor ini telah saya baca sebanyak 5 kali. Saya membaca berulang kali karena jalan cerita, penokohan, konflik, alur, serta latar yang sangat menarik, sehingga walaupun saya membacanya berulangkali, saya tidak pernah merasa bosan dengan cerita yang ada. Bahkan ketika saya membaca ulang dan sudah mengetahui cerita yang ada, tetapi saya tetap merasa penasaran dengan jalan ceritanya. Ketegangan, kekhawatiran, maupun kesenangan dari tokoh tetap saya rasakan, jadi rasanya sama seperti ketika saya pertama kali membaca buku ini.
Cover Buku Kumpulan Cerpen Aud Kelor
Cover dari buku kumpulan cerpen Aud Kelor ini didominasi oleh warna coklat dan warna hitam yang menggambarkan suasana yang suram. Terlihat objek utama yang dihadirkan adalah sebuah wadah besar yang terletak di atas api. Selain itu, di dekat wadah tersebut ada satu makhluk yang menyerupai raksasa. Makhluk tersebut terlihat sedang menyeringai senang sambil duduk dan merokok. Ketika seseorang melihat cover dari buku Aud Kelor ini dan belum membaca isinya, maka dapat dipastikan orang tersebut tidak akan memahami maksud dari cover buku tersebut. Cover tersebut kemungkinan merupakan penggambaran dari salah satu isi cerpen yang ada di dalam buku ini.
Cerpen yang mungkin berkaitan dengan gambar yang ada di cover buku Aud Kelor adalah cerpen yang berjudul Wayan Kelor. Cerpen Wayan Kelor ini menceritakan mengenai seorang Wayan Kelor yang tengah diadili oleh Sang Suratma. Seperti yang kita ketahui bahwa, apabila kita mendengar tentang Sang Suratma, yang ada di dalam pikiran kita adalah surga dan neraka. Di neraka banyak terdapat tempat untuk menyiksa atma yang telah melakukan dosa, salah satunya adalah kawah Candra Gohmuka. Ternyata gambar yang terdapat di cover merupakan gambar dari Kawah Candra Gohmuka, yaitu tempat dihukumnya manusia yang telah meninggal apabila meninggalnya disebabkan oleh ketidaksengajaan maupun bunuh diri. Hal ini di dukung dengan isi dari cerpen Wayan Kelor, di cerpen tersebut diceritakan Wayan Kelor meninggal karena dipatuk oleh ular. Sehingga dapat dikatakan bahwa cerpen Wayan Kelor yang memuat mengenai Sang Suratma tersebut menjadi ide dalam pembuatan cover buku ini. Pengarang meletakkan cerpen Wayan Kelor di urutan paling depan membuat pembaca dapat dengan cepat memahami maksud dari cover buku ini.
Namun, setelah membaca beberapa cerpen selanjutnya, terdapat cerpen yang berjudul Maberuk Tanah. Cerpen tersebut menceritakan mengenai tokoh yang bernama Pak Putu. Diceritakan bahwa ketika tokoh Pak Putu memejamkan matanya, ia bisa melihat gambaran dari surga dan neraka. Pada suatu saat, ketika Pak Putu memejamkan matanya, ia melihat bayangan sebuah tempat yang mengerikan, disana ia melihat banyak atma yang dicemplungkan ke dalam wadah besar yang berisi air mendidih. Wadah tersebut mungkin merupakan wadah yang digambarkan di dalam cover yaitu menggambarkan Kawah Candra Gohmuka. Sehingga cerpen Maberuk Tanah juga menjadi ide dalam adanya cover tersebut, karena menggambarkan mengenai Kawah Candra Gohmuka yang berisi air mendidih. Bagi atma yang melakukan dosa semasa hidupnya, maka akan dicemplungkan ke dalam kawah tersebut. Cerpen Wayan Kelor dan cerpen Maberuk Tanah, keduanya menceritakan tentang surga dan neraka sehingga berkaitan dengan cover dari buku Aud Kelor ini.
