Merdeka zaman now ketika pendidikan dapat meluruskan idealismenya dengan mencetak SDM yang unggul demi Indonesia maju. Sama halnya dengan tema yang diusung dalam memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-74 Republik Indonesia. SDM Unggul Indonesia Maju.
Banyak individu mengangap dirinya sudah menjadi unggul ketika mengetahui 1, entah itu dalam ranah “bisa” ataupun “mampu”, hal tersebut merupakan bagian dari egoisitas tanpa batas seseorang, tidak dapat disalahkan atau dikatakan keliru, karena saat ini, mempertunjukkan eksistensi diri lebih penting daripada quality diri.
Paham “eda ngaden awak bisa” yang merupakan teori kearifan lokal dalam bait indah pupuh ginada, yang mana merupakan petuah yang masih dapat diaktualisasikan saat ini dan nanti. Itu teori tentang pemahaman diri dalam bertindak, yang hendaknya jangan berkepala besar, mengatakan diri pintar, diri baik, serba tahu dan tentunya hindari memuji diri sendiri, biarkanlah orang lain yang menilai kinerja diri, yang mana hal tersebut lebih prestige pengakuannya.
Tentunya dalam perihal agama juga sama saja, hindari vokalisasi mengatakan agama sendiri yang paling bagus, damai, hebat dan lainya yang menyatakan agama sendiri seolah-olah yang paling terdepan dalam meluruskan umat-Nya. Tindakan tersebut tentu masuk dalam ranah pandangan konyol.
Dewasa ini dalam era revolusi Industri 4.0 dimana SDM dituntut dapat menciptakan sesuatu yang dapat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia secara seutuhnya dengan menyeluruh. Untuk mengimplementasikan hal tersebut mulailah dengan belajar bahasa, sastra, dan aksara kearifan lokal.
Tentunya dalam belajar bahasa, sastra dan aksara Bali dengan yang didasari oleh pemahaman agama yang kuat. Pengembangan diri dengan mengembangkan kearifan lokal budaya sastra Bali merupakan hal yang tepat. Karena bangsa atau wilayah yang kuat dan dapat berkembang serta maju adalah dimana SDM-nya dapat menguasai bahkan menjadi ahli bahasa, sastra dan aksara melalui proses pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dengan terbentuknya kualitas SDM yang profesional dan mempunyai jiwa kewirausahaan melalui kebahasaan dan kesusastraan yang kreatif, inovatif, analitis, dan kritis dalam menyikapi perkembangan zaman.
Dengan Hal-hal tersebut diyakini kelak dengan output SDM yang diciptakan melalui bahasa, sastra dan aksara akan menjadi seseorang yang mampu bermanfaat bagi kehidupan masyarakat umum, dengan mengembangkan kualitas sumber daya manusia dalam bidang aksara, bahasa dan sastra dengan mengamalkannya kepada masyarakat melalui berbagai media.
Di penghujung dengan kembali memaknai
kesusastraan lokal (Bali) terbesit makna mendalam dalam puluh Ginada terkait
kemampuan seorang manusia yakni
sesungguhnya, tidak ada manusia yang sempurna. Seseorang
mungkin pintar dalam ilmu tertentu tapi bisa jadi bodoh dalam ilmu lain. Jadi
meskipun sudah pintar, tetaplah untuk perlu belajar. [T]