Bagi peneliti asing, Indonesia memang bagaikan sebuah magnet. Sebut saja Zoetmulder yang kesengsem dengan sastra Jawa Kuna. Dari tangannya lahir kamus Jawa Kuna, dan berbagai hasil riset mengenai sastra Jawa.
Lalu, siapa tidak kenal Benedict Anderson. Profesor dari Cornell University, Amerika Serikat itu, tidak sekali melakukan riset tentang Indonesia. Buah ketelitian dan ketertarikannya kepada Indonesia adalah Mitologi dan Toleransi Orang Jawa, serta Imaged Communities, dan masih banyak lagi.
Sekadar menyebut satu nama lagi, ada Clifford Geertz, yang sempat masuk ke Mojokuto, Jawa Timur pada tahun 1950-an, untuk melakukan riset. Hasil penelitiannya masih menjadi rujukan pada peneliti budaya Jawa hingga kini.
Indonesia memang memiliki daya tarik yang luar biasa. Dalam hal ini Indonesia tidak hanya kumpulan pula, bukan hanya negara, melainkan sebuah bangsa dengan berbagai ekspresi dan manifestasinya.
Alam Indonesia juga tidak kalah menarik. Ratusan juru foto dari berbagai penjuru dunia melakukan penjelajahan hingga pedalaman Indonesia dan berusaha untuk mengabadikan keindahan alam yang luar biasa.
Ketertarikan mereka kepada alam Indonesia bukan lagi sebatas menghasilkan gambar. Melainkan juga kepedulian untuk melestarikannya. Lihat saja Alain Compost, fotografer Prancis yang datang ke Indonesia pada 1975 untuk membuta dokumentasi mengenai orangutan di Bohorok, Sumatera Utara. Setelah bertahun-tahun berada di Indonesia ia memutuskan untuk ikut aktif melestarikannya.
Jika saja mereka peduli terhadap Indonesia, mengapa kita tidak melakukan hal yang sama. Sangat janggal rasanya jika orang-orang yang memiliki kepedulian pada Indonesia adalah mereka yang justru tidak berakar pada budaya Indonesia.
***
Di kampung saya, Dusun Karangbinangun, Desa Gaji, Kecamatan Kerek, sebenarnya ada kekayaan tradisi yang bisa dikembangkan. Kekayaan tradisi itu ialah “menenun”. Kegiatan memproduksi kain ini, sudah menjadi tradisi turun menurun di kampung saya. Mulai dari menanam “uku”—biji kapas (atau kapuk)—; memintal kapas menjadi benang (lawe); kemudian menenunnya untuk dijadikan sebagai kain tenun—sebuah karya seni yang lahir dari kearifan leluhur.
Kedua nenek saya memiliki keahlian di bidang ini. Nenek saya yang pertama, seorang pemintal benang yang tekun. Dia menanam kapas sendiri di ladang; kemudian mengolahnya menjadi benang-benang. Proses pemintalan benang, dalam bahasa kampung kami disebut ‘Nganteh’. Sedangkan alat pemintalnya disebut ‘Jantra’. Sedangkan nenek saya yang kedua, seorang penenun yang handal. Alat-alat tenun dianggapnya seperti organ tubuh sendiri.
Mengingat semakin sedikitnya minat orang-orang di bidang ini, saya mengalami kekhawatiran bahwa tidak lama lagi kekayaan ini akan menghilang ditelan zaman. Maka dari itu, saya sebagai salah seorang yang tidak menginginkan hal itu terjadi, memiliki keinginan untuk melestarikan kekayaan warisan leluhur yang luar biasa ini. Syukur-syukur ada yang mau membatu; dan sama-sama berjuang untuk melestarikannya.
***
Menurut saya banyak cara dapat dilakukan untuk membuktikaan kepedulian kepada Indonesia. Salah satunya adalah dengan melakukan pendokumentasian Indonesia. Mulai dari pendokumentasian warisan budaya, kesenian, kekayaan alam, hingga hal-hal khusus yang menarik, seperti maestro Indonesia yang telah memberikan hidupnya untuk bidang tertentu.
Ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan gambar, informasi dari literatur yang ada, wawancara dengan pihak-pihak terkait, hingga pengamatan langsung di lapangan.
Kesemuannya kemudian diramu oleh para penulis dengan kemampuan teknik menulis yang tidak diragukan lagi—kemampuan yang prima, antusiasme yang sulit dihentikan, dan tingkat keterlibatan emosi yang kuat. Hasilnya, sebuah sajian dokumentasi yang informatif, inspiratif, dan edukatif, entah berupa buku, materi digital, hingga terbitan periodik untuk kebutuhan khusus.
Hal seperti inilah yang rasanya layak dilakukan oleh siapa pun—yang peduli terhadap Indonesia, tentu saja. Semua ini dilakukan bukan sekadar sebuah upaya prestisius, namun juga sebuah usaha untuk “mengabadikan” Indonesia, jejak dan citra korporasi, untuk membuat Indonesia yang lebih baik kelak. Intinya, mengajak setiap orang untuk menemukan kembali Indonesia. Dan ini yang ingin saya lakukan terhadap budaya menenun di kampung saya sekarang. [T]