Cerpen yang Mengesankan
Cerpen yang paling mengesankan dari buku kumpulan cerpen Aud Kelor ini adalah cerpen yang berjudul Kuluk Bengil. Cerpen ini merupakan cerpen terakhir yang ada di dalam buku ini. Cerpen Kuluk Bengil menceritakan mengenai anjing-anjing Bali (lokal) yang dikatakan membawa virus yang mematikan, sehingga anjing-anjing tersebut dibunuh oleh orang-orang. Cerpen ini memiliki suatu keistimewaan yaitu terlihat dari tokoh yang digunakan. Pada cerpen-cerpen sebelumnya tokoh yang banyak dimunculkan adalah tokoh manusia dan Sang Suratma. Sedangkan, tokoh yang digunakan pada cerpen Kuluk Bengil adalah para anjing-anjing lokal tersebut. Kemunculan tokoh hewan yang bisa berbicara menjadi sesuatu yang berbeda dari cerpen-cerpen yang lainnya. Walaupun para anjing tersebut bukan menjadi tokoh utama, namun tokoh anjing tersebut tetap timbul sepanjang alur cerita pada cerpen Kuluk Bengil.
Cerpen yang Bagus
Cerpen yang paling mengenena atau paling sampai di hati pembaca adalah cerpen yang berjudul Gamongan Kladi Jae. Cerpen ini menceritakan mengenai tetangga misterius yang tinggal di sebelah rumah milik Pak Lecir. Cerpen yang berjudul Gamongan Kladi Jae ini memunculkan konflik yang hidup, sehingga membuat pembaca merasa masuk ke dalam cerita yang ada. Pak Lecir merasa khawatir dan bimbang, ketika mengingat bahwa tetangga sebelumnya yang bernama Pan Puspa, telah membunuh anaknya kandungnya sendiri yaitu Luh Puspa. Sejak ada orang baru yang tinggal di rumah tersebut, Pak Lecir selalu mencium aroma bangkai yang berasal dari rumah tetangganya itu. Gaya pengarang dalam menyampaikan kekhawatiran dan kebimbangan yang dirasakan oleh Pak Lecir, bisa membuat pembaca ikut merasakan apa yang dirasakan oleh Pak Lecir.
Ketika membaca cerpen ini, terdapat bagian yang mungkin pembaca akan mengira bagian tersebut adalah puncak konflik dari alur cerita pada cerpen tersebut. Bagian itu adalah ketika Pak Lecir diceritakan mengunjungi tetangga baru yang tinggal di rumah yang dahulu ditinggali oleh Pak Puspa (tokoh yang membunuh anaknya sendiri). Pada saat itu Pak Lecir baru menyadari bahwa tetangga baru tersebut adalah Pak Puspa yaitu tetangga yang sebelumnya, disana Pak Puspa diceritakan akan membunuh Pak Lecir dengan cara mengurung Pak Lecir dalam rumahnya. Namun ternyata bagian tersebut bukan merupakan puncak konflik. Pengarang menurunkan konflik tersebut menjadi datar seperti awalnya, dengan cara menceritakan bahwa yang terjadi tersebut hanya merupakan mimpi belaka. Cerita kemudian dilanjutkan dengan datar, sampai pada akhirnya pengarang kembali memunculkan puncak konflik, dengan menceritakan bahwa apa yang dialami di mimpi Pak Lecir terjadi di kehidupan yang sebenarnya. Ketika sudah mencapai puncak konflik tersebut pengarang tidak menurunkan menjadi anti klimaks. Pengarang langsung mengakhiri cerita pada saat puncak konflik tersebut.
Cara pengarang mengakhiri cerita membuat para pembaca merasa tegang dan masih penasaran dengan kelanjutan dari cerita tersebut. Konflik yang dibuat oleh pengarang seperti ombak yang berliku, konflik muncul, kemudian hilang, kemudian muncul kembali. Hal ini membuat pembaca seperti merasa terombang-ambing oleh permainan konflik tersebut. Namun dengan adanya permainan konflik ini, bisa membuat pembaca semakin greget atau tertarik untuk membaca. Pembaca tidak akan merasa bosan karena alur yang datar dan menenangkan.
