Ibu, rupa ibu, kasih ibu, timang ibu, masakan ibu, omelan ibu, hanya menjadi mitos yang mengendap di dalam kepalaku. Imajinasiku selalu liar tentang ibu. Aku bisa membayangkan rupa wajah ibu sebanyak yang aku kira-kirakan, aku bisa membayangkan model rambutnya sebanyak yang aku kira-kirakan, aku bisa membayangkan postur tubuhnya sebanyak yang bisa aku kira-kirakan.
Ibu dalam imajinasiku adalah ibu dengan wajah dan postur yang memiliki banyak kemungkinan rupa. Yang konon katanya, wajahnya begitu mirip denganku. Konon katanya juga, rambutnya bergelombang sepertiku. Dan konon katanya, tak menyisakan selembar fotopun untuk menghapus jejaknya.
Bagi anak yang tak tahu ibu, Hari Ibu seakan selalu menyudutkan. Terlebih lagi, ketika semua orang memposting foto ibu mereka di seluruh media sosial. Aku merasa seperti diteror untuk ikut serta memposting sesuatu tentang ibu. Tapi apa yang bisa aku posting?
Ibu mungkin memang salah. Atau entahlah. Mungkin ayah yang salah. Namun tiada yang bisa mengelak dari kehendak takdir. Memang tak seharusnya ia lari dari tugasnya sebagai seorang ibu. Tentu. Aku sangat kecewa dengannya. Sungguh, bukan main aku benar-benar kecewa.
Maaf ibu. Jujur harus kukatakan padamu, bahwa aku tak dapat menyembunyikan kenyataan kalau akhirnya hal itu membuatku merasa sedikit kesal denganmu. Aku menjadi tumbuh tanpa kau, besar tanpa kau, dan segalanya tanpa kau. Dan apakah ibu ingat pernah melahirkanku? Pertanyaan ini sesekali muncul dalam pikiranku, Bu. Dalam harap aku selalu ingin bertemu dengan kau, setidaknya lewat mimpi saja. Aku ingin sekali bertemu dan melihat sosok ibu. Apakah ibu tak ingin menemuiku juga?
Ibu, walaupun kau tak ada, tapi bukan berarti aku tak pernah merayakan Hari Ibu. Aku selalu merayakannya, Bu. Aku merayakannya setiap hari. Setiap hari aku selalu berdoa untukmu, doa yang tak pernah putus. Aku selalu berdoa kepada-Nya, jika memang ibu masih hidup, aku berdoa agar kau senantiasa diberikan kesehatan dan kebahagiaan.
Tapi jika memang ibu sudah tiada, aku berdoa agar ibu diberikan tempat yang terbaik di alam sana. Aku selalu berdoa untukmu, Bu. Namun apakah kau di sana pernah berdoa untukku yang pernah lahir dari rahimmu itu, Bu?
Tuhan maha baik, Bu. Ia mengambilmu dariku lalu memberikanku lebih banyak Ibu yang sangat menyayangiku. Alm. Nenek, bibi-bibi, kakak perempuan, dan semua ibu yang sudah menganggapku seperti anaknya sendiri. Juga orang-orang yang sangat menyayangiku, Bu. Aku bersyukur sekali.
Ibu, aku akan menebus dosa-dosamu. Yang lalai dan lari dari kewajiban sebagai seorang ibu. Aku sudah bertekad, Bu. Bahwa aku tidak akan pernah meninggalkan anakku kelak nanti. Aku tak akan pernah mengikuti jejak kesalahan yang pernah kau lakukan, walau apapun alasanmu. Aku akan merawat anakku kelak dengan baik, dengan kasih sayang seorang ibu, aku tak ingin anakku bernasib sama denganku. Aku tentu akan sangat menyayangi anakku kelak nanti, Bu.
Ibu, terima kasih sudah sempat melahirkanku. Terima kasih. Karena berkatmu, aku bisa merasakan hidup. Aku akan berjuang untuk hidupku sendiri, Bu. Aku akan menjadi ibu yang bertanggung jawab untuk anakku kelak. Bu, di manapun kau berada sekarang, aku selalu berdoa yang terbaik untukmu.
Aku percaya, semua ibu adalah ibu yang hebat tak peduli ia bertanggung jawab atau tidak dengan tugasnya sebagai seorang ibu. Tapi kita semua adalah perempuan, Bu. Yang digariskan hidupnya untuk melahirkan seorang manusia. Melahirkan kehidupan baru. Yang dimuliakan untuk menjadi seorang ibu.
Terima kasih, Bu. Kau telah memberikanku pelajaran hidup yang sangat berharga. Dan terima kasih, karena jika kau tidak memberikanku awal cerita yang seperti itu, mungkin aku tak akan pernah bisa berjuang untuk hidupku sendiri. Selamat hari ibu, Bu. Selamat hari ibu untuk seluruh ibu dan seluruh perempuan yang kelak menjadi seorang ibu. [T]