5 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Pertempuran Menghadapi Rasa Takut – [Sebuah Pengalaman Menangani Pasien Covid-19]

Putu Arya NugrahabyPutu Arya Nugraha
March 29, 2020
inEsai
Saat Raga Sakit, Biarkan Pikiran Tetap Sehat –Cerita Tentang Pasien Cuci Darah
269
SHARES

“Kelahiran dan kematian, kita tak pernah adil untuk keduanya. Meski keduanya adalah sebuah keniscayaan.” (Merayakan Ingatan, Mahima 2019)

___

Teori Infeksi dan Anomalinya

Saat ini kita semua terkurung dalam gulag rasa takut kolektif yang mencekam dan tak satupun bisa memberi sebuah kabar baik yang meyakinkan. Kapan kita terbebas dari gulag yang kian menyesakkan ini? Sekalipun kami, para dokter yang paham teori penyakit infeksi dan secara langsung menangani pesien-pasien tersebut.

Sampai sekarang jumlah kasus positif di Bali adalah sembilan orang, dengan kematian dua orang, salah satunya WNA, seorang lansia yang sudah diketahui memiliki riwayat banyak penyakit kronis sebelumnya. Jika dicermati, kematian pada kasus Covid-19 terutama terjadi pada mereka yang memang telah memiliki “modal yang cukup” untuk kematiannya. Modal tersebut umumnya faktor usia lanjut, penyakit menahun sebelumnya seperti paru-paru, jantung, diabetes, kanker atau pada anak-anak.

Lalu kenapa kita sangat ngeri? Karena kita melihat keganasan wabah ini di negeri lain, saat ini terutama Italia yang telah membunuh ribuan warganya. Juga Iran, Korsel dan tentu saja China (kota Wuhan, propinsi Hubei) sebagai episentrum pandemi ini. Kita ngeri, karena seakan-akan, seharusnya, kita pun seburuk itu, atau bahkan lebih. Kita telah berperang, tak hanya melawan virus Corona yang tak kasat mata, pun bertempur menghadapi rasa takut kita sendiri yang juga tak tampak, namun lebih cepat mencekik ketimbang Covid-19 itu sendiri.

Namun ngeri itu bukanlah berada pada ruang kosong. Provokasinya sedemikian kuat, yaitu sebuah anomali. Indonesia yang sedemikian dekat dengan China, seakan-akan dilompati oleh wabah ini ke Italia atau Iran. Dekat karena, mobilitas masa kedua negeri yang kontak erat karena jalur penerbangan, TKW, pariwisata dan pendidikan mahasiswa Indonesia di China. Membingungkan karena kita percaya Italia adalah negara modern yang hebat dalam bidang medis dan sistem pelayanan kesehatannya, hieginitas masyarakatnya yang baik dan jumlah penduduknya yang tak sepadat Indonesia.

Anomali ini selalu menjadi mimpi buruk yang setiap saat akan menjadi kenyataan, saat kita terbangun dari tidur kita. Maka, baiklah mari kita tetap tidur saja dalam suasana social distancing sembari mengingat teori penyakit infeksi. Mugkin ini dapat menjelaskan anomali yang sesungguhnya alami itu. Infeksi akan terjadi saat tiga faktor ini terganggu keseimbangannya, yaitu host (inang), agent (kuman/virus Corona) dan lingkungan.

Kita, orang-orang Nusantara yang lebih terpapar antigen dibandingkan orang-orang yang “selalu bersih” sejak lahir, seperti Italia, dapat saja telah menimbulkan kekebalan alami lebih banyak dalam tubuh kita. Berurusan dengan banyak antigen jelas merupakan sebuah permainan berbahaya, bila tepat dosisnya ia bisa memberi kekebalan namun jika berlebihan ia tentu saja akan membunuh. Secara alami keadaan seperti ini akan terjadi pada negara-negara miskin yang padat penduduknya. Sir Charles Darwin menyebutnya sebagai survival for the fittest. Mungkin saja dekat dengan alam adalah sebuah peanrsahabat dengan virus.

Iklim (lingkungan) kita yang tropis, sinar surya yang berlimpah jelas menguntungkan. Ini merupakan desinfektan alami, terutama sinar ultra violet (UV) yang dipancarkannya. Telah diketahui pula, sinar matahari dapat memacu sistem imun dan tentu saja aktivasi vitamin D. Keduanya, meskipun tak secara langsung, akan menyulitkan invasi mikroorganisme patogen ke dalam tubuh.