Cerpen yang Susah Dipahami
Cerpen yang paling susah dipahami adalah cerpen yang berjudul Maberuk Tanah. Cerpen ini menceritakan mengenai seorang tokoh yang bernama Pak Putu. Diceritakan semenjak Pak Putu sering membaca lontar yang berhubungan dengan kematian, setiap kali ia memejamkan mata, ia bisa melihat Surga dan Neraka. Cerpen ini lebih menekankan kepada pemikiran-pemikiran yang ada pada tokoh Pak Putu. Hampir sebagian besar cerita pada cerpen ini, merupakan pergulatan hati dari Pak Putu, yaitu kebingungan Pak Putu terhadap apa yang dilihatnya, serta mengapa ia bisa melihat surga dan neraka tersebut. Banyak terdapat dialog-dialog yang ditunjukan oleh Pak Putu kepada dirinya sendiri. Pemikiran-pemikiran yang mendominasi keseluruhan cerita, membuat keadaan yang ada di luar diri Pak Putu kurang diceritakan, sehingga hanya terpaku pada tokoh Pak Putu saja.
Jalan cerita pada cerpen Maberuk Tanah kurang menekankan kepada konfliknya, sehingga cerita yang dihadirkan begitu datar. Konflik yang digunakan sederhana sehingga jalan cerita kurang menarik. Konflik yang dimunculkan hanya kebingungan dari Pak Putu, kebingungan tersebut terus berlanjut hingga akhir cerita. Hal tersebut menyebabkan para pembaca akan kurang memahami maksud dari cerita yang ada pada cerpen Maberuk Tanah ini. Ending pada cerpen ini menggantung, permasalahan yang ada tidak terpecahkan. Berbeda dengan cerpen-cerpen lain yang endingnya juga menggantung di dalam buku ini, cerpen Maberuk Tanah ini mempunyai ending menggantung yang tidak mengejutkan. Ketika pembaca selesai membaca cerpen ini, pembaca tidak merasa penasaran dengan kelanjutan dari ending yang menggantung tersebut, pembaca juga tidak bisa membayangkan dan mengira-ngira bagaimana kelanjutnya ceritanya.
Penilaian Keseluruhan Buku Kumpulan Cerpen Aud Kelor
Buku kumpulan cerpen Aud Kelor sebagian besar mengangkat mengenai fakta-fakta maupun fenomena-fenomena sosial yang ada di kehidupan masyarakat di waktu cerpen ini diterbitkan. Cerpen-cerpen yang paling mencerminkan realita yang ada di masyarakat adalah cerpen yang berjudul Ka-rauh-an yang menceritakan mengenai pemberitaan media cetak yang tidak sesuai dengan kenyataan, Siaappp Presiden! yang menceritakan mengenai keadaan ketika pemilihan presiden, Keneh Pasih yang menceritakan mengenai Reklamasi, PNS yang menceritakan mengenai pandangan masyarakat terhadap seseorang yang bekerja sebagai PNS, serta Majalan Puyung yang menceritakan mengenai masyarakat yang menjual tanah warisan dari leluhurnya untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Topik yang dibahas dalam cerpen-cerpen tersebut sangat jelas terlihat di dunia nyata. Pengarang melihat fakta-fakta tersebut di dunia nyata, kemudian menjadikannya sebagai bahan dari cerpen-cerpen yang beliau buat.
Latar belakang pengarang dalam menggunakan fakta sosial sebagai sebagian besar tema dari cerpen yang dibuat adalah karena adanya kritik sosial yang ingin disampaikan. Pengarang melihat banyak peristiwa sosial di kehidupan masyarakat yang ada di sekitarnya, dan mungkin pengarang kurang setuju dengan yang terjadi. Dengan adanya pendapat yang ingin disampaikan oleh pengarang tersebut, maka pengarang menyampaikan aspirasinya melalui buku yang dibuat. Protes-protes yang ingin disampaikan pengarang pun beliau sampaikan dengan cara menuangkan pemikirannya pada jalan cerita yang beliau buat. Jadi bisa dikatakan bahwa karya-karya yang beliau buat merupakan jalan untuk beliau menyuarakan pendapatnya ketika melihat gejala sosial yang ada.
