Munculnya Istilah Social Distancing
Menjaga jarak menjadi hal yang sangat penting dan diperhatikan oleh masyarakat banyak belakangan ini. Bagaimana tidak, serangan pandemi Coronavirus Diesase (COVID-19) ini benar-benar membuat berbagai kalangan menerima dampak yang luar biasa besar. Berbagai aktivitas yang mulanya dilakukan seperti biasa di luar rumah harus mulai dibiasakan untuk dilakukan dari dalam rumah, inilah yang dikenal dengan social distancing.
Social Distancing mulai digaungkan oleh pemerintah pusat sejak terkonfirmasinya kasus pertama COVID-19 di Indonesia yang disampaikan langsung oleh Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo. Menurut pemerintah, social distancing ini dimaksudkan untuk membatasi aktivitas masyarakat agar tetap berada di dalam rumah. Hal ini sangat penting mengingat COVID-19 merupakan penyakit yang virusnya begitu agresif.
Berdiam diri di rumah dimaksudkan untuk membatasi interaksi antar individu dalam suatu kelompok atau lingkungan. Setidaknya dengan berdiam diri di rumah, individu dapat membatasi interaksinya hanya batas ruang lingkup keluarga saja. Sebagai virus yang menyerang saluran pernafasan, COVID-19 dapat menyebar melalui droplet atau cairan dari dalam tubuh.
Mengetahui hal tersebut, penting bagi kita untuk selalu menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir. Droplet bisa berpindah dalam jarak tertentu, tergantung ukuran dropletnya. Droplet dengan ukuran besar dapat berpindah dalam jarak kurang dari 1 meter. Sedangankan untuk ukuran yang kecil dapat berpindah dalam jarak lebih dari 1 meter. Berdasarkan penjelasan tersebut maka penting bagi kita untuk menjaga jarak antara satu dengan yang lainnya minimal 2 meter. Oleh karena itu pula pemerintah belakangan lebih memilih untuk menggunakan istilah Physical Distancing ketimbang Social Distancing.
Apa itu Physical Distancing?
Secara garis besar social distancing dan physical distancing memiliki maksud dan tujuan yang sama, yaitu menjaga jarak antara satu orang dengan orang lainnya. Kebijakan social distancing yang telah diambil oleh pemerintah salah satunya adalah work from home (WFH). Secara teknis, social distancing adalah tindakan untuk menjauhi segala bentuk perkumpulan dan pertemuan yang melibatkan banyak orang.
Pertanyaan selanjutnya yang muncul, adalah apa pengertian dari physical distancing istilah yang digunakan pemerintah pusat belakangan ini? Jadi sama halnya dengan social distancing, physical distancing memiliki arti menjaga jarak aman antar individu guna meminimalisir kontak dan penularan COVID-19. Hal yang ditekankan adalah, walaupun masyarakat menjaga jarak satu dengan yang lain, diharapkan komunikasi tetap terhubung dan aktivitas tetap berjalan seperti biasanya.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa antara social distancing dan physical distancing memiliki maksud dan tujuan yang sama, hanya saja physical distancingmenitikberatkan pada komunikasi atau masyarakat yang sedang menjaga jarak tetap saling terhubung satu sama lain.
Habis Physical DistancingTerbitlah PSBB
Terlalu banyak istilah yang harus masyarakat Indonesia pahami semenjak pandemi COVID-19 menyerang. Mulai dari social distancing, physical distancing dan sekarang ditambah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). PSBB ini lahir akibat semakin meningkatnya jumlah masyarakat yang terkonfirmasi terinfeksi COVID-19, bahkan saat tulisan ini dibuat jumlah korban yang terinfeksi COVID-19 di Indonesia berjumlah 2.738 orang.
PSBB ini merupakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Diesase 2019 (COVID-19) yang di tandatangani Presiden RI pada 31 Maret 2020 yang di dalamnya berisi prosedur penerapan PSBB secara umum di daerah-daerah Indonesia, yang lebih rincinya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Pada intinya, daerah melalui pemerintah daerah mengajukan PSBB kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang digawangi oleh Menteri Kesehatan Terawan. Selanjutnya Kemenkes menetapkan daerah PSBB dengan memperhatikan Ketua Pelaksana Satuan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Setelah Menteri Kesehatan menetapkan PSBB untuk daerah tertentu, maka daerah tersebut wajib melaksanakan PSBB sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Perlu juga diperhatikan bahwa daerah yang mengajukan PSBB harus memastikan kesediaan bahan pokok, fasilitas kesehatan, kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja dan ibadah masyarakat yang ada di ruang lingkup daerahnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari dampak buruk bagi masyarakat. Sampai hari ini, daerah yang baru mengajukan diri untuk melaksanakan PSBB adalah DKI Jakarta yang menjadi episentrum COVID-19 dan sudah diloloskan oleh Menteri Kesehatan. Selain DKI Jakarta, juga ada daerah Fakfak, Timika dan Tegal yang mengajukan PSBB ke Kementerian Kesehatan. [T]