Oleh: Amrita Dharma Darsanam — SMAN 1 Kuta Utara
Seperti pada tahun sebelumnya, aku begitu bahagia menyambut hari Raya Nyepi tahun Caka 1942. Karena teman-temanku saling berlomba mengajak aku untuk mendukung sekaa baleganjur yang tampil dalam parade ogoh-ogoh di desanya. Tetapi, aku merasa paling senang merayakan hari suci itu di kampung halaman.
Apa yang aku bayangkan ternyata tidak berjalan mulus. Saat itu, aku mendapat telepon dari OSIS di sekolahku, “Apakah kamu bersedia untuk mengikuti acara Jejak Tradisi Daerah tanggal 16-18 Maret 2020 yang berlangsung di Nusa Tenggara Barat (NTB)?” tanyanya. Aku senang sekali, baru pertama kali aku mendapatkan kesempatan seperti ini. Tanpa basa basi aku menerima tawaran itu.
Seminggu setelah kabar itu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan wabah virus corona. Seakan akan dunia ini milik mereka. Virus ini begitu cepat menular, bahkan sudah ratusan ribu jiwa yang terinfeksi, dan sudah banyak yang meninggal dunia. Pemerintah Indonesia akhirnya menghimbau masyarakat untuk tinggal di rumah selama dua minggu, agar menghambat penyebaran virus ini. Belajar dari rumah, para pekerja kantoran bekerja dari rumah, dan mungkin ada yang masih bekerja diluar rumah.
Dua minggu adalah waktu yang lumayan lama. Senang bercampur bosan, itu yang aku rasakan. Senang dapat beristirahat lama setelah sekian banyak kegiatan yang sudah aku lakukan di awal tahun, bosan karena aku tidak tahu harus melakukan apa selain mengerjakan tugas sekolah. Aku juga sebenarnya sudah menjadwalkan apa yang akan aku lakukan di bulan Maret ini, tetapi karena adanya wabah virus ganas ini jadwalku jadi berantakan.
Seminggu sudah karantina tanpa melakukan suatu hal selain mengerjakan tugas dan berdiam diri di depan laptop ditemani oleh ramuan jahe yang dibuat ibuku. Tiba tiba terlintas dipikiranku, “Kenapa aku tidak mencoba olahraga dirumah saja?. Karena berolahraga di dalam rumah dapat menghindari situasi yang tak diinginkan, termasuk terpapar virus corona dari orang yang ditemui di luar rumah.”
Maka aku berolahraga ringan setiap sore, agar kondisi tetap sehat.
Minggu kedua karantina di rumah, di wilayah Kwanji, Badung, orang tua memutuskan untuk merayakan Nyepi di kampong di Tabanan. Hal itu karena pertimbangan pekak sakit, sehingga ada yang merawatnya. Aku pulang bertepatan pada Hari Pengerupukan, sehari sebelum hari raya Nyepi. Pada saat itu, biasanya masyarakat mengangkat dan mengarak ogoh-ogoh keliling desa.
Maka wajar pada perayaan sebelumnya, perjalanan pulang selalu macet. Tetapi pada Ngerupuk tahun ini berbeda, sedikit pun tidak terdengar suara baleganjur, apalagi orang mengangkat dan mengarak ogoh-ogoh. Jalanan sangat sepi, tidak diperbolehkan untuk mengangkat ogoh-ogoh keliling desa mengingat himbauan dari pemerintah.
Sampai di rumah kampung, aku bertemu pekak yang sakit. Orang tua sibuk membuatkan ramuan untuk pekak. Aku bersama adik bersembahyang lalu duduk ngobrol bersama pekak.
Besoknya tanggal 25 Maret 2020, pukul 06.00 wita Nyepi dimulai. Saatnya kami untuk melakukan Catur Brata Penyepian yang terdiri dari amati geni (tidak menggunakan atau menghidupkan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak menghibur diri).
Aku dan adik memang bangun kesiangan. Baru bangun, sudah ada makanan favorit di hari raya Nyepi yaitu Ketongkol. Menu mirip tipat yang dibungkus daun pisang itu sangat enak. Hanya saja bentuknya kerucut, biasanya disajikan dengan sayur sayuran dan lauk yang berkuah. Biasanya itu semua disiapkan oleh nenek setiap hari raya Nyepi, tetapi setelah dua tahun kepergiannya, persediaan ketongkol tidak ada. Makanya aku pesan khusus pada bibi.
Hari mulai malam, aku diam sesaat untuk melihat langit. Begitu banyaknya bintang-bintang sampai aku tidak bisa menghitung. Aku mengambil kamera, lalu mengintip indahnya bintang kemudian membidik lalu mencekrek. Dalam suasana asyik itu, aku teringat mitos bahwa apabila ada bintang jatuh maka saat itu ucapkan permintaan, maka permintaan itu akan terkabul. Maka aku berharap bisa melihat bintang jatuh dan aku memohon supaya wabah virus corona cepat mereda, agar bisa beraktivitas seperti biasa. [T]