Banyak nilai atau nasehat yang bisa diambil dari kritik sosial yang dimunculkan oleh pengarang. Pengarang menyampaikan fakta-fakta sosial yang ada, bertujuan untuk menyadarkan masyarakat terhadap peristiwa yang ada di sekitarnya. Masyarakat akan lebih membuka matanya, dan melihat fakta-fakta yang ada, Sehingga masyarakat bisa mengubah cara pandangnya terhadap fakta sosial yang terjadi. Hal tersebut akan menyebabkan penyimpangan yang biasa terjadi, bisa tidak terulang kembali. Selain itu pengarang juga mendorong masyarakat untuk semakin awas atau semakin berhati-hati dalam menghadapi peristiwa sosial yang terjadi di lingkungan sekitar masyarakat tersebut.
Cerpen-cerpen yang ada di dalam buku Aud Kelor ini sebagian besar menggunakan alur maju. Pengarang menceritakan dari awal hingga akhir dengan lurus. Namun, terdapat dua cerpen yang menggunakan alur mundur yaitu dengan adanya flashback. Cerpen yang menggunakan alur mundur yaitu cerpen Keneh Pasih dan Kurungan. Pada cerpen Keneh Pasih pengarang menceritakan masa kini, kemudian flashback ke masa lalu, dan ditutup kembali ke masa ini. Sedangkan, pada cerpen Kurungan pengarang menceritakan masa kini, kemudian flashback ke masa lalu, kembali ke masa saat ini, dan beberapa kali kembali lagi ke masa lalu, kemudian ditutup dengan cerita pada saat ini. Pengarang menggunakan alur mundur tersebut untuk mengungkap fakta-fakta mengejutkan yang sebenarnya terjadi, sehingga pembaca akan semakin terhibur dalam membaca cerpen tersebut.
Latar yang digunakan di dalam buku kumpulan cerpen Aud Kelor lebih menekankan pada latar suasana dan dalam beberapa cerpen terdapat latar tempat yang detail. Pengarang lebih menonjolkan suasana hati dari para tokoh serta suasana keadaan di dalam cerita. Pengarang bisa mengungkapkan bagaimana perasaan dari para tokoh dengan baik, sehingga perasaan dari tokoh tersebut bisa menciptakan suasana keadaan di sekitar tokoh. Latar suasana yang terdapat di dalam cerpen, lebih banyak digambarkan oleh pengarang dalam bentuk narasi, sedikit yang tergambarkan dalam bentuk percakapan antar tokoh. Pengarang lebih nyaman menuliskan suasana yang ada secara langsung.
Biasanya pengarang pada umumnya akan memaparkan latar dengan memposisikan diri menjadi orang ketiga, namun pada hampir keseluruhan buku ini, pengarang bercerita dengan menggunakan sudut pandang orang pertama yaitu menjadi tokoh utama yang ada di dalam cerita. Pengarang menciptakan suasana melalui pengalaman maupun pengelihatan yang dialami oleh tokoh yang ada. Cara pengarang dalam membentuk suasana itu pun sukses, sehingga apa yang dirasakan serta situasi yang ada dalam cerita bisa sampai ke pembaca. Dalam beberapa cerpen yang ada di dalam buku ini, pengarang menggambarkan latar tempat dengan detail, seperti pada cerpen yang berjudul Kurungan. Di cerpen tersebut pengarang menggambarkan tempat terjadinya cerita dengan apik, yaitu adanya sebuah rumah yang memiliki kenangan buruk. Pengarang menjelaskan apa saja yang ada di rumah tersebut serta posisi dari benda maupun tumbuhan yang ada, sehingga pembaca bisa benar-benar membayangkan bahkan bisa merasa berada langsung di tempat tersebut.
