Saya merasa bahwa cuaca sedang menguji standar humor saya. Ya bagaimana tidak, cuaca terus saja ‘berkomedi’ setiap hari, dan tentu saya rasa kalian juga menyadari hal yang serupa.
Bicara mengenai cuaca, memang sangat tak menentu bagaikan menunggu kepastian dari orang yang kau cinta. Kadang sesuai ekspetasi, kadang juga dibanting begitu keras oleh kenyataan. Ya… seperti ini lah yang sekiranya saya rasakan.
Apalagi akhir-akhir ini yang katanya sedang akan berada dalam pergantian musim dari musim kemarau ke musim hujan, rasanya hati ini semakin dikeroyok oleh jutaan rasa tak sabar untuk menikmati sejuknya cuaca.
Ya maklum, saya menetap di bagian utara Bali yang tingkat panasnya sungguh agak luar biasa. Tak sekadar panas biasa, malahan saya merasa panas ini sampai membuat kulit saya perih jika terlalu lama berada di bawah terik matahari.
Tak jarang, akhir-akhir ini saya merasa seperti dipermaikan cuaca. Di saat saya hendak berangkat ke kampus beberapa saat lalu contohnya. Cuaca mendung membuat saya begitu bersemangat menikmati perjalanan. Tapi sayangnya, belum juga saya puas menikmati kesejukan yang jarang saya temui ini, cuaca sudah memputar balikan keadaan dengan menggantinya menjadi awal mula lagi. Panas. Begitu panas.
Padahal sudah jelas dipemberitahuan perkiraan cuaca di Handphone saya bila akan turun hujan sebentar lagi. Namun naas, saya ditampar kenyataan begitu keras sampai membuat saya ingin menangis saja rasanya karena harus kembali berkutat dengan panasnya matahari.
Sekalinya hujan, saya malah tak sebahagia yang saya bayangkan. Tepat kemarin (14/11/19), saya dan mungkin juga semua warga lainnya yang menetap di Bali utara, mendapatkan serangan jantung kecil. Awalnya, merupakan hal yang sangat membahagiakan bisa menikmati suasana hujan yang sangat jarang datang di siang menuju sore hari kemarin, bahkan ini mampu membuat tidur saya jauh lebih nyenyak dari hari biasanya.
Tapi, di tengah rasa nikmat akan kehadiran hujan ini saya benar-benar terkesiap karena digoncang gempa yang sangat jelas terasa. Ternyata, pusat gempa berada di Kecamatan Seririt, tepatnya di barat Bali utara dengan kekuatan gempa M 5,1. Tak cukup sampai disana, saya begitu merasa resah karena berita dari mulut ke mulut yang mengatakan bahwa air laut di kawasan seririt mulai surut serta sirine yang berbunyi. Padahal sudah jelas dari pemberitahuan BMKG bahwa gempa ini tidak berpotensi tsunami, tapi tetap saja saya cukup merasa waswas.
Bahkan banyak teman saya yang dengan sigap nya memutuskan untuk mengungsi ke daerah dataran tinggi seperti Gitgit sambil membawa banyak barang-barangnya. Sungguh, ini menakutkan namun juga membuat saya ingin tertawa bersamaan karena reaksi yang cukup berlebihan ini. Tapi tak saya pungkiri juga, dunia memang sedang rawan bencana.
Tak seperti gempa yang cukup sering terjadi di tahun ini, ada suatu fenomena baru yang cukup membuat saya tercengung, yakni adanya hujan es di Desa Mengening, Kubutambahan kemarin sore. Saya sungguh merasa kagum dan takjub, namun juga merasa takut akan hal baru yang datang ini. Indah, tapi juga menakutkan di waktu bersamaan. Sejuk, tapi juga membuat logika tak henti untuk terus berpikir.
Entahlah, saya merasa jika saya terlalu menuntut kenikmatan disini. Mungkin dari sini saya memang harus bisa lebih bersabar menunggu apa yang saya inginkan. Memperbanyak doa juga saya pikir adalah keharusan dari sekarang. Banyaknya hal-hal yang mengejutkan kita seperti ini tentunya tak bisa kita cegah. Apa yang akan diberikan kepada kita harus kita terima, syukuri dan nikmati walau agak-agak menakutkan sekalipun. Hihihi….[T]