Yang terakhir, virus itu sendiri. Akan takdirnya sebagai organisme hidup, ia berkepentingan akan kelestariannya. Entah kita suka atau tidak, ia punya kepentingannya sendiri, meski harus menjalani tugas pahit yang bernama mutasi. Coba pikirkan, maukah satupun di antara kita yang bermutasi? Mungkin saja kita tak ingin, namun percayalah, tanpa kita sadari, kita telah menjalaninya. Sudah tentu ini karena bumi yang tak lagi bersahabat, akibat alam yang telah kita cabik-cabik sendiri.

Melawan Virus dan Rasa Takut

Sekitar lebih dari sepuluh tahun yang lalu, saya pernah berhadapan dengan satu wabah bernama epidemi Swine flu atau flu babi. Hampir selama dua bulan lamanya saya “terbenam” dalam ruang isolasi infeksi RSUP Sanglah, Denpasar untuk menangani pasien-pasien lokal dan asing yang terindikasi mengidap flu babi. Ruang isolasi, modelnya saja sudah seperti ruang tahanan, merampas rasa bahagia kita. Itu ruangan kecil yang bertekanan negatif, agar virus yang keluar dari tubuh pasien memenuhi udara (airborne) atau menempel pada sarana medis di dalam ruangan (droplet) akan terserap semua dan binasa.

Jika masuk ke sana, kami harus mandi dulu, memakai pakaian model astronot di luarnya, di dalamnya masih memakai pakaian cover all hingga menutupi kaki nyambung, kacamata goggle, penutup kepala, face shield (helm khusus pelindung wajah), dua lapis sarung tangan, sepatu boot yang saat keluar semuanya dibuang kecuali helm, kaca mata goggle dan sepatu boot bisa di-reuse. Dan tentu saja kami harus mandi dulu sebelum keluar ruang isolasi.

Maka, taruhlah jika ada empat orang pasien baru selain yang sudah ada, maka kami harus mandi plus keramas sepuluh kali seringnya. Itulah, akhirnya saya tak pernah mandi saat pagi-pagi berangkat dari rumah ke RS. Lebih lucu lagi, saat pertama kali memakai “seragam perang” itu, karena cemas dan nafas menjadi tak teratur, timbullah embun berlebih dalam kaca mata goggle saya, apapun di sekitar, sedikit pun tak terlihat. Jadilah saya sebuah patung seorang astronot, karena tak tahu harus bergerak ke mana.

Minggu-minggu ini, seakan sebuah deja vu. Saya kembali bergelut menangani wabah Covid-19 di RSUD Buleleng. Modal pengalaman ikut bekerja dalam team wabah flu babi dulu setidaknya telah membantu untuk beradaptasi terhadap rasa takut. Rasa yang selalu kita anak tirikan. Rasa yang jauh dari suasana ceria kebersamaan. Itulah mungkin kita begitu sulit mematuhi program social distancing dari pemerintah.

Padahal, jika kita mau memahami, pandemi ini sangat efektif dibasmi hanya dengan memutus rantai penularannya, bukan dengan obat-obatan, karena obatnya memang tak pernah ada. Virus ini sesungguhnya sedemikian tak berdaya, hingga untuk bertahan hidup saja meminjam satu tubuh manusia ke tubuh yang lain. Ia hanya ingin lestari, sama seperti manusia. Dan membawa pesan, hadapilah rasa takut itu, sendirian, agar kita pun lestari. [T]

Tags: covid 19dokter
Previous Post

Gugur Bunga – [Saat Corona Ingat Gatotkaca]

Next Post

Sekilas “Membaca” Arsitektur Kota Singaraja

Putu Arya Nugraha

Putu Arya Nugraha

Dokter dan penulis. Penulis buku "Merayakan Ingatan", "Obat bagi Yang Sehat" dan "Filosofi Sehat". Kini menjadi Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Buleleng

Next Post
Sekilas “Membaca” Arsitektur Kota Singaraja

Sekilas “Membaca” Arsitektur Kota Singaraja

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ritual Sebelum Bercinta | Cerpen Jaswanto

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025

“Hey, do you sell this sauce? How much is it?” tanya seorang turis perempuan, menunjuk botol sambal di meja. “It’s...

by Dede Putra Wiguna
June 5, 2025
Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025

MATAHARI menggantung tenang di langit Ubud ketika jarum jam perlahan menyentuh angka 12.30. Hari itu, Minggu, 1 Juni 2025, Rumah...

by Dede Putra Wiguna
June 4, 2025
Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng
Kuliner

Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng

SORE menjelang malam di Pasar Senggol, di Pelabuhan Tua Buleleng, selalu tercium satu aroma khas yang menguar: adonan tipis berbahan...

by Putu Gangga Pradipta
June 4, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co