Dalam setiap cerpen pada buku ini, tokoh yang ada menjadi hal utama yang mendongkrak kesuksesan cerita yang dibuat oleh pengarang. Tokoh yang ada tidak tenggelam oleh jalan cerita yang ada. Karakteristik dari tokoh pun digambarkan dengan jelas, sehingga pembaca bisa memahami bagaimana sifat dari suatu tokoh. Seperti pada cerpen yang berjudul Keneh Pasih. Pengarang menggambarkan karakteristik tokoh Wayan yang peduli akan lingkungan dan sangat cinta akan laut yang telah memberinya kehidupan, sampai akhirnya ia meninggal karena membela laut yang ia cintai. Karakteristik tokoh yang diciptakan oleh pengarang dijelaskan sebagian besar dengan cara langsung, hanya beberapa yang dijelaskan secara tersirat. Tokoh-tokoh yang diciptakan pengarang tersebut sangat penting keberadaannya karena tokoh yang dimunculkan selalu disertai oleh perasaan dari tokoh tersebut. Dengan adanya perasaan yang dimiliki oleh suatu tokoh, dapat menghidupkan latar suasana yang ada di dalam cerita, sehingga maksud serta pesan dari cerita akan lebih sampai kepada para pembaca.
Tokoh yang digunakan oleh pengarang dalam memutar alur cerita tidaklah biasa. Pengarang beberapa kali menggunakan tokoh tidak nyata di dalam beberapa cerpen yaitu menggunakan tokoh Sang Suratma. Seperti yang kita ketahui bahwa tokoh Sang Suratma tidak ada di dunia nyata, melainkan merupakan kepercayaan umat Hindu. Di dalam Agama Hindu dikatakan Sang Suratma memiliki tugas mengadili atma yang telah meninggalkan dunia. Peristiwa tersebut terdapat di dalam cerpen yang berjudul Wayan Kelor, dalam cerpen tersebut diceritakan Wayan Kelor meninggal dan bertemu dengan Sang Suratma untuk diadili atas semua dosa-dosanya di dunia. Penggunaan tokoh Sang Suratma ini dapat menambah kesan bahwa pengarang memiliki imajinasi yang tinggi sehingga bisa membuat alur cerita yang menghubungkan antara keberadaan Sang Suratma yang tidak nyata dengan kehidupan Wayan Kelor yang nyata.
Kreativitas pengarang terhadap tokoh Wayan Kelor dan Sang Suratma terlihat dari cerita yang ada pada cerpen tersebut yaitu adanya perdebatan dari Wayan Kelor dengan Sang Suratma. Sang Suratma tidak peduli dengan alasan yang diberikan oleh Wayan Kelor, yaitu Wayan Kelor mencuri karena benar-benar terpaksa, ia sudah berusaha untuk bekerja namun ia tetap tidak mendapatkan uang. Anak-anaknya tidak bisa makan dan memerlukan uang untuk sekolah, keadaan itulah yang memaksa Wayan Kelor untuk mencuri ayam milik seorang saudagar. Perdebatan pun berlanjut hingga Wayan Kelor menantang Sang Suratma untuk turun ke bumi dan menjadi Wayan Kelor. Sang Suratma merasa diremehkan dan dipermalukan di depan atma-atma yang lainnya sehingga ia pun dengan marah dan terpaksa turun ke bumi untuk hidup menjadi Wayan Kelor.
Selain tokoh Sang Suratma yang tidak nyata tersebut, pengarang juga menggunakan tokoh hewan untuk menjalankan alur cerita yaitu pada cerpen Kuluk Bengil. Pengarang menggunakan tokoh hewan yaitu anjing, yang bisa berbicara dan berkomunikasi dengan manusia yaitu bisa berbicara dengan tokoh yang bernama Wayan Kelor. Penokohan menggunakan tokoh hewan ini memberikan variasi yang berbeda dengan cerpen yang lainnya. Selain itu, adanya tokoh hewan ini juga memberi suatu warna yang membuat cerpen yang ada semakin menarik untuk dibaca. Keberagaman penokohan yang ada membuat cerpen-cerpen dalam buku ini tidak membosankan ketika dibaca.
Terdapat suatu hal yang tidak kalah menarik mengenai tokoh yang dipakai oleh pengarang. Setelah membaca keseluruhan dari cerpen, pembaca akan menyadari bahwa pengarang memunculkan tokoh yang namanya berisi kata ‘kelor’ di hampir semua cerpennya. Dari tiga belas cerpen yang ada, sebanyak sebelas cerpen dalam buku ini yang di dalamnya terdapat tokoh bernama Kelor, yaitu pada cerpen Wayan Kelor : Wayan Kelor, Gamongan Kladi Jae : Wayan Kelor, Maberuk Tanah : Wayan Kelor, Ka-rauh-an : Wayan Kelor, Pingit : Putu Kelor, Siaappp Presiden! : I Kelor dan Mangku Kelor, Keneh Pasih : I Kelor, Kurungan : Wayan Kelor, PNS, : Nang Kelor, Majalan Puyung, : Wayan Kelor, dan Kuluk Bengil : Wayan Kelor. Kemunculan tokoh-tokoh kelor ini kemungkinan ada hubungannya dengan judul buku ini yaitu Aud Kelor. Seperti yang kita ketahui masyarakat Bali banyak yang senang membuat sayur daun kelor (jukut kelor). Pada saat akan memasak kelor tersebut, pasti daun kelor itu dipisahkan dengan batang-batangnya, proses memisahkan itulah yang disebut dengan ngaud kelor. Ketika ngaud kelor tersebut, daun daun yang terlepas dari batangnya akan berhamburan.
Pengarang mungkin terinspirasi dari proses ngaud kelor tersebut sebagai judul dari buku yang dikarangnya. Judul Aud Kelor menyebabkan adanya kelor-kelor yang menyebar di hampir seluruh cerpen yang ada di dalam buku tersebut. Keberadaan tokoh kelor dalam setiap cerita tidak selalu sebagai tokoh utama, melainkan terdapat tokoh kelor yang hanya menjadi tokoh sampingan sebagai pelengkap cerita. Pengarang tidak menggunakan tokoh kelor menjadi tokoh utama dalam semua cerpen yang ada, dikarenakan agar pembaca tidak merasakan bosan karena hanya tokoh tersebut yang muncul. Alasan lainnya yaitu agar pembaca tidak kebingungan dengan perbedaan watak dari tokoh kelor di suatu cerpen, terhadap tokoh kelor di cerpen yang lainnya.
Namun terdapat sesuatu yang kurang bisa dipahami, yaitu pengarang tidak memunculkan tokoh kelor di semua cerpen yang ada di dalam buku ini, terdapat dua cerpen yang tidak memiliki tokoh kelor di dalamnya yaitu pada cerpen yang berjudul Uled dan Me!. Ketidakadaan tokoh kelor dalam cerpen ini akan membuat tanda tanya di dalam hati pembaca, apakah maksud dari pengarang, sehingga tidak memunculkan tokoh kelor di dalam kedua cerpen tersebut. Kemungkinan yang ada adalah pengarang mengurangi intensitas keberadaan kelor-kelor yang menyebar di hampir semua cerpen agar pembaca tidak merasa bosan dan terkecoh karena semua cerpen terdapat tokoh kelornya.
Tokoh-tokoh kelor yang digunakan saling berkaitan atau memiliki benang merah. Tokoh-tokoh kelor yang digunakan selalu menjadi penenang atau peredam suasana yang ada. Tokoh kelor selalu menegakkan keadilan dan menjadi pengingat bagi tokoh lainnya. Ketika menjadi tokoh utama, tokoh kelor akan dengan berani menuntut keadilan dan kebenaran, walaupun pada beberapa cerpen, tokoh kelor menjadi pengacau. Ketika menjadi tokoh sampingan, kebanyakan tokoh kelor itu akan menjadi penengah dan pengingat bagi tokoh yang lainnya. Keberadaan tokoh kelor sangat penting adanya. Walaupun tokoh kelor hanya sedikit muncul dalam suatu cerpen, namun tetap sangat mempengaruhi jalan cerita yang ada. Jadi tokoh-tokoh kelor ini sangat berperan pada setiap cerpen yang memiliki tokoh kelor.
Penggunaan tokoh yang sama yaitu kelor, menimbulkan adanya suatu kelemahan dan keuntungan. Kelemahan dari adanya tokoh yang sama adalah pembaca akan merasa kebingungan dalam membedakan antara tokoh kelor yang satu dengan tokoh kelor yang lainnya. Pembaca mungkin masih mengingat watak tokoh kelor di cerpen sebelumnya yang dibaca, sehingga agak susah untuk mengingat watak dari tokoh kelor yang lainnya. Sedangkan keuntungannya adalah pembaca akan merasa terkesan dengan cara pengarang menciptakan tokoh yang sama tersebut. Hal itu tentunya menjadi suatu kelebihan karena pengarang akan dinilai mempunyai kreativitas yang sangat tinggi. Selain itu, keuntungan lainnya, tokoh yang sama ini akan membentuk suatu ciri khas dari buku ini, bahkan akan menjadi ciri khas dari pengarangnya.
Keseluruhan cerpen yang ada di dalam buku kumpulan cerpen Aud Kelor ini menggunakan ending yang menggantung. Pengarang tidak mengakhiri cerita dengan akhir yang dengan detail dan jelas. Namun, pengarang mengakhiri dengan cara memutus cerita sebelum permasalahan dari cerita tersebut selesai. Setelah membaca cerpen dari buku ini, pembaca akan memikirkan kembali jalan cerita dari awal hingga ending yang menggantung, agar bisa mengira-ngira bagaimana akhir dari cerita tersebut. Sebagian besar ending menggantung yang dibuat oleh pengarang sukses atau berhasil membuat pembaca merasa terkesan, tidak malah membuat pembaca merasa bahwa cerita tersebut diakhiri dengan ending yang konyol bahkan membosankan.
Salah satu cerpen yang paling berhasil dengan endingnya adalah cerpen Pingit. Cerpen tersebut menceritakan mengenai Ayah dari Wayan Kelor yang dipergoki oleh Wayan Kelor sedang membeli pakaian wanita yang seksi. Wayan Kelor mengira bahwa pakaian tersebut dibeli ayahnya untuk selingkuhannya. Pada cerpen tersebut pengarang dengan lihainya menciptakan prasangka yang berbeda dengan kenyataan di dalam pemikiran pembaca. Hingga akhirnya alur cerita sampai di puncak konflik, dan disana pengarang langsung menguak suatu fakta yang digunakan untuk mengakhiri langsung cerita pada cerpen tersebut. Wayan Kelor mengusir ayahnya karena mengira ayahnya berselingkuh, sehingga ayahnya pergi dari rumah dan tinggal di sebuah kos. Disana pengarang memunculkan fakta yang mengejutkan yaitu baju seksi yang dibeli saat dipergoki oleh Wayan Kelor, digunakan oleh ayah Wayan Kelor. Pembaca pada awalnya akan terbawa suasana dan mengira bahwa ayah Wayan Kelor membeli baju seksi itu untuk selingkuhannya, namun ternyata ayah Wayan Kelor membeli baju itu untuk digunakan sendiri, itu artinya ayah Wayan Kelor bukan selingkuh, melainkan seorang waria. Hal tersebut membuktikan bahwa pengarang memiliki gayanya tersendiri dalam mengakhiri ceritanya.
Kesimpulan
Buku kumpulan cerpen Aud Kelor yang dikarang oleh I Dewa Ayu Carma Citrawati memiliki sesuatu yang khas, dan berbeda dari cerpen-cerpen lainnya. Judul yang digunakan sangat mempengaruhi isi dari cerpen yang ada. Pengarang sangat kreatif dalam meciptakan bukunya, sehingga bisa memiliki ide untuk menggunakan tokoh kelor yang merupakan penyebaran dari kelor yang ada pada judul Aud Kelor. Pengarang berhasil memadupadankan antara tokoh, konflik, alur, dan latar, sehingga semua bagian tersebut saling mendukung untuk menciptakan cerita yang bagus.
Permainan konflik, alur, hingga ending yang menggantung sangat bisa menarik perhatian pembaca, sehingga tidak bosan dalam membaca buku ini. Imajinasi pengarang dalam menciptakan tokoh beserta wataknya bisa menyampaikan pesan yang dimaksud hingga sampai ke pembaca. Hal tersebut juga menyebabkan para pembaca akan merasa masuk ke dalam alur cerita yang ada. Hal menarik yang bisa diambil dari cerpen ini adalah tidak selamanya cerpen yang endingnya menggantung itu menjengkelkan, namun ternyata ending menggantung yang ada bisa sangat mengejutkan dan bahkan akan mengesankan ketika selesai dibaca. Jadi keseluruhan buku ini sangat berhasil dalam menghibur pembacanya dan sangat direkomendasikan untuk dibaca